Monday, March 28, 2011

REFORMASI BIROKRASI

birokrasi buruk


  1. REFORMASI BIROKRASI
Melihat kondisi birokrasi di negara kita yang carut-marut ini sangat jelas bahwa diperlukan adanya perubahan yang mendasar (reformasi) dari dalam tubuh birokrasi itu sendiri. Jika terus dibiarkan maka masyarakat kecillah yang akan merasakan efek dari proses birokrasi yang rumit dan memakan banyak biaya ini. Siapapun akan enggan menghadapi proses dalam birokrasi yang sering berbelit-belit dan tidak transparan ini. Pelayanan yang tidak ramah, tidak ada kepastian waktu, mengutamakan formalitas dan rutinitas dari pada hasil kerja yang esensial, sombong dan cuek, dan beberapa sifat negatif lainnya dari birokrasi kita. Selain itu kondisi birokrasi kita sekarang ini sangat rawan memudahkan para birokrat untuk melakukan korupsi, kulusi dan nepotisme. Tak heran masyarakat menjadi apatis, bahkan benci dan tidak mau lagi berurusan dengan birokrasi.
Birokrasi begitu lamban dalam merespon perubahan sosial yang yang terjadi selama periode Orde Baru dan era transisi. Ini menyebabkan Indonesia makin terpuruk. Hubungan penguasa/birokrat dan masyarakat tidak mengalami perubahan yang signifikan. Akibatnya, aspirasi masyarakat tidak banyak terakomodasi dalam pebuatan kebijakan dan bahkan rakyat acapkali merasa sangat dirugikan oleh suatu kebijakan pemerintah. Tidak terakomodasinya aspirasi dan kepentingan masyarakat tersebut memunculkan keresahan di tengah masyarakat. Bila hal ini dibiarkan akan menimbulkan konflik di tengah masyarakat. Kesenjangan atara kaya-miskin, desa-kota, Jawa-luar Jawa dan kawasan barat-kawasan timur Indonesia, akan mengancam keutuhan wilayah RI.
Penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat, munculnya korupsi menjadi bukti konkret rendahnya kualitas birokrasi Indonesia. Hal ini berpengaruh negatif terhadap daya saing. Birokrasi kurang responsif terhadap kebutuhan akan profesionalismenya sehingga telah menelantarkan kepentingan nasional. Oleh karena itu, kinerja pemerintahan perlu diperbaiki melalui reformasi birokrasi, khususnya aspek regulasi, aspek kelembagaan dan aspek sumber daya alam.
Aspek Regulasi
Regulasi yang dikeluarkan Pemerintah untuk menanggulangi korupsi relatif cukup. Tapi, korupsi makin menjadi-jadi dan bahkan semakin mencolok saat ini. Pasca gerakan reformasi 1998 tuntutan untuk membasmi KKN antara lain diwujudkan melalui beberapa peraturan, baik di bawah kepeminpinan Presiden B.J. Habibie[1], Presiden Abdurrahman Wahid[2], Presiden Megawati[3] maupun SBY[4]. Sumber dari maraknya korupsi ini disebabkan oleh lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Badan-badan pengawasan yang ada tidak berfungsi maksimal. Meskipun Indonesia mempunyai KPK, BPK, Timtastipikor, Indonesia Corruption Watch (ICW), Bangwasda (di daerah-daerah) dll, korupsi tetap berlangsung juga. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar badan pengawas yang didirikan tidak efektif dalam menjalankan tugasnya. Sifat kolutif dalam proses pengawasan cukup dominan. Hampir tidak mungkin pengawasan dilakukan dari dalam institusi itu sendiri. Relatif efektifnya peran KPK dalam memberantas korupsi, misalnya, menunjukkan bahwa pada dasarnya pengawasan harus dilakukan dari luar, dan oleh karena itu, tampaknya Bangwasda kurang relevan keberadaannya di daerah. Selain itu juga dapat disampaikan bahwa kekuatan mengikat suatu peraturan atau UU cenderung sangat lemah karena tidak diikuti oleh penalti yang konkret.
Kebijakan rekrutmen PNS perlu dibenahi, terutama berkaitan dengan pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS. Ini adalah tahapan awal yang salah dalam proses dan mekanisme penerimaan calon PNS. Pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS juga merupakan salah satu penyebab kurang berkualitasnya aparatur pemerintahan di Indonesia. Birokrasi Indonesia tidak akan bisa profesional dan netral bila sistem dan mekanisme rekrutmennya masih seperti sekarang ini. Keengganan SDM handal masuk PNS juga ikut berpengaruh, sehingga sebagian besar PNS masih dihuni oleh kualitas SDM nomor dua. Demikian juga dengan motif politik dalam rekrutmen PNS. Sebagai contoh, kalau dulu rekrutmen besar-besaran PNS untuk mendukung Golkar, sekarang kecenderungannya untuk mengurangi pengangguran. Kedua kebijakan ini sangat merugikan prospek birokrasi Indonesia
Aspek Kelembagaan
Perubahan sistem politik memberikan peran penting kepada DPR RI dan ini cenderung dimaknai sebagai _kekuasaan_ ketimbang pemahaman fungsi checks and balances. Sistem presidensiil yang dikombinasikan dengan sitem multi partai mengaburkan realisasi checks and balances, dimana rasionalitas politik yang seharusnya mengedepan digantikan oleh menonjolnya tarikan kepentingan yang ditampakkan oleh lembaga legislatif. Hal ini tentunya menghambat program pemerintah dalam bidang pembangunan ekonomi. Karena itu tak jarang _interupsi politik_ (baca kepentingan politik) yang dilakukan badan legislatif terhadap badan eksekutif mengganggu realisasi pembangunan ekonomi.
Disfungsi kelembagaan sangat menonjol di era reformasi. Pembentukan beberapa komisi tak jarang tumpang tindih dengan institusi yang sudah ada. Jadi, masalahnya bukannya karena _demokrasi yang berlangsung secara cepat dan bebas_, tapi lebih pada kurang berfungsi dan berperannya institusi yang sudah terbentuk. Munculnya _perang_ internal di lembaga hukum (Komisi Yudisial dan Mahkamah Konstitusi) dan lembaga legislatif (DPR RI dan DPD RI) dipicu oleh kurangnya pemahaman yang memadai tentang fungsi dan peran masing-masing. Keberadaan suatu lembaga senantiasa diidentikkan dengan besar kecilnya kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki, dan bukannya tugas yang seharusnya diemban oleh institusi tersebut.
Fenomena-fenomena di atas menunjukkan bahwa realisasi demokratisasi memerlukan penegakan hukum dan pendidikan politik yang memadai bagi masyarakat. Ini diperlukan supaya demokrasi yang berlangsung di Indonesia bisa berjalan sesuai dengan harapan pembukaan UUD 1945, yaitu _memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Baik Parlemen maupun partai politik sangat berpengaruh terhadap birokrasi. Hal ini juga dikuatkan oleh pengalaman sejarah politik Indonesia, dimana birokrasi cenderung digunakan sebagai ajang pertarungan kepentingan, baik di era Orde Lama maupun Orde Baru. Pasca Orde Baru, Indonesia menerapkan kembali sistem multi partai. Hal ini bukan tanpa resiko, karena dengan banyaknya partai politik, soliditas birokrasi terancam dan birokrasi cenderung terkotak-terkotak, khususnya dalam pilkada langsung di beberapa daerah sejak 2005. Masalahnya adalah bagaimana menyingkirkan kepentingan-kepentingan parpol dari birokrasi?
Masalah politisasi birokrasi harus dicermati, khususnya di era pilpres dan pilkada langsung. Pembangunan ekonomi daerah tidak hanya dihambat oleh _interupsi politik_ DPRD, tapi juga ancaman tarik-menarik kepentingan antara kepala daerah dan wakil kepala daerah, lebih-lebih lagi bila keduanya berasal dari partai politik yang berbeda. Konflik kepentingan, baik antara eksekutif-legislatif maupun antara kepala daerah-wakil kepala daerah hanya akan menghambat proses pembangunan dan kemajuan daerah dan juga menurunkan daya saing ekonomi daerah. Daerah cenderung tidak kompetitif karena pimpinan daerah lebih sibuk mengurusi masalah kekuasaan dan upaya untuk mempertahankannya ketimbang memprioritaskan pelayanan publik dan mensejahterakan rakyat.
Aspek Sumber Daya Manusia
Kesadaran untuk merekrut tenaga-tenaga handal dalam birokrasi sudah menjadi perhatian pemerintah sejak lama. Bahkan sejak pemerintahan Orde Baru, keinginan untuk mengefektifkan dan mengefisienkan birokrasi sangat besar. Untuk itu, pemerintahan Orde Baru ditopang penuh oleh birokrasi yang efektif dan efisien, namun mengorbankan demokrasi. Debirokratisasi juga dilaksanakan dengan memangkas berbagai peraturan yang dinilai tidak menguntungkan bagi investasi dan pembangunan ekonomi Indonesia. Insentif diberikan kepada investor yang menanamkan investasinya di kawasan-kawasan tertentu seperti kawasan Indonesia timur. Ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak hanya memberikan jaminan stabilitas politik bagi pemodal asing dan domestik, tapi juga kemudahan peraturan investasi, meskipun ini dilakukan secara tidak transparan.
Pelayanan publik belum maksimal karena beberapa faktor. Pertama, gaji yang relatif rendah. Ini berpengaruh negatif terhadap upaya PNS untuk mencari tambahan penghasilan melalui cara yang illegal. Tindakan korupsi salah satunya dipicu oleh rendahnya penghasilan PNS. Korupsi dalam birokrasi juga dipicu oleh absennya bill of government ethics dalam sistem pemerintahan Indonesia. Oleh karena itu, peraturan tentang etika berpemerintahan mendesak untuk direalisasikan agar memberikan guidance bagi PNS dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelayan publik.
Kedua, mengubah mindset PNS/birokrat yang berorientasi pada kekuasaan dan pada safety first philosophy. Mental melayani perlu terus disosialisasikan diantara birokrat/PNS agar ada perubahan orientasi dari yang tadinya minta dilayani menjadi melayani masyarakat. Demikian juga dengan sikap pragmatisme birokrat yang cenderung mencari selamat ketimbang kerja secara profesional.
Ketiga, menciptakan lingkungan kerja yang kompetitif melalui pemberian reward and punishment. Seiring dengan itu juga perlu disosialisasikan merit system untuk memacu PNS yang kreatif dan progresif dalam melaksanakan tugas-tugas birokrasi.
Hambatan peningkatan kualitas SDM dalam birokrasi sebenarnya bukan karena jumlah PNS yang dinilai cukup besar[5], tapi lebih karena sistem rekrutmen dan pembinaan yang kurang tepat sejak awal. Ini termasuk sistem yang secara umum berlangsung selama ini. Sebagai contoh, masalah korupsi, ini adalah berkaitan dengan kejahatan dan masalah moral. Tapi, peraturan yang ada tidak cukup mengikat dan penalti cenderung tidak tegas. Oleh karena itu, tak jarang tindakan korupsi dianggap sebagai masalah yang biasa dan bisa ditoleransi. Sebagai contoh, pengakuan seorang birokrat tinggi di suatu daerah yang mengatakan bahwa _kalau birokrasi ya korupsi, tidak ada birokrasi yang tidak korupsi_.
Untuk meningkatkan kualitas SDM, kultur birokrasi atau mindset mereka harus berubah. Ini butuh waktu yang tidak singkat karena untuk mengubahnya perlu ada pergantian generasi. Apa yang bisa dilaksanakan sekarang ini adalah memulainya menuju perubahan yang riil dengan mengubah model birokrasi Indonesia. Yaitu birokrasi yang partisipatif yang mampu merespon perubahan pesat dalam masyarakat. Artinya, birokrasi Indonesia ke depan bukanlah birokrasi yang ignorant yang tidak akomodatif, melainkan birokrasi yang akomodatif yang memungkinkan adanya kompetisi antarbagian dan yang mendorong kreativitas PNS yang cemerlang.

