Bagi China, guru sebagai salah satu komponen pendidikan menempati posisi sentral dalam aktualisasinya melalui satu manajemen guru yang efektif dan dilandasi dengan legalitas perundang undangan yang mantap serta dilaksanakan secara konsekuen. Hal hal yang berkaitan dengan rekrutmen, seleksi, pendidikan, sistim remunerasi, penghargaan dan perlindungan, pengembangan profesi, jaminan sosial, pembinaan, promosi dilakukan melalui pendekatan terpadu. Para guru mendapatkan perlakuan secara kultural dan material sedemikian rupa sehingga memperoleh jaminan yang memadai untuk bekerja efektif secara profesional.
Otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan dilaksanakan secara konsekuen sampai ke tingkat institusional dalam rangka standar nasional. Desentralisasi pendidikan memberikan peluang bagi daerah untuk mengembangkan kebijakan pendidikan dalam kerangka nasional, dan manajemen berbasis sekolah memberikan keleluasaan bagi sekolah untuk secara mandiri dan kompetitif dalam pelaksanaan pendidikan. (Surya, 2003)
Dalam sebuah situs, selain guru, ada dua hal penting lain yang patut di pelajari dari pendidikan di China. Pertama, komitmen dan konsistensi pemerintah China untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan berdasarkan kebutuhan mereka sendiri. Pencanangan suatu strategi pendidikan diikuti dengan perangkat kebijakan dan teknis implementasi lapangan. Implementasi sebuah strategi pendidikan dilakukan untuk jangka menengah hingga jangka panjang, tidak cepat berubah, selalu dievaluasi keberhasilannya, dan mempertimbangkan kondisi masyarakat China sendiri.
Kedua, kurikulum dan buku teks disusun berdasarkan hasil penelitian. Hal itu menuntut digalakkannya penelitian psikologi untuk pendidikan. Penelitian-penelitian psikologi amat diperlukan untuk menjawab pertanyaan tentang pengetahuan yang sesuai untuk dipelajari anak-anak menurut usia mereka dan bagaimana mengajarkan pengetahuan itu. Karena di teliti di masyarakatnya maka hasil temuan itu memang yang paling sesuai dengan masyarakat China. Kurikulum dan metode tidak semata-mata meniru dari Barat atau Negara lain, tetapi yang sesuai dengan masyarakat China.
Kurikulum dan buku teks tidak disusun berdasarkan subjek yang ada, tetapi mempertimbangkan kebutuhan dan kemampuan anak-anak sesuai dengan usianya. Jadi, anak-anak tidak terbebani oleh banyaknya mata ajar, tugas-tugas, atau membaca buku yang cara penyajiannya tidak sesuai dengan kemampuan kognitif di usia mereka. Anak-anak seharusnya bisa lebih mudah mengikuti pelajaran karena ilmu yang diperoleh sesuai dengan kebutuhan mereka dan cara penyampaiannya sesuai dengan kemampuan usia mereka. Jangan ada lagi, misalnya, anak-anak di taman kanak-kanak yang dipaksa ikut les tambahan belajar membaca supaya bisa lulus tes masuk sekolah dasar. Atau jangan ada lagi anak-anak sekolah dasar yang diharuskan mengerjakan lembar kerja yang hurufnya dicetak kecil-kecil seperti buku teks orang dewasa.
Betul bahwa sebagai umat Islam "haram" hukumnya ikut merayakan Tahun Baru Imlek seperti yang dilakukan dalam budaya China (Tionghoa). Sebagai orang yang hidup dalam era global, sebaik tidak mencampurkan urusan agama dengan "belajar". Kita hormati dan hargai siapapun yang ingin merayakan hari raya nya, tetapi apakah kita harus "berdosa" kalau kita ingin mempelajari ‘kebudayaan, strategi, kiat, program’ yang membawa masyarakat itu alam kesuksesan? Sin Chun Kiong Hie, Tiam Thiam Sui.****
Amri Ikhsan
Guru MAN Muara Bulian. Kabupaten Batanghari
No comments:
Post a Comment