Dunia internasional semakin menaruh perhatian besar terhadap penyelamatan hutan di Provinsi Jambi. Hutan daerah tersebut menjadi sorotan karena kerusakannya semakin luas dan berat. Penyelamatan hutan di Jambi dinilai penting karena kawasan hutan Jambi termasuk salah satu paru-paru dunia paling sehat di garis khatulistiwa. Kawasan hutan tropis di daerah itu dinilai perlu dilestarikan sebagai penyaring pencemaran gas karbon dioksida (CO2) yang mengakibatkan pemanasan global. Apa saja program internasional untuk menyelamatkan hutan Jambi tersebut, wartawan SP, Radesman Saragih mengulas dalam sorotan ini.
[SP/Radesman Saragih]
Penasihat ekonomi Perdana Menteri (PM) Inggris, Sir Nicholas Stern (tengah), ketika menelusuri hutan alam Desa Guguk, Sarolangun, Jambi, baru-baru ini.
erusakan hutan di Provinsi Jambi saat ini benar-benar sangat memprihatinkan karena laju kerusakan hutan di daerah itu semakin cepat dan sisa hutan semakin menipis. Kerusakan hutan di daerah itu tidak lagi hanya terjadi di kawasan hutan alam, tetapi sudah meluas ke kawasan hutan taman nasional dan hutan lindung.
Direktur Eksekutif Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warung Informasi Konservasi (Warsi) Jambi, Rachmat Hidayat didampingi Asisten Komunikasi KKI Warsi, Sukmareni kepada SP, Kamis (31/5) menjelaskan, laju kerusakan hutan di Jambi sangat cepat. Hal ini dapat dilihat dari kian menipisnya hutan di daerah itu.
Berdasarkan analisis data citra satelit tahun 2005 yang dilakukan KKI Warsi, sisa hutan di Jambi saat ini hanya 989.583 hektare (ha). Sisa hutan itu tinggal sekitar 41,1 persen dibandingkan kawasan hutan di Jambi tahun 1990 yang memiliki luas 2,4 juta ha. Jadi selama 1990-2005, hutan di Jambi lenyap sekitar 1,4 juta ha atau 93.333 ha per tahun.
Sisa hutan di Jambi sekarang hanya 22,2 persen dari luas wilayah Jambi yang mencapai 5, 1 juta ha. Berdasarkan UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, suatu daerah harus memiliki kawasan hutan minimal 30 persen dari luas wilayah. Berarti kerusakan hutan di Jambi saat ini benar-benar memprihatinkan.
Kerusakan hutan paling besar di Jambi 15 tahun terakhir terjadi di Kabupaten Merangin, yakni sekitar 157.964 ha. Kerusakan hutan di Kabupaten Batanghari sekitar 147.701 ha, Tebo (146.356 ha), Tanjungjabung Barat (125.757 ha), Sarolangun sekitar 94.665 ha, dan Tanjungjabung Timur (93.766 ha). Kerusakan hutan di Kabupaten Muarojambi sekitar 89.006 ha, Bungo (62.870 ha), dan Kerinci (52.964 ha).
Kerusakan hutan di Kabupaten Batanghari, yang merupakan daerah pengembangan kebun kelapa sawit terbesar di Jambi mencapai 107.968 ha. Kerusakan hutan tersebut mencapai 50 persen dari sekitar 215.936 ha kawasan hutan di daerah itu. Kerusakan hutan itu terjadi di kawasan hutan produksi dengan luas 118.411 ha dan kawasan hutan hutan produksi terbatas 66.656 ha.
Kemudian sekitar 315 ha Taman Hutan Raya Sultan Thaha Syaifuddin Senami, sekitar 14.773 ha Taman Nasional Bukit Duabelas dan sekitar 41 ha Cagar Alam Durian Luncuk di kabupaten itu juga mengalami kerusakan. Taman Hutan Raya Sultan Thaha Syaifuddin Senami mengalami kerusakan sekitar 30 persen.
Selain itu kerusakan hutan dataran rendah di Jambi 10 tahun terakhir mencapai 435.610 ha. Kerusakan hutan rawa mencapai 553.856 ha. Sedangkan kerusakan hutan di dalam kawasan TNB mencapai 20.147 ha. Kerusakan itu mencapai 24,9 persen dari 80.601 ha zona inti hutan TNB. Kerusakan hutan di kawasan penyangga TNBD mencapai 27.052 ha.
Kerusakan hutan taman nasional di Jambi juga terjadi di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang dikenal sebagai paru-paru dunia, Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT).