kenapa begini?

April 27, 2009 oleh boyzcrazy
sedih melihat organisasi yg ada d kampus..
seolah-olah sedang terjadi vacum of proker dalam organisasi di FISIP. knp bs spt itu? apa semua mahasiswa telah kehilangan kreatifitas? apa semuanya sudah kehilangan jiwa pejuangnya?
apa emang orang2 yg ada d organisasi skrg emang ga tau apa2 tentang organisasi???

salam..


Demokrasi di Pedesaan Jawa
Sejarah Politik di Pedesaan Jawa
Pedesaan Jawa secara historis telah banyak mengalami perubahan-perubahan yang berarti selama kurun waktu yang sangat panjang. Hal ini dimungkinkan karena pedesaan Jawa telah lebih dulu terkena dampak dari gaya penetrasi negara kolonial Belanda, selain sebab-sebab khusus yang mendasarinya. Oleh karenanya perubahan dari segi administrasi pemerintahan, sistem ekonomi agraris kelembagaan sosial dan kultural di pedesaan Jawa lebih mudah untuk diamati. Realitas ini membawa konsekuensi baru, bahwa justru proses perubahan sosial di pedesaan Jawa itu semakin lebih kompleks dan bervariatif.
            Djoko Suryo misalnya mengemukakan bahwa awal modernisasi dan pembangunan di pedesaan Jawa secara historis dapat ditarik jauh ke belakang pada abad ke-19 terutama pada sistem tanam wajib (cultur stelsel) dan kapitalisme perkebunan. Pembahasan tentang politik harus dikaitkan dengan masyarakat atau masa dalam hal ini masyarakat Jawa dimana mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani. Sekalipun demikian studi tentang masyarakat petani kurang mendapatkan perhatian yang memadai dalam teori-teori kemasyarakatan. Begitu pula dalam perdebatan teori-teori masyarakat klasik (tradisional) petani begitu saja diremehkan peranannya Teori kapitalisme–liberal dan Marxisme klasik, memandang masyarakat petani kurang diperhitungkan sebagai subyek perubahan atau revolusi pembaharuan.
            Sejarah menunjukkan bahwa kehidupan petani di desa sepanjang abad telah mendominasi proses perubahan-perubahan besar, khususnya di lapangan hubungan antara petani dan golongan elite ekonomi dan politikagraria di Jawa. Perubahan ini antara lain disebabkan oleh munculnya negara-negara pusat yang kuat, apa itu negara kolonial atau negara kuat modern Indonesia sekarang ini dan dibawah pengaruh perkembangan ekonomi kapitalis internasional atas bagi hasil pertanian.
            Hal ini sebenarnya menandai bahwa dalam tahap tertentu pemahaman kehidupan politik masyarakat desa masa lampau menjadi bagian penting dalam studi-studi politik kontemporer. Dengan demikian kehidupan politik kaum tani dan buruh tani, dijadikan acuan sejarah untuk melihat kahidupan politik masa lampau di pedesaan Jawa, karena kehidupan politiknya didominasi oleh sektor pertanian tradisional agraris.
            Para ahli sejarah sosial modern dengan pendekatan yang lebih multidisipliner (komprehensif) mampu menyusun tesis-tesis keterlibatan petani dalam politik di pedesaan Jawa selama ini. Biasanya analisis terhadap keterlibatan petani ini mempergunakan tiga tesis utama, yakni:
Pertama adalah tesis yang menekankan adanya polarisasi masyarakat pedesaan yang susunan kelasnya terdiri atas tuan tanah dan petani penggarap, yang keduanya berada dalam kedudukan berhadapan dan terjadi kesenjangan antara keduanya. Dalam teori J. Paige determinan penting kelakuan politik dan ekonomi baik petani penanam maupun non penanam (non cultivator) adalah berupa tanah, modal atau tenaga kerja. ketergantungan kedua kelas itu pada ketiga faktor tersebut dicerminkan oleh interaksi dari kelakuan mereka.
Kedua adalah tesis yang menekankan ketegangan yaitu mereka yang kuat agama (santri) dan mereka yang tidak agama (abangan).
Ketiga adalah yang berusaha menjelaskan bahwa keterlibatan politik kaum tani adalah gabungan dari dua tesis diatas. tesis ini mengemukakan bahwa masyarakat petani menderita dua macam konflik, yakni sosialekonomi dan kultural. Daniel S. Lev dalam memberi kata pengantar monografnya Margo L. Lyon juga berpendapat bahwa dasar dari pertentangan di pedesaan Jawa adalah economic resources and religius faith –sustenance of body and soul penyebab utama konflik dan pergolakan pada masyarakat Jawa lebih diakibatkan oleh persoalan perut dan ideologi.
            Banyak peristiwa politik,ekonomi dan agrarian yang terjadi dalam masyarakat pedesaan dalam negara Orde Baru, semata-mata hanya merupakan respon dari kalangan petani terhadap perilaku negara yang berlebihan. Tahun 1989 memcatat munculnya banyak peristiwa sosial penting, yakni pelanggaran terhadap hal azasi manusia baik politik, ekonomi dan lingkungannya. respon-respon yang dilakukan masyarakat petani tersebut,telah memaksa masyarakat pedesaan berdiri pada posisi yang berhadapan dengan negara. Di mana segala bentuk kepentingan negara menjadi keharusan bagi masyarakat petani untuk selalu mendukungnya. Di sisni merupakan bukti bahwa otoriterisme negara, telah menempatkan kepentingan masyarakat pedesaan bersifat minimal dan pinggiran dalam kehidupan berbangasa.   

Redefinisi Demokrasi di Pedesaan Jawa
Demokrasi dalam ilmu politik dapat dilihat dalam dua dimensi utama. Pertama dari dimensi konseptual ideal normative (yuridis formal). Kedua dari dimensi empirik pragmatis yang melihat bagaimana demokrasi dilaksanakan secara nyata dalam kehidupan sehar-hari maupun dalam kehidupan bernegara. Dalam pengertian yang terakhir ini demokrasi dinilai dari segi penampilan (performance) masyarakat dalam berpolitik (democracy in action).
            Alasan utama yang mendorong pendekatan ke arah demokrasi empiris–pragmatis dan upaya ke arah defiisi demokrasi dalam konteks pedesaan adalah pertama-tama lebih diakibatkan oleh sudah tidak memadainya lagi klaim normatif dari demokrasi dengan berbagai bentuknya untuk menjelaskan fenomena yang tengah terjadi pada masyarakat civil di tingkat bawah terutama masyarakat pedesaan. Definisi dan klaim normatif dari demokrasi tersebut pada tahap-tahap selanjutnya kurang  bisa menjelaskan perilaku dan watak dasar dari Dunia Ketiga yang otoriter-represif, sehingga gagal menangkap peran masyarakat atau rakyat yang sangat minimal dan pingiran dalam proses politik.
            Kedua, sudah tidak memadainya lagi tolok ukur demokrasi secara konvensinal seperti Pemilu dan Pilkades di pedesaan Jawa, untuk menjadi tolok ukur demokratis tidaknya kehidupan politik masyarakat karena dari segi konsep demokrasi di pedesaan masih terbukanya peluang untuk secara definitif mampu menjelaskan persoalan yang terjadi.
            Dengan demikian konsepsi demokrasi apabila dikaitkan dengan keputusan-keputusan politik yang mengharuskan keterlibatan rakyat akan tampak bahwa Pemilu ataupun Pilkades bukan hanya tidak penting namun juga sudah sangat tidak memadai untuk menangkap peran demokrasi kerakyatan secara utuh di tingkat pedesaan. Sebab, setelah moment demokrasi konvensional itu selesai, terasa sekali rakyat sudah tidak lagi terlibat dalam proses pembuatan keputusan apalagi melakukan kontrol terhadap kekuasaan.
            Dengan demikian perlunya reorientasi akan tolok ukur yang konvensional di pedesaan Jawa yang selama ini terabaikan dan tidak ditangani secara serius. Artinya partisipasi politik formal seperti Pemilu dan Pilkades yang selama ini menjadi tolok ukur demokratisasi di pedesaan seharusnya sudah mulai mempertimbangkan konsep-konsep yang lebih realistis yang mempertautkan proses kehidupan masyarakat desa yang lebih menyeluruh, dalam tata cara masyarakat pedesaan untuk mencari nafkah dan memperjuangkan kehidupannya.
            Dalam Pemilu di pedesaan Jawa selama ini yang dilakukan oleh negara Orde Baru dalam jangka panjang akan sangat merugikan karena yang sesungguhnya terjadi adalah mobilisasi dan depolitisasi politik. Mekanisme politik di pedesaan itu sama sekali kurang menghadirkan pendidikan politik modern atau pertumbuhan demokrasi.
            Pendapat klasik yang normatif selalu menekankan bahwa susunan organisasi desa dan tata kerja di pedesaan sudah disusun berdasarkan hukum asli Indonesia dan disusun atas asas demokrasi. Akan tetapi perkembangan selanjutnya jelas semakin menuntut suatu perhatian yang serius. Di sini demokrasi desa yang dulu dihadapkan dengan negara feodal keraton telah sangat mamadai untuk menjelaskan demokrasi desa yang sekarang ini. Perkembangan negara modern sekarang ini, khususnya Orde Baru jauh lebih kuat untuk melakukan kooptasi dan penetrasi terhadap masyarakat desa dibandingkan dengan negara feodalis keraton.
            Pandangan yang lebih kritis tentang eksistensi demokrasi di pedesaan Jawa datang dari Parsudi Suparlan maupun Yumiko dan Prijono Tjiptoherijanto Parsudi Suparlan pada akhirnya menyimpulkan bahwa politik yang berlaku pada masyarakat tradisional di pedesaan Jawa sebenarnya tidak bisa disebut bercorak demokratis. Argumentasinya adalah walaupun desa mempunyai hak otonomi tetapi pengaruh dari dan orientasi kepada kekuasaan negara (kraton) tak bisa dikesampingkan yang besar kecilnya pengaruh itu tergantung dari jarak desa dari pusat negara. Demikian pula seperti apa yang diajukan oleh Soetjipto Wirsarjono yang berpendapat bahwa sesungguhnya banyak aspek kultural dari kehidupan bangsa Indonesia masa lampau yang berlawanan dengan hakekat tatanan kehidupan yang a-demokratis, seperti penindasan, ketidakberdayaan, dll. Sehingga ia menolak eksistensi demokrasi pedesaan Jawa masa lampau itu.
            Dalam ilmu sosial nampaknya persoalan ada tidaknya demokrasi masa lampau pada tingkat pedesaan masih menjadi bahan perdebatan terutama karena perbedaan menganai pemahaman “demokrasi di pedesaan Jawa”. Perbedaan dalam cara meletakkan pembicaraan kelompok pertama ini adalah dalam pandangan atau konteks normatif-das sollen (apa yang seharusnya) orang akan melihat nuansa romantisme yang mengatakan bahwa demokrasi di pedesaan itu masih ada dan tetap bertahan dalam tradisi Jawa yang menjunjung tinggi nilai gotong royong dan musyawarah. Artinya banyak aspek kultural dari kehidupan rakyat di pedesaan Jawa yang bisa menjelaskan adanya sistem politik efektif yang bisa disebut demokrasi. Biasanya pendangan yang demikian ini menggunakan difinisi yang sangat normatif dan berbau kultural.
            Sedangkan kelompok kedua dalam konteks pemahaman empirik-das sain (apa yang senyatanya) melihat bahwa demokrasi di pedesaan Jawa itu adalah sesuatu yang romantis, tidak bemar-benar ada dalam realitas kehidupan pedesaan. Argumentasinya adalah cukup banyak bukti kajian secara empirik pragmatis apa yang dsebut sebagai praktek “demokrasi” di pedesaan itu akan ditemukan aspek kultural dasar yang berlawanan dengan hakekat tatanan masyarakat yang demokratis. Biasanya kelompok yang kedua ini menggunakan definisi secara luas kontemporer dan sekaligus empirik.
            Eksistensi demokrasi di pedesaan Jawa mengandung arti ada tidaknya pengakuan, perlindungan dan penerapan hak-hak azasi manusia rakyat pedesaan. Demokrasi pedesaan tidak dapat lepas dari konteks perkembangan obyektif masyarakat sejak ia melepaskan diri dari kekuasaan feodalisme hinga ke kapitalisme dan sosialisme. Disini pemahaman demokrasi di pedesaan Jawa hanya akan terjelaskan dengan terlebih daulu memahami struktur sosial pedesaannya. Persoalannya adalah apakah struktur sosial pedesaan Jawa yang sekarang ini bisa dijadikan landasan kehidupan yang demokratis. Karena kondisi struktur ini sangat menentukan berjalan tidaknya demokrasi di pedesaan Jawa.
            Hampir dapat ditentukan bahwa struktur sosial yang timpang dipedesaan Jawa jelas akan mempersulit pelaksanaan demokrasi itu sendiri, karena kekuatan-kekuatan yang nyata dan diuntungkan oleh proses sejarah barangkali tidak setuju dengan proses demokrasi. Sekalipun dalam buku ini mempertautkan struktur sosial di dalam pedesaan Jawa, akan tetapi yang lebih penting disini adalah bahwa negraa mendominasi kekuatan supra desa.

Kebijaksanaan Politik di Pedesaan Jawa
            Diatas sudah dijelaskan bahwa “kebijakan politik di pedesaan Jawa” adalah merupakan bagian penting dalam memahami proses hubungan antara desa dan negara di Indonesia. Kebijaksanaan politik ini, menjadi penting tatkala negara mendominasi hampir seluruh proses pembuatan, pelaksanaan dan penentuan hasil dari kebijaksanaan di pedesaan itu. Contoh dari realitas itu adalah diterapkannya strategi-strategi pembangunan pedesaan dan pertanian yang berorientasi pada pendekatan klasik “atas-bawah” (top down approach). Jelas bahwa jenis pendekatan ini telah banyak mendapatkan kritik dari berbagai kalangan, karena asumsinya yang terlampau kuno dan tidak memadai dalam perdebadan teori pembangunan yang kontemporer yang lebih banyak menekankan aspek kebebasan dan kesejahteraan manusia sebagai subjek pembangunan.
            Realitas dari dominasi negara ini juga mengakibatkan kebijaksanaan di bidang politik pedesaan dan ekonomi pertanian seringkali mengalami kemacetan atau bahkan benturan-benturan yang seringkali memunculkan krisis yang merupakan respon dari masyarakat di pedesaan. Kondisi ini pada dasarnya diakibatkan oleh dominasi dan watak dasar dari negara Orde Baru yang sangat intervensionis dan represif terhadap perkembangan masyarakat sipil. Selain tentu saja kurangnya pemahaman yang memadai terhadap pembangunan dan dinamika masyarakat yang sedang berjalan.
            Peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru, telah mengakibatkan lahirnya suatu proses reorganisasi kehidupan kelembagaan dan politik pedesaan yang sangat mendalam. Dikeluarkannya doktrin “masa mengambang”, suatu istilah politik yang diperkenalkan pemerintah Orde Baru pada tahun 1971, yang pada hakekatnya merupakan pemisahan politik efektif pedesaan dari keterlibatan partai 1975, saat lahirnya ketentuan yang melarang kehadiran semua cabang partai politik di bawah tingkat kabupaten.
            Kita lihat berbagai wadah kaum tani dan buruh pedesaan yang semula berafiliasi dengan partai-partai politik, sekarang kedudukannya digantikan oleh suatu badan tunggal yang didominasi dan disponsori oleh negara, seperti HKTI (Himpunan Kelompok Tani Indonesia). Lembaga-lembaga kehidupan politik tradisional di pedesaan juga semakin hilang sifat partisipatorisnya seperti LMD (Lembaga Musyawarah Desa) dan pemilihan terhadap kepala desa (pemimpin desa).

Dimensi Politik UU No.5 Tahun 1979
            Asumsi utama yang ingin dikembangkan disini adalah, bahwa Undang-Undang No.5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa merupakan bagian dari kebijaksanaan politik negara Orde Baru dalam rangka mengintegrasikan dan mengkooptasi masyarakat desa kedalam negara dalam pandangan Donald K. Emmerson sebagai memadukan masyarakat (The State Unites society). Dengan demikian Undang-Undang tersebut merupakan awal dari proses politik untuk dasar legitimasi dan dominasi desa oleh negara dalam pelaksanaan program-program pembangunannya negara Orde Baru.
            Proses memasukkan desa dalam negara Orde Baru dengan UU No.5 Tahun 1979 ini, melalui proses penyeragaman aturan terhadap pemerintah desa adalah suatu proses politik yang baru yang belum pernah terjadi dalam rezim negara sebelumnya di Jawa
            Undang-Undang ini memandang desa-desa di Indonesia merupakan suatu bentuk komunitas tunggal dan seragam (uniform), otoritas budaya adat atau lokal menjadi sesuatu yang bisa diabaikan dalam kerangka dominasi kepentingan negara itu. Oleh karena itu dapat dimengerti kalau banyak kebijakan dan inovasi dari negara mengalami kegagalan, oleh sebab inovasi eksternal itu kurang memahami kehendak sistem sosial dan komunitas setempat.
            Dalam dimensi yuridis administratif undang-undang itu jelas merupakan kemajuan politik negara Orde Baru, akan tetapi sebaliknya nampak bahwa undang-undang itu merupakan kemunduran politik bagi demokrasi dan perkembangan masyarakat sipil di pedesaan. Kehadiran UU No.5 Tahun 1979 memang telah melakukan beberapa perubahan dalam mekanisme penyelenggaraan pemerintahan desa secara prinsipil, apabila dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Beberapa perubahan itu antara lain seperti diungkapkan oleh Hasyuri Haschab yakni :
  1. Secara resmi organisasi pemerintahan dipisahkan antara yang bersifat administratif yaitu kelurahan dengan desa yang bersifat otonom
  2. Untuk pertama kalinya secara nasional, pejabat dan organisasi pemerintahan yang terendah dipegang oleh pegawai negeri
  3. Penghapusan lembaga perwakilan masyarakat desa
  4. Pengukuhan kepala desa sebagai pusat kekuasaan di desa
  5. Penyeragaman struktur organisasi struktur pemerintah desa