Menurut Rachmat Hidayat, tingginya laju kerusakan itu disebabkan penebangan kayu yang tidak terkendali untuk industri perkayuan dan pembangunan perkebunan kelapa sawit. Hingga saat ini, sedikitnya 800.000 ha hutan telah beralih fungsi menjadi perkebunan sawit di daerah itu. Kemudian kerusakan hutan di daerah itu juga turut dipicu kebakaran hutan.
Luas kebakaran hutan dan lahan di Jambi tahun 2006 mencapai 3.000 ha. Kebakaran hutan dan lahan yang terbakar tersebut meningkat dari kebakaran hutan dan lahan tahun 2005 sekitar 1.280 ha.
Sedangkan tahun 2007, sekitar 125.716 ha lahan dan hutan di Jambi rawan kebakaran. Lahan perkebunan tersebut sangat rawan kebakaran karena sebagian besar masih dalam tahap pembersihan. Lahan perkebunan yang sangat rawan kebakaran itu tersebar di Kabupaten Tanjungjabung Timur, Tanjungjabung Barat, Muarojambi, dan Batanghari.
Selamatkan
Menyadari ancaman kerusakan hutan yang kian serius di Jambi tersebut, Inggris dan negara-negara Eropa yang tergabung dalam Uni Eropa "turun gunung" menyelamatkan hutan Jambi. Hutan Jambi dinilai perlu diselamatkan karena masih memiliki fungsi vital menjadi paru-paru dunia.
Penasihat ekonomi Perdana Menteri (PM) Pemerintah Inggris, Sir Nicholas Stern yang menelusuri hutan Jambi bersama Dubes Inggris, Sir Charles Humprey dan Direktur Departement for International Development (DFID), Mike Harrison, Maret lalu mengatakan, penyelamatan paru-paru dunia sangat penting dari dampak pemanasan global.
Kehancuran hutan di dunia saat ini telah mengakibatkan dampak yang cukup mengerikan seperti perubahan iklim yang tidak menentu akibat pemanasan global. Dilihat dari aspek pembangunan ketahanan pangan, perubahan iklim secara global ini berpotensi besar menurunkan hasil panen di negara-negara berkembang. Kemudian perubahan iklim yang menimbulkan pemanasan global ini juga cenderung menimbulkan krisis air di sejumlah Negara, katanya.
Perubahan iklim ini, tambahnya, juga cenderung meningkatkan intensitas badai, kebakaran hutan, kekeringan, banjir, dan gelombang panas. Dampak perubahan iklim akan sangat luas di seluruh dunia, khususnya secara ekonomis. Bencana-bencana alam akibat perubahan iklim dunia cenderung menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat tinggi.
Stern mengakui, hutan Jambi memiliki peran penting untuk menyelamatkan dunia dari ancaman pemanasan global tersebut karena daerah itu memiliki empat taman nasional, yakni Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Taman Nasional Bukit Tigapuluh(TNBT), Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBT) dan Taman Nasional Berbak. Keempat taman nasional di daerah itu memiliki luas hutan sekitar 631.488 ha. Daerah itu juga memiliki lima kawasan hutan lindung, yakni taman hutan lindung Sekitar Tanjung, Senami, Bukit Sari, Pantai Timur, dan Durian Luncuk. Kelima hutan lindung di daerah itu memiliki luas hutan 45.000 ha.
Inggris melihat, hutan Jambi yang saat ini tergolong kritis masih dapat diselamatkan. Penyelamatan dapat dilakukan karena masyarakat di Jambi masih memiliki hukum adat yang cukup efektif mengamankan hutan dari aksi pembabatan. Pelaksanaan hukum adat warga masyarakat Desa Guguk, Kabupaten Merangin mampu mengamankan sekitar 750 ha hutan desa yang sempat dikuasai perusahaan hak pengusahaan hutan (HPH).
Penyelamatan hutan yang dilakukan dengan menerapkan hukum adat itu juga telah mampu melestarikan sebuah lubuk larangan (sungai tempat pemijahan ikan) di desa itu. Memang hutan yang bisa diselamatkan masyarakat Desa Guguk hanya sekitar 750 ha. Tetapi hutan tersebut paling tidak telah mampu menyerap sekitar 1.200 ton karbondioksida setiap tahun. Hutan yang dilestarikan warga desa itu juga mampu menyelamatkan kawasan hutan resapan air, sehingga sungai di daerah itu selamat dari ancaman pendangkalan dan kekeringan.
Warga Desa Lubuk Beringin, Kabupaten Bungo berhasil melestarikan ratusan ribu ha hutan adat mereka dari keganasan penebangan liar dan perusahaan HPH. Melalui pelestarian hutan itu, warga desa berhasil membangun dua kincir air untuk pembangkit listrik berkekuatan 10.000 Watt.
No comments:
Post a Comment