Kepala Desa dan Pemilihan Kepala Desa
            Kepala desa sebenarnya dalam negara Orde Baru merupakan manifestasi atau presentasi dari negara. Oleh karena itu ada kekeliruan kalau menganggap (mengharapkan) kepala desa merupakan wakil dari masyarakat desa yang harus berhadap-berhadapan dengan kepentingan negara
            Dalam konteks yang demikianlah tema kebijaksanaan politik dari negara itu ingin dikemukakan. Oleh karena itu sejak masa pra-kolonial (feodal) sampai dengan negara Orde Baru sekarang ini kepala desa atau Kades khususnya di pedesaan Jawa, masih merupakan posisi kunci bagi keberhasilan pembangunan.
            Dapat dimengerti pandangan negara dalam setiap periode apapun akan tetap memandang penting desa-desa di Jawa, untuk menjadikannya daya dukung dan sumber legitimasinya. Akar-akar kekuasaan dan kebudayaan tradisionil Jawa yang sangat patrimonial hierarkis adalah sesuatu yang sangat dipahami oleh negara. Realitas itu membawa negara sampai pada suatu kesimpulan bahwa kooptasi dan pengaturan terhadap masyarakat harus terlebih dahulu menciptakan aturan-aturan terhadap kepala desa dan proses pemilihan kepala desa.
            Sekalipun Pilkades dan Pemilu dalam negara Orde Baru sekarang ini telah begitu didominasi oleh negara akan tetapi nampak bahwa Pilkades lebih menjamin partisipasi masyarakat. Alasannya adalah : ada interaksi pribadi dan langsung antara calon dengan dan pemilih, program dan isu pemilihan lebih jelas dan kongkrit serta langsung menyangkut masalahnya dan ada sedikit banyak kebebasan memilih karena tidak ada pentargetan dari atas serta “penggiringan” yang semi korsif ke kotak suara. Akan tetapi bukan berarti disini tidak ada konflik yang serius antara negara dengan masyarakat, fenomena kotak kosong, protes massa, seleksi calon, calon tunggal, uang pelicin, kegagalan Pilkades adalah contoh dari ketegangan itu.
            Disini negara Orde Baru telah secara intensif menciptakan birokrasi yang kuat dalam pemerintahan desa. Dengan demikian kondisi politik di pedesaan Jawa adalah hasil dari kekuatan negara. Dan oleh karena itu dapat dipahami bahwa pemerintah desa lebih merupakan representasi dari negara daripada wakil dari masyarakat yang harus melindungi kepentingan desa. Ini perlu dikedepankan, karena ditakutkan akan menghasilkan pemahaman yang keliru terhadap usaha penjelasan deskriptif-kulaitatif dari hubungan tersebut
            Pilkades sebagai sarana pendidikan politik rakyat, yang mengarah pada demokrasi pedesaan akan sangat berkembang kalau seminimal mungkin mengurangi campur tangan negara secara berlebihan. Diharapkan kondisi ini akan menciptakan kesadaran akan kebebasan berpendapat dan menentukan kualitas kepemimpinan di pedesaan.

Saturday, March 19, 2011

Medan Kebanjiran, Pemko Diminta Tak Beri Izin Pembangunan di Jalur Hijau



MEDAN - Banjir yang terjadi beberapa waktu lalu yang mencapai 3 meter beberapa kecamatan kota Medan diakibatkan terjadinya penyempitan dan Pendangkalan sungai,serta penggunaan jalur hijau Daerah Aliran Sungai (DAS) tanpa memandang tata ruang. Tidak adanya tempat resapan air lagi sesuai dengan sebelumnya.

Hal ini dikatakan Danil Pinem sekeretaris Fraksi PDI Perjuangan kota Medan, di gedung DPRD kota Medan. "Memang akibat terjadinya banjir selama ini ada beberapa faktor, diantaranya adanya penyempitan dan pendangkalan sungai. Ini diakibatkan adanya pemakaian jalur hijau di DAS yang tidak lagi memandang tata ruang sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Seharusnya, Pemerintah Kota (Pemko) Medan dalam hal ini Walikota lebih memikirkan nasib warganya ketimbang memikirkan Pendapat Asli Daerah (PAD) yang ujung-ujungnya hanya menyengsarahkan masyarakat."ucap Daniel kepada wartawan.

Pemko Medan lanjutnya, seharusnya tidak memberikan izin - izin terhadap para pengembang yang dinilai telah melanggar peraturan dan perundang-undangan terutama yang memakai jalur hijau di DAS seperti  Apartemen Cambridge diJalan S Parman, Delta di jalan Juanda, bekas lahan restoran Lembur Kuring Polonia Medan, Apartemen Royal Condommunium di Jalan Palang Merah dan Perumahan Oma Deli Islam di Kelurahan Tanjung Selamat Kecamatan Medan Tuntungan yang telah memindahkan jalur sungai.

"Untuk kedepannya kita minta Pemko Medan untuk tidak memberikan izin-izin kepada para pengembang properti,terutama yang lahannya sangat berdekatan dengan jalur hijau di DAS. Jangan adalagi penggunaan lahan dibibir sungai, dan sungai ada dikota Medan ini juga harus dikorek sedalam mungkin. Jadi dengan adanya pernyataan Badan Metrelogi ,Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bakal ada banjir susulan harus segera diantisipasi secepatnya."ijarnya

Karena kita tidak ingin adalagi masyarakat yang sengasara akibat banjir tersebut, ujaranya �sebab banjir yang terjadi pada hari Jum'at (6/1) yang lalu telah merugikan banyak masyarakat Medan. segala harta benda mereka banyak yang hilang dan rusak akibat banjir� katanya.

Dimintanya, pemko Medan harus segera mengantisipasi banjir susulan sebagaimana yang telah diWarning BMKG kota Medan. Dan begitu juga masyakarat juga semestinya juga harus waspada dengan adanya ancaman banjir susulan.

sengingat Daniel dahulu saat masih kecil-kecil kalaui mau kesunggal hanya menggunakan rakit saja  dari sembahe enak saja jalannya melalui sungai yang mengarah kemedan. Kalau sekarang kalau mau keSunggal naik rakit tidak bisa lagi karena sungai sudah dangkal dan sungainyapun sudah sempit.

Jembatan Gantung Rusak Diterjang Banjir Butuh Perbaikan



MARTUBUNG | - Meski kondisi kerusakan Jembatan Gantung atau Titi Bambu yang berada di Lingkungan II Kelurahan Martubung sudah parah tak bisa dimanfaatkan warga.

Namun hingga kini belum kunjung diperbaiki, akibatnya para penguna jalan serta warga sekitar Martubung maupun Rengas Pulau Marelan tak lagi bisa memanfaatkan jembatan gantung tersebut pasca diterjang banjir bandang.

Padahal jembatan tersebut merupakan sarana transportasi penghubung daerah Pajak Sore Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan dengan Jalan Ileng Kecamatan Medan Marelan yang sejak dahulu.

Sejumlah warga yang ditemui DNAberita Rabu (12/01/2011) di sekitar jembatan gantung tersebut berharap agar Pemko Medan segera membantu perbaikan kondisi jembatan gantung yang hingga kini membutuhkan perbaikan.

"Kami sudah usulkan agar jembatan gantung yang merupakan jembatan bersejarah ini segera diperbaiki, lebih bagus dipermanenkan sehingga bisa maksimal dimanfaatkan warga sebagai sarana penghubung," harap Lurah Martubung Hermawan HB saat meninjau lokasi jembatan.

Jembatan Gantung Rengas Pulau Ambruk, Ribuan Rumah Terendam di medan utara

Januari 7, 2011


Warga berusaha membersihkan sampah yang tersangkut di jembatan gantung di lingkungan 30 Kelurahan Rengas Pulau, Kecamatan Marelan, yang menghubungkan daerah itu dengan Lingkungan 2, Kelurahan Martubung, Kecamatan Medan Labuhan. Akibat luapan Sungai Deli itu jembatan tersebut nyaris putus, Kamis (6/1). (Berita Sore/Rustam Effendi )
* Warga Aur Sibuk Bersihkan Lumpur
BELAWAN (Berita): Akibat banjir bandang kiriman dari kawasan hulu Sungai Deli, jembatan gantung yang mengku-bungkan Kelurahan Rengas Pulau, Kecamatan Medan Marelan dengan  Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan, ambruk dan nyaris putus, Kamis (06/01).
Selain itu ribuan rumah warga, perkantoran dan sekolah di empat kecamatan di Medan Utara yakni Kecamatan Medan Labuhan, Medan Deli, Medan Marelan dan Medan Belawan, terendam banjir.
Walaupun dalam peristiwa itu tidak ada korban jiwa, namun warga yang tinggal berdekatan dengan daerah alisan sungai (DAS) Sungai Deli ter-paksa mengunsikan harta benda miliknya ke daerah yang lebih tinggi.
Bahkan, warga Lingkungan 4, Kelurahan Martubung, Kecamatan Medan Labuhan, ter-paksa menggunakan sebaha-gian badan jalan tol sebagai tempat mengungsi.
Begitu juga aktivitas perda-gangan di Pasar Impres Sim-pang Kantor lumpuh. Seluruh kios atau stan yang berada di dalm pasar itu tutup akibat tergenang air yang semakin tinggi. Hal yang sama terjadi di SMP Negeri Medan Labuhan, sehingga aktivitas di sekolah itu terhenti akibat banjir.
Ancaman banjir mulai diketahui warga sejak Kamis dini hari sekitar pukul 03.00. Namun, banjir mulai terjadi sejak pukul 09.00 pagi hingga mencapai puncaknya sekitar pukul 13.00.
Umumnya air yang menggenangi ke empat kecamatan itu berasal dari luapan air sungai. Sedangkan aerah terparah terendam air terjadi di kawasan Simpang Kantor Kecamatan Medan Labuhan dan kawasan Titi Papan, Kecamatan Medan Deli. Terlihat Jalan Yos Sudarso yang melintasi kedua kawasan itu digenangi air setinggi paha orang dewasa.
Akibatnya arus lalu lintas di jalan tersebut nyaris terhenti, sebab hanya mobil berbadan besar saja yang bisa melintas, sedangkan mobil sedan dan sepeda motor tidak bisa melewati ketinggian air.
Pantauan Berita,  belum ada pendirian posko bantuan di dua daerah parah banjir itu dan Muspika masih sibuk membantu warga dan melakukan tindakan pengamanan terhadap daerah bantaran Sungai Deli yang rawan pecah.

Libur Minggu Warga Medan Utara Serbu Danau Siombak


MARELAN - Libur di hari Minggu (20/02/2011) sebagian besar warga di kawasan Medan Utara sekitarnya menghabiskan waktu wisata naik odong-odong serta kapal di kawasan wisata Danau Siombak Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan.

Kegiatan wisata keluarga itu hampir setiap hari libur memenuhi bibir Danau Siombak, soal tarif sewa kapal untuk berkeliling danau, perorangnyan hanya dikenakan biaya sebesar Rp5000/penumpang.

"Kami sengaja kemari untuk refresing keluarga yang tak jauh dari kota Medan, yang penting anak-anak kami bisa menikmati aneka macam permainan yang tak kala banyak seperti permainan yang ada di Plaza maupun Mall apalagi disini ada kapalnya untuk berkeliling melihat indahnya panorama pesisir di Danau Siombak," ungkap Bambang  (45) seorang ayah dari 3 anak yang saat itu sedang menikmati tumpangan kapal wisata di Danau Siombak tersebut.

Sedangkan pihak pengelola dana Siombak bemarga Hasibuan mengaku, mengelola kawasan Siombak menjadi pusat rekreasi keluarga bagi warga Kota Medan ini telah lama dirintisnya dengan biaya sendiri secara perlahan tapi pasti.

"Selain kapal boat wisata disini juga tersedia aneka ragam permainan mulai dari kereta api odong-odong, permainan becak dan kreta-kreta, kuda pusing, terjun tali lintas alam, kolam renang, mandi bola, serta taman bermain anak-anak," ujar pengelola taman di Danau Siombak tersebut.

Malam Ini Pemko Tetapkan Pesta Kembang Api di Danau Siombak



MARELAN  - Malam ini lokasio tujuan wisata Danau Siombak seluas sekitar 40 hektar dekat lokasi Kota China menjadi pusat pesta kembang api pada acara puncak pemyambutan tahun baru 2011 ini sesuai rencana akan dihadiri langsung Walikota Medan Drs Rahudman Harahap MM beserta Wakilnya Drs Dzulmi Eldin Msi.

Berbagai persiapan telah dilakukan pihak panitia penyelenggara kegiatan baik dengan memasang sejumlah spanduk maupun pemasangan poster guna mengundang minat warga kota Medan untuk mengunjungi pesta kembang api di danau siombak tersebut.

Hal itu dibenarkan Camat Medan Marelan Pulungan Harahap saat didampingi Ahmad BSC selaku Lurah Renggas Pulau saat ditemui DNAberita Jumat (31/12/2010) di kantor  Kecamatan Medan Marelan. Menurutnya, ini merupakan moment penting bersejarah bahwa Pemko Medan mempunyai kepedulian khusus pada kawasan Medan Utara.

Camat menghimbau, agar masyarakat dapat beramai-ramai mengunjungi lokasi tujuan wisata kota Medan tersebut bersama keluarga apalagi Siombak saat ini telah dilengkapi denga berbagai fasilitas hiburan keluarga dan anak-anak.

Camat Medan Marelan Pulungan Harahap menilai, kawasan kota Marelan saat ini sudah berkembang pesat dan tak kalah dengan kota kecamatan lainnya di kota Medan.

Camat juga tak sepaham bila kawasan Marelan dikategorikan sebagai kota tertinggal sebab disana-sini sesuai amatannya sudah penuh dengan berbagai pembangunan dan kita bersyukur perhatian khusus Walikota Medan pada perkembangan pembangunan di Medan Utara ini khususnya di Marelan demi menuju kesejahteraan masyarakat.

Benteng Kota Cina Ditemukan di Marelan

Benteng Kota Cina Ditemukan di Marelan

MEDAN-Situs Kota Cina di Medan Marelan telah lama digali, bahkan sejak tahun 1970-an. Namun hingga kini sisa-sisa kejayaan Kota Pelabuhan terbesar di Selat Malaka pada abad ke-12 itu, belum tereksplorasi seluruhnya. Bahkan, di mana saja bangunan penting dari kota tua itu, belum terpetakan dengan baik.

Tapi geger batu bata di Lingkungan VII, Kelurahan Paya Pasir, Medan Marelan, diperkirakan bakal membuka tabir masa lalu itu. Penggalian pun dilakukan tim dari Universitas Negeri Medan (Unimed) yang dipimpin sejarawan Sumut, Dr Phil Ichwan Azhari MS, Minggu (13/11). Bangunan yang diduga benteng Kota Cina itupun ditemukan pada kedalaman satu meter.

Penemuan ini berawal saat dua pekan lalu warga melakukan penimbunan Gang Kelinci, Lingkungan VII, Kelurahan Paya Pasir. Menurut Ansari alias Ain (49), saat itu di rumah keponakannya ada acara aqiqah. Agar undangan bisa melintas menuju rumah keponakannya itu, Ansari kemudian menimbun gang yang becek tersebut.

Dia mengambil batu bata ukuran besar yang sejak lama teronggok di sekitar Titi Miring (tak jauh dari Gang Kelinci, Red) untuk menimbun gang yang becek. Nah, entah dari mana informasi itu kemudian sampai ke Tim Unimed, mereka langsung mengadakan penelitian. Akhirnya, lokasi benteng Kota Cina yang sejak lama dicari pun ditemukan. Batu-batu sisa benteng yang terlanjur dijadikan penimbun gang pun diamankan. Sebagai penggantinya, Tim Unimed menimbun gang tersebut dengan batu bata yang baru.

“Waktu ada batu bata berserakan, maka kami mengutipnya untuk kami timbunkan di jalan (Gang, Red) depan rumah kami. Sebab, keluarga kami ada mau pesta aqiqah,” katanya ketika ditemui, Minggu (15/11) di rumahnya di Gang Kelinci. Pria yang kini tinggal di rumah tua peninggalan mertuanya itu menyatakan, selama ini dirinya tidak mengetahui tentang batu bata ini, sebab menurutnya batu bata yang ada, sama dengan batu bata yang selama ini diketahuinya. “Bentuknya sama, hanya besarnya saja yang berbeda. Batu bata peninggalan kota cina ini cukup besar,” bilangnya.

Menurut Ahmadi Sinaga, pria yang sejak tujuh tahun lalu berada di wilayah ini, sedikit memahami tentang titik situs Kota Cina. Hanya saja dirinya tidak mengetahui lebih mendetail tentang sejarah kota cina ini. Begitupun, Ahmadi Sinaga bersedia menemani wartawan koran ini.
Pria ini kemudian dengan leluasa menunjukkan situs kota cina dan tempat diperolehnya batu bata tersebut, yang diduga bekas benteng. Dia menjelaskan, batu penimbun gang itu hingga tempat asal batu bata itu. Bahkan, dia juga sudah mengukur panjang batu bata itu. Panjangnya sekura 26 Cm dengan lebar 13 Cm.

“Memang warga di sini tidak tahu kalau batu bata ini peninggalan benteng Kota Cina. Bagi warga sama saja semuanya jenis, batu bata ya batu bata. Makanya warga menjadikan batu bata peninggalan ini di gang agar tak becek,” katanya.

Pada kesempatan yang sama, sejarawan nasional dan Ketua Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan (Pusis Unimed), Dr Phil Ichwan Azhari MS menyampaikan, situs Kota Cina ditemukan pada tahun 1970. Ketika itu sejumlah arkeolog dari Perancis melakukan penelitian di Medan Marelan dan melakukan penggalian. Sebelum tim asing itu melakukan penelitian, sama sekali tidak pernah diketahui ada situs sejarah di kawasan itu.

Menurutnya, dia bersama dengan mahasiswa Unimed akan terus melakukan penggalian untuk mengetahui lokasi benteng dan bangunan penting lainnya, sehingga Kota Cina bisa terpetakan dengan baik. Dia juga ingin mengetahui titik benteng situs Kota Cina ini seluas apa, dan hingga dimana saja batas-batasnya. “Kami terus melakukan penggalian, sekarang kami sudah melihat ada batu-batunya,” ujarnya. Mereka akan terus melakukan penggalian, sampai semuanya jelas.

Ichwan membeberkan, sejak ditemukan, situs Kota Cina telah terpendam. Untuk melakukan penelitian, harus dilakukan penggalian hingga satu meter lebih. Penggalian diperkirakan akan mengalami hambatan, karena di atas tanah tersebut telah banyak berdiri bangunan rumah warga

Kerusakan Jalan Bhakti ABRI Martubung Ancam Pengguna Jalan



 
warga kasdi sijabat
LABUHAN  - Tak kunjung diaspalnya kerusakan badan jalan Bhakti ABRI Martubung Lingkungan X yang menghubungkan Komplek Griya Martubung dengan Kampung Besar (Kambes) Labuhan itu mengakibatkan hampir setiap harinya pengguna jalan maupun warga sekitar menjadi ekstra hati-hati apalagi kondisi jalan sudah seperti kuali.

Kondisi kerusakan jalan tersebut sudah banyak memakan korban jiwa, bahkan warga pernah terjerembab jatuh dalam kubangan kerbau tersebut untuk menghindari lobang namun tak disangka ban sepeda motornya malah tergelincir.

Melalui DNAberita.com, Sabtu (19/03/2011) di Marelan, warga berharap pihak Pemko Medan segera perbaiki kerusakan badan jalan tersebut sehingga warga tak menyesalkan membayar Pajak Bumi Bangunan (PBB).

Sebagaimana diketahui, kerusakan jalan diperparah lagi pada waktu malam hari, usai hujan pada hari ini kondisi badan jalan dengan lebar sekitar 4 meter tersebut  sering menimbulkan malapetaka bagi pengguna jalan tersebut.

Sejumlah tokoh masyarakat dan tokoh pemuda bernama Ansari (43)  mendesak pihak PU Bina Marga Kota Medan segera merealisasikan perbaikan jalan yang saat ini kondisinya sudah sangat memprihatinkan sangat sulit dilalui kenderaan bermotor.

Menurutnya, kerusakan badan jalan lintas itu harus segera diaspal sehingga warga disini tidak selalu menjadi langanan makan debu yang dikhawatirkan dapat mengganggu kesehatan masyarakat serta menimbulkan penyakit saluran pernafasan diantaranya batuk, TBC maupun gangguan penglihatan.

Tempat terpisah, Camat Medan Labuhan Zain Noval yang ditemui terkait jalan rusak tersebut mengaku tahun ini perbaikan Jalan Bahakti ABRI sepanjang sekitar 3 Km akan diaspal sebab sudah masuk daftar perbaikan serta pengaspalan badan jalan di wilayah Kecamatan Medan Labuhan, ujarnya singkat.
 

Friday, March 18, 2011

KA Siantar Ekspress dan Stasiun KA sepanjang Jalur Medan – Siantar

KA Siantar Ekspress (KA Sireks)
KA Siantar Ekspress merupakan satu rangkaian KA penumpang kelas ekonomi (K3) yang menguhubungkan Kota Medan dengan Kota Pematang Siantar yang berjarak tempuh sekitar 127 km via Lubuk Pakam dan Tebing Tinggi.
Pada tanggal 11 September 2009 PT KA Divre 1 secara resmi menambah jumlah pemberangkatan KA Sireks menjadi 2 kali PP dari sebelumnya yang hanya sekali saja sebagai antisipasi meningkatnya jumlah penumpang pada musim libur lebaran tahun 2009 ini. Waktu pemberangkatan dari Siantar adalah jam 06.30 dan 15.30, sedangkan pemberangkatan dari Medan jam 11.00 dan 20.00 WIB. Dengan harga tiket Rp. 12.000 untuk orang dewasa dan Rp.10.000 untuk anak-anak. Harga tiket ini jelas lebih murah dibandingkan dengan harga tiket bus antar kota yang bisa mencapai Rp.30.000 sekali jalan. KA Sireks lebaran memiliki stamformasi rangkaian 3 K3 dan 1 BP yang ditarik oleh sebuah lokomotif BB 303.
way to perbaunganSebelum musim lebaran ini, KA Sireks hanya diberangkatkan satu kali saja yakni jam 06.45 dari Stasiun KA Siantar dan jam 17.00 dari Medan. Rangkaian KA Sireks saat itu hanya terdiri atas 2 kereta penumpang kelas 3 atau K3 yang ditarik oleh satu buah loko. Uniknya, begitu mencapai Stasiun KA Tebing Tinggi rangkaian ini akan dilepas dari lokomotifnya dan dilangsir untuk digabungkan dengan rangkaian KA Putri Deli relasi Tanjung Balai/Kisaran – Medan. Rangkaian yang sama-sama akan menuju Stasiun Medan ini digabungkan supaya lebih hemat biaya operasionalnya. Sebaliknya pun begitu, ketika diberangkatkan dari Medan “diikutkan” dengan rangkaian KA Puteri Deli dan kemudian dilepas di Tebing Tinggi untuk ditarik dengan loko-nya sendiri menuju Pematang Siantar.
Sekitar tiga tahun lalu relasi Siantar – Medan dilayani oleh rangkaian KA Dolok Martimbang yang merupakan rangkaian KA Bisnis. KA ini banyak digunakan oleh para pelaku bisnis dan mahasiswa yang memiliki kesibukan di Kota Medan. Namun seiring berjalannya waktu, KA ni terpaksa dihapus dari jadwal perjalanan karena terus merugi, hingga akhirnya tidak ada lagi KA kelas bisnis yang melayani petak Siantar – Medan.
Perjalanan naik KA disepanjang Medan – Siantar akan diwarnai oleh pemandangan-pemandangan khas sumatera utara yakni pemandangan sawah padi sepanjang daerah Lubuk Pakam, kebun sawit di daerah sekitar Tebing Tinggi dan kebun karet di daerah sekitar jalur Tebing Tinggi – Siantar. Hal ini disebabkan karena jalur-jalur KA Sumatera Utara memang melintasi banyak perkebunan-perkebunan yang sejak dulu merupakan andalan potensi sumber daya alam Sumatera Utara.
Selain KA Sireks, KA yang melewati jalur ke Siantar ini adalah KA pengangkut BBM dari Stasiun Labuan di Jalur Medan – Belawan. KA BBM ini mengisi ketel di Depot Pertamina Labuan untuk didistribusikan ke daerah pemasaran Pertamina di Depot Pematang Siantar. Selama musim libur lebaran ini frekwensi KA Barang harus dikurangi sehingga untuk menyiasatinya PT KA menggunakan dobel traksi lokomotif supaya tetap bisa menarik rangkaian ketel BBM dengan jumlah yang banyak.
Stasiun yang dilewati oleh KA Siantar Ekspress
Dari Stasiun Medan, KA Sireks akan melalui beberapa stasiun sebelum sampai ke Pematang Siantar. Terdapat cukup banyak stasiun-stasiun yang dilalui, baik yang masih aktif maupun yang sudah mati (atau dimatikan)…nah dalam tulisan ini gw masukin aja semuanya untuk dijadikan bagian II dari tulisan gw sebelumnya tentang stasiun KA di Divre 1  yakni tentang stasiun di jalur KA Medan – Belawan.
Stasiun-stasiun yang berada di jalur KA Medan  – Siantar gw tulis dibawah ini. Bercetak tebal maksudnya adalah stasiun yang masih aktif, sedangkan yang bercetak miring adalah stasiun yang udah nggak lagi aktif .
Stasiun Besar MEDANMedan Pasar - Kebon PisangBandar KhalifahBatang KuisSerdangAraskabuLUBUK PAKAMPerbaunganDei Muda – Lidah TanahSei Bulu (Sungai Bulu)Teluk MengkuduRampahBambanRambutan – Rantau HalabanTEBING TINGGIPabatu – Naga Kasiangan – Gunung Kataran – Kalemba – BajalinggeDolok Merangir - Sinaksak – Martoba - SIANTAR.
Ni sedikit deskripsi dan foto dari stasiun-stasiun tersebut…
Stasiun Besar MEDAN — dapat dilihat disini
Stasiun Medan Pasar
Stasiun Medan Pasar terletak di Jalan Thamrin Medan, persis disamping Thamrin Plaza. Posisi stasiun yang cukup tertutup oleh kepungan bangunan besar dan jalan yang tak pernah sepi membuatnya nyaris tak kelihatan. Stasiun ini lebih mirip halte dibanding stasiun, karena hanya terdapat 1 spoor lurus saja sehingga untuk kereta-kereta yang mau bersilang harus dilakukan di Stasiun Besar Medan atau Stasiun Bandar Khalifah. Kereta yang berhenti disini hanyalah kereta-kereta kelas ekonomi yakni KA Siantar Ekspress dan KA Puteri Deli.
Medan Pasar (1)Medan Pasar
Stasiun ini merupakan tempat favorit para pedagang asongan untuk naik dan jualan diatas kereta. Begitu KA datang Pedagang minuman-akwa-mijon, pedagang mi instan cup dan kopi panas, pedagang sate-satean, pedagang mie campur pecal dan pedagang koran langsung memenuhi kereta.
Kebon Pisang — Stasiun mati
Stasiun Bandar Khalifah
Bandar khalifah (1)Bandar khalifah
Stasiun Batang Kuis
Stasiun ini teletak di daerah Tanjung Morawa, sebuah daerah industri dan sentra pabrik-pabrik kelapa sawit di pinggiran kota antara Medan dan Lubuk Pakam.
Batang Kuis (1)Batang Kuis
Serdang — Stasiun mati
Stasiun Araskabu
Stasiun kecil yang terletak di tengah-tengah persawahan dan kebun penduduk antara Batang Kuis dan Lubuk Pakam ini nantinya akan menjadi stasiun yang lebih ramai dari saat ini. Hal ini dikarenakan nantinya Araskabu akan menjadi stasiun yang akan menjadi persimpangan jalur menuju bandar udara Medan yang baru yakni Bandara Kuala Namu. Bandara yang direncanakan sebagai pengganti Bandara Polonia ini rencananya akan dilayani oleh jalur KA sebagai salah satu sarana intermoda transportasi. Rencananya di tahun 2010 nanti pembangunan jalur KA Araskabu – Kuala Namu sepanjang +/- 3.5 km sudah bisa selesai. GW sih berharap semoga nantinya KA yang melayani jalur ini sejatinya merupakan KA komuter… mau KRD MCW oke, KRDI apalagi… hahahaha… ngarep mode: on…yang penting jalurnya hidup dan waktunya tepat, soale lumayan jauh dibandingkan dengan posisi Bandara Polonia saat ini. Pasti akan agak ribet ngatur jam berangkat dari rumah kalo mau terbang lewat Kuala Namu.
Araskabu (1)AraskabuStasiun Araskabu pada saat ini memiliki 2 spoor, yakni 1 spoor lurus dan 1 spoor belok untuk persilangan antar KA.
STASIUN LUBUK PAKAM
Stasiun Lubuk Pakam adalah sebuah stasiun yang bentuknya cukup berbeda dengan stasiun lainnya di Sumut. Stasiun ini memiliki atap datar dan memiliki ruang tunggu terbuka yang menjadi pusat perhatiannya. Stasiun ini juga merupakan tempat penimbunan kricak atau batu-batu ballast untuk digunakan di jalur-jalur KA Sumatera Utara, oleh karena itu disekitar stasiun ini terdapat banyak gerbong-gerbong TTW, YYU dan TTRW yang digunakan sebagai pengangkut kricak. Sebagai tambahan, silakan klik disini.
Lubuk PakamLubuk Pakam (1)
Stasiun Perbaungan
Stasiun Perbaungan terletak di Kota Kecamatan Perbaungan. Di stasiun ini masih terdapat reruntuhan bekas-bekas water tower, loco shed dan pancuran air untuk loko-loko uap di zaman DSM. Persilangan kereta pun sering dilakukan di stasiun ini. Sebagai tambahan, silakan klik disini.
Perbaungan (1)Perbaungan
Deli Muda — Stasiun mati
Stasiun Lidah Tanah
Lidah TanahStasiun Lidah Tanah terletak di daerah Desa bengkel. Desa Bengkel ini merupakan sentra penjualan oleh-oleh dan makanan kecil di Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Makanan khas yang sangat terkenal dari tempat ini adalah dodol-nya dengan variasi rasa yakni dodol rasa asli, rasa pandan dan rasa durian…. lho, kok malah ngomongin makanan… kwkwkwk… back to topic…
Stasiun Lidah Tanah ini buat gw sangat menarik, selain karena tempatnya yang lumayan terpencil dipojok keramaian desa bengkel, stasiun ini juga punya arsitektur yang keren banget… Belanda abis! dengan pintu-pintu besar, langit-langit yang tinggi dan tembok yang keliatan banget masif dan kokohnya… Stasiun ini punya 2 spoor, 1 spoor lurus dan 1 spoor belok untuk persilangan. Uniknya, bantalan di spoor beloknya masih pake bantalan besi jadul yang dibuat agak melengkung ditengah (hampir setengah lingkaran keknya malah)… dan kalo diliat masih ada yang berangka tahun lama… antik!
Kebetulan pas gw ke stasiun ini ada satu unit Ballast Regulator PBR 202 milik Dipo Mekanik Tebing Tinggi yang lagi stabling di spoor 1 stasiun ini.
Sei Bulu (Sungai Bulu) — Stasiun mati
Stasiun Teluk Mengkudu
Teluk MengkuduTeluk Mengkudu (1)
Stasiun Rampah
Stasiun KA Rampah terletak di Kecamatan Sei Rampah, ibukota Kabupaten Serdang Bedagai. Di bagian belakang stasiun ini banyak terdapat ruko-ruko berlantai 4 – 5 yang dibuat untuk memelihara burung-burung walet… Stasiun ini punya ukuran yang relatif cukup besar dibanding stasiun-stasiun lain di lintas ini, namun masih tetap menunjukkan arsitektur era kolonialnya… Stasiun ini juga memiliki 2 spoor, 1 spoor lurus dan 1 spoor belok buat persilangan. Didepan stasiun ini juga masih terdapat sisa menara air kuno untuk loko uap jaman dulu…
RampahRampah (1)
Stasiun Bamban
Bamban (1)Bamban
Rambutan — Stasiun mati
Rantau Halaban — Stasiun mati
TEBING TINGGI
Stasiun Tebing Tinggi merupakan stasiun persimpangan antara jalur KA Medan ke jalur KA ke Siantar dan jalur KA ke Kisaran. Stasiun ini merupakan stasiun yang cukup besar degan jumlah spoor yang cukup banyak. Di stasiun inilah terdapat Dipo Mekanik Tebing Tinggi, tempat dimana semua peralatan dan kereta mekanik seperti kereta MTT, PBR dan NR Divre 1 bermarkas.  Selain itu, di Stasiun Tebing Tinggi ini juga terdapat satu-satunya turntable yang tersisa di Divre 1 Sumatera Utara selain Medan dan Kisaran. Uniknya, turntable ini dioperasikan dengan cara diengkol, bukan didorong… Disebelah turntable ini juga masi terdapat sebuah roundhouse 8 pintu yang juga merupakan sisa peninggalan jaman DSM.
Tebing Tinggi (3)
Tebing Tinggi (2)
Tebing Tinggi (1)Tebing Tinggi
Stasiun Tebing Tinggi pada saat zaman DSM dulu memiliki kompleks perumahan pegawai yang sangat luas. Perumahan ini dibagi-bagi dalam asrama-asrama untuk pegawai dan rumah-rumah mewah untuk para pembesar-pembesar Belanda. Mengenai kompleks perumahan kereta api ini nanti akan gw tulis dalam sebuah postingan tersendiri…
Pabatu — Stasiun mati
Naga Kasiangan — Stasiun mati
Gunung Kataran — Stasiun mati
Kalemba — Stasiun mati
Stasiun Bajalingge
Stasiun Bajalingge merupakan satu dari dua stasiun selain Dolok Merangir yang masih aktif di petak Tebing Tinggi – Siantar. Terdapat dua spoor yang masih digunakan untuk persilangan antara KA penumpang dan KA BBM yang aktif di petak ini.
Baja Lingge
Baja Lingge (2)
Stasiun Dolok Merangir
Stasiun Dolok Merangir terletak di Kabupaten Simalungun, terletak diantara perkebunan-perkebunan karet dan sawit. Di Stasiun ini masih terdapat sisa-sisa water tower untuk loko uap dengan perumahan DSM disekitarnya. Suasana antiknya masih kerasa banget disini. Stasiun Dolok Merangir ini memiliki ukuran yang cukup besar dibanding lainnya di petak Tebing Tinggi – Siantar.
Dolok Merangir (1)Dolok Merangir
Sinaksak — Stasiun mati
Martoba — Stasiun mati
STASIUN SIANTAR
Stasiun terakhir di jalur Tebing Tinggi – Pematang Siantar. Stasiun yang merupakan salah satu end of the line yang ada di Sumatera Utara selain Rantau Prapat, Tanjung Balai, Belawan dan Besitang. Uniknya dibanding ujung jalur KA di sumut yang lain, ujung rel yang biasanya hanya merupakan spoor badug saja, di Siantar ini spoor badugnya merupakan tempat bongkar muat ketel BBM milik Pertamina. Uniknya lagi, antara ujung rel ini dengan depot BBM Pertamina terpisahkan oleh sebuah jalan raya yang melintang persis diatas pipa-pipa bawah tanah.
Pematang Siantar (1)Pematang Siantar (6)
Pematang Siantar (2)Pematang Siantar (4)
Pematang Siantar (3)Pematang Siantar (5)
Pematang Siantar (7)Pematang Siantar
Stasiun ini masih memiliki nuansa arsitektur kolonial yang kental, diwarnai deretan gudang-gudang tua milik PT KA yang sebagian besar sudah beralih fungsi menjadi tempat-tempat usaha warga masyarakat sekitar. Terdapat 3 spoor di stasiun ini, hanya spoor lurusnya saja yang sudah berbantalan beton dan menggunakan rel R42, sedangkan 2 spoor belok masih berbantalan kayu. Dari 3 spoor tersebut hanya spoor 1 – 2 saja yang masih dipakai untuk emplasemen kereta karena spoor 3  sudah keriting berat dan gak mungkin lagi digunakan.
Kereta yang berangkat dari stasiun ini adalah KA Siantar Ekspres dan KA BBM (kosong) tujuan Tebing Tinggi lanjut ke Medan.

Soal Kayu Di Tiga Runggu: Cuma Sanksi Administrasi

Soal Kayu Di Tiga Runggu: Cuma Sanksi Administrasi SIMALUNGUN
Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Kabupaten Simalungun, Jan wanner Saragih memastikan, saratusan kayu lok (bulat) yang disita pihaknya, berasal dari luar areal SK 44.
“Sudah dilakukan ploting lokasi penebangan. Ternyata, kayu lok yang disita dari Kelurahan Tiga Runggu, Kecamatan Purba, di luar SK 44,” kata Jan Wanner yang ditemui di ruang kerjanya, Kamis (27/1).
Dikatakannya, kayu-kayu tersebut dilengkapi SKT yang ditandatangani Pangulu Nagori Raya Huluna, Kecamatan Raya, Marasdin br Purba.
Hanya saja, lanjutnya, kayu-kayu itu tidak dilengkapi Surat Keterangan Sah Kayu Bulat (SKSKB) Cap Kayu Rakyat dari Dinas Kehutanan Simalungun, sesuai Perda N0 10 Tahun 2006 tentang Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Milik Masyarakat (IPKTM).
“Sepanjang asal usul kayu bisa dibuktikan, pembeli atau penebang kayu hanya dikenai sanksi administratif yang sifatnya pembinaan. Ini sesuai Surat Keputusan (SK) Kementrian Kehutanan nomor 35 Tahun 2007 Tanggal 31 Januari 2007 tentang Pengangkutan Kayu Rakyat yang tembusannya ke seluruh Gubernur di Indonesia,” jelas Jan Wanner.
Oleh karenanya, lanjut Jan Wanner, warga Kabanjahe yang diketahui bermarga Sagala, pembeli sekaligus penebang kayu diwajibkan menyelesaikan segara administratif untuk kelengkapan dokumen SKSKB Cap Kayu Rakyat sesuai Perda No 10 Tahun 2006 tentang IPKTM.
“Kayu bisa dibawa keluar dari Dusun Manak Raya setelah mengurus SKSKB Cap Kayu Rakyat dari Dinas Kehutanan Simalungun,” bilangnya.
Diakuinya, Dinas Kehutanan Simalungun telah menerima surat berisi permohonan warga setempat agar kayu-kayu tersebut dapat dikeluarkan untuk kemudian dipergunakan membangun lods dan Balai Nagosi.
“Si Sagala juga telah mendatangani surat pernyataan akan kesediaannya untuk mengurus dan menyelesaikan seluruh administrasi,” ujar Jan Wanner.

Penebangan Hutan Siagong Dihentikan

Penebangan Hutan Siagong Dihentikan SIMALUNGUN
Kepala Ranting Dinas Kehutanan (RDK) Kecamatan Purba, Syahdan Purba mengaku, penebangan kayu di Hutan Siagong Nagori Pematang Bandar, Kecamatan Purba, telah dihentikan. Soalnya, lahan tersebut milik warga yang ditanami kayu jenis Puspa.
Diungkapkannya, penebangan berdasarkan Surat Keterangan Tanah (SKT) yang dikeluarkan Pangulu setempat. Demikian halnya dengan Surat Keterangan Asal Usul Kayu (SKAU), dikeluarkan Pangulu sesuai rekomendasi Bupati.
“SKAU dipakai untuk sekali pengangkutan kayu. Jadi SKAU hanya berlaku satu hari, saat pengangkutan dilakukan,” kata Syahdan yang dihubungi kemarin (18/11) seraya mengatakan, volume kayu yang ditebang tidak sampai 8 meter kubik atau hanya satu truk.
Sedangkan Ijin Penebangan Kayu Tanaman Masyarakat (IPKTM), menurut Syahdan berlaku selama enam bulan.
Soal keterangan Pangulu Purba Dolok, Sangap Saragih yang mengaku mengeluarkan SKAU sejak tiga minggu lalu, Syahdan mengaku tidak mengetahuinya. “Mungkin SKAU-nya tidak diperpanjang pangulu setempat,” ucapnya.
Syahdan mengaku pihaknya telah menginstruksikan pengusaha asal Kabanjahe bermarga Tambunan untuk menghentikan aktivitas penebangan dan pengangkutan kayu dari Hutan Siagong.
Meski demikian, Syahdan mengaku di lokasi masih terdapat tumpukan kayu. “Tapi wilayahnya di luar areal hutan Simalungun,” bilangnya.
Sementara Kepala Dinas Kehutana Kabupaten Simalungun, Jan Waner Saragih mengaku, lokasi penebangan di luar areal Hutan Resgister atau di Tata Guna Hutan Kesepakatan Tahun 1982.
“Itu diluar SK Menhut No 44 Tahun 2005,” katanya Jan yang baru beberapa hari dilantik sebagai Kadis Perhutanan Kabupaten Simalungun.
Selasa (16/11), Dinas Kehutanan Pemkab Simalungun telah turun ke lokasi. “Peredaran kayu juga telah distop,” katanya.
Dikatakannya, dalam Perda No 10 Tahun 2006, ada 18 jenis kayu yang bisa diedarkan dengan menggunakan SKAU yang diterbitkan pangulu yang telah mendapat pelatihan sertifikasi dari Kementerian Kehutanan.
Jenis kayu Akasia, Asam Kandis, Durian, Ingul, Jabon, Jati, Jati Putih, Karet, Katapang, Kulit Manis, Mahoni, Makadamia, Medang, Mindi, Kemiri, Petai, Puspa, Sengon, Sungkai dan Terap. Sementara jenis kayu lainnya, yang tidak disebutkan diatas, meskipun berada di lahan milik rakyat, harus memiliki Surat Keterangan Kayu Bulat (SKKB) yang penerbitannya berdasarkan ijin pemkab.

Anggota DPR Tinjau Proyek P2IP di Simalungun

SIMALUNGUN-; Anggota DPR-RI dari daerah pemilihan (dapem) Sumut 3 Partai Golongan Karya (Golkar), Ir Ali Wongso H Sinaga didampingi Ketua Fraksi Golkar DPRD Simalungun, Timbul Jaya Sibarani, meninjau proyek Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (P2IP) tahun 2010 di Kabupaten Simalungun, Jumat (7/1).

Proyek P2IP pendanaannya berasal dari APBN, yakni setiap nagori memeroleh bantuan Rp250 juta per nagori, dan pengerjaannya langsung ditangani masyarakat dan dikoordinir/diawasi Satuan Kerja Pekerjaan Umum (PU) Cipta Karya Sumut dan Dinas Perkimbagwil Kabupaten Simalungun. Tahun 2010, ada lima nagori yang memeroleh proyek P2IP, yaitu Nagori Tiga Runggu Kecamatan Purba, Nagori Dolok Parmonangan Kecamatan Dolok Panribuan, dan Kelurahan Perdagangan IV dan V, serta Nagori Pardomuan Nauli Kecamatan Bandar.

Proyek P2IP yang dikunjungi yakni yang berlokasi di Nagori Dolok Parmonangan, Kelurahan Perdagangan, dan Nagori Pardomuan Nauli. Di Nagori Dolok Parmonangan, tepatnya di Perumnas, sesuai kesepakatan masyarakat, bantuan P2IP digunakan untuk membangun parit.
Saat Ali Wongso berkunjung, masyarakat mengucapkan terima kasih kepadanya, yang telah memperjuangkan Kabupaten Simalungun mendapatkan proyek tersebut.
“Selama ini, jika hujan datang kami kebanjiran. Setelah adanya parit, halaman rumah kami tidak banjir lagi,” ujar br Sinaga, sembari menyalami Ali Wongso.
Sementara di Huta Baru yang juga di Nagori Dolok Parmonangan, bantuan tersebut juga digunakan masyarakat untuk membangun parit sepanjang 800 meter.
Sedangkan di Kelurahan Perdagangan, dana P2IP digunakan masyarakat untuk membangun jalan di pemukiman yang selama ini hanya dari tanah. Dengan dana P2IP tersebut, saat ini jika hujan, kondisi jalan tidak lagi becek, karena sudah dilapis dengan cor beton. Beberapa warga yang menyambut Ali Wongso juga mengucapkan terima kasih karena ia sudah memperjuangkan anggaran tersebut.
Selanjutnya di Nagori Pardomuan Nauli, anggaran P2IP dimanfaatkan untuk membangun tembok penahan badan jalan yang menghubungkan Huta Ganjang menuju Huta Jati yang terisolir karena ketiadaan jalan. “Dengan adanya program ini, maka lalu-lintas dari dan menuju huta tersebut menjadi lancr,” ujar Panguli Nagori Pardomuan Nauli.
Usai menunjau proyek P2IP di Simalungun, Ali Wongso menyatakan puas, karena proyek dilaksanakan sendiri oleh masyarakat. Di seluruh Indonensia, katanya, ada sekitar 70 ribu desa yang memerolehnya, sehingga warga Simalungun patut berterima kasih bisa mendapatkan proyek tersebut.
“Kami akan memperjuangkan kesejahteraan rakyat dengan memperjuangkan agar setiap desa mendapatkan bantuan Rp1 miliar setiap tahun. Kita harapkan perjuangan tersebut bisa berhasil,” katanya.

PROYEK JEMBATAN PULUHAN MILY ARD RUPIAH DI BENGKALIS BERMASALAH


Bengkalis.   
Proyek Pembangunan Jembatan  bernilai Puluhan Milyard Rupiah di  Sungai Liong di Kecamatan Bantan Kabupaten Bengkalis dalam pelaksanaan nya amburadul.Pihak Kontraktor di buat pusing tujuh keliling melihat kondisi Jembatan mengalami  penurunan. Akibat nya balok gelagar penyangga lantai jembatan yang dibentuk dari beton ini banyak yang  retak.Hal ini bisa terjadi karena dimunggkinkan akibat Tiang penyangga pondasi Jembatan tidak memenuhi standar Bestek.Bisa saja  Bestek yang dibuat oleh pihak perusahaan Consultan Perencana tidak memiliki keahlian Khusus untuk Jembatan.Bisa saja dari  pihak Consultan Pengawas  atau pihak Kontraktor yang disebut milik BUMN  lalai dalam melaksanakan pekerjaan.Yang Jelas  Jembatan kondisinya cukup mengkhawatirkan. Siapa yang bertanggung jawab dalam proyek ini?
Tidak ada kegiatan para  pekerja yang serius dilokasi pada saat ini, hanya  ada beberapa orang  saja  bergelantungan dengan alat tali menali.Mereka terlihat  menancapkan mesin bor nya kearah balok gelagar melitang  penahan lantai jembatan  beton itu..Setelah diamati  para pekerja jembatan ini seakan diperintahkan oleh pihak tertentu untuk menampal  gelagar jembatan yang telah retak- retat itu.Sehingga borok pekerjaan tidak terperhatikan banyak orang .
Papan Plang  proyek tidak ditemui dilokasi sehingga berapa besarnya dana  yang di Anggarkan Pemkab Bengkalis tidak diketahui. Menurut sumber dari  beberapa  orang warga setempat bahwa  Papan Plang dimaksud pernah ada terpampang dilokasi.Namun oleh pihak kontraktor atau pihak tertentu Papan plang Proyek dimaksud dicabut dan di sembunyikan dalam Gudang. Tidak ada satu orang pun dari pihak pekerja yang dapat memberikan komentar dilokasi,bahkan seakan menghindar dari kejaran Wartawan.Termasuk Camat Kecamatan Bantan tempat lokasi Jembatan  di Bangun tidak  berhasil ditemui di Kantornya.Menurut salah seorang  staf  Pegawai nya  bahwa  Sang Camat sedang ada urusan  Keluar Daerah.
 DPRD Bengkalis tampaknya tidak tinggal diam.Menurut  Purboyo (Bengka) Lewat Komisi nya bahwa mereka dari pihak Kontractor maupun pihak Pemkab  sudah pernah  diundang Hearing ke Gedung DPRD Bengkalis.Namun menurut Bengka bahwa Pihak Kontraktor akan berupaya untuk memperbaikinya  termasuk akan mendatangkan Ahli Jembatan dari Jerman.Memangnya tidak ada lagi orang Indonesia yang Ahli