Sunday, September 25, 2011

Siapa Menanggung Air Minum Masyarakat Miskin?

Seiring dengan perayaan Hari Air Sedunia tanggal 22 Maret 2011 lalu, perlu sejenak kita merefleksikan seberapa jauh negara kita sudah mampu memberikan kebutuhan infrastruktur atmosphere bagi seluruh penduduknya. Salah satu indikator kapasitas pemerintah ialah dengan melihat besarnya pendanaan yang disediakan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Apakah anggaran itu cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk?
Sangat sulit memperkirakan jumlah anggaran yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan 230 juta warga. Kondisi geografis, iklim, lokasi penduduk, jenis teknologi, dan kualitas sistem sangat bervariasi. Karena itu, yang bisa dilakukan ialah mencoba membandingkan besarnya anggaran dan tarif atmosphere yang berlaku, dibandingkan dengan pencapaian akses kebutuhan atmosphere minum. Kita juga dapat menyandingkan kondisi ini dengan kondisi dua negara lainnya, misalnya Malaysia dan Amerika Serikat, yang sudah mampu mencapai hampir 100% pemenuhan atmosphere penduduknya.
Berdasarkan informasi National Geographic (2010), harga atmosphere per scale kubik di Kuala Lumpur hanya sekitar Rp2.500. Sementara di Amerika Serikat berkisar antara Rp7.800 dan Rp43.600, bergantung pada kondisi geografis yang memengaruhi tingkat kesulitan akses air. Harga atmosphere rata-rata di Jakarta sendiri diperkirakan sekitar Rp7.500. Bisa dilihat bahwa harga atmosphere di Kuala Lumpur jauh lebih murah bila dibandingkan dengan harga atmosphere Jakarta dan Amerika Serikat. Sementara itu, information dari Joint Monitoring Programme WHO 2008 menyebutkan, sejak 1990 Indonesia hanya mampu meningkatkan pemenuhan atmosphere minum bagi penduduknya sebesar 9% dalam waktu 18 tahun, yaitu dari 71% pada 1990 menjadi 80% pada 2008. Malaysia–yang pada 1990 baru memenuhi 88% kebutuhan minum penduduk–mengklaim sudah mencapai 100% pada 2005, yang berarti kenaikan sekitar 12% selama 15 tahun. Amerika Serikat tetap stabil sebesar 99% selama kurun waktu itu. Jika melihat kondisi ini, dengan kalkulasi harga atmosphere tersebut ditambah anggaran sarana atmosphere minum perumahan sebesar Rp3 triliun atau 0,4% dari APBN, pemerintah tampaknya belum bisa memenuhi kebutuhan atmosphere minum seluruh penduduk Indonesia, seperti yang dilakukan kedua negara lainnya.
Sangat kompleks
Apa yang bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan atmosphere minum masyarakat? Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan nasional atmosphere minum dan penyehatan lingkungan berbasis masyarakat (AMPL BM), yang berangkat dari kesadaran bahwa pemerintah tidak akan mampu bekerja sendirian dalam mengatasi permasalahan kebutuhan atmosphere minum yang sangat kompleks. Karena itu, masyarakat perlu berperan aktif agar mampu mengatasi permasalahan atmosphere ini dan pemerintah berperan sebagai fasilitator.
Pertanyaannya, apakah masyarakat memang dianggap sudah mampu berinvestasi bagi sistem pemenuhan kebutuhan atmosphere minum yang membutuhkan biaya tidak kecil? Bagaimana dengan masyarakat miskin yang bahkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sulit? Apalagi salah satu dari 11 prinsip dalam kebijakan AMPL BM adalah keberpihakan kepada masyarakat miskin. Untuk menjawab pertanyaan itu, mari kita melihat realitas masyarakat miskin di perkotaan yang belum mampu mengakses PDAM, seperti daerah perkotaan Jakarta dan Surabaya. Harga atmosphere yang mereka harus beli sekitar Rp1.000 sampai Rp1.500 per galon atau kira-kira Rp50.000 sampai dengan Rp75.000 per scale kubik. Ada juga sistem penyelangan dari keran tetangga yang dipatok sebesar Rp8.000 per jam. Coba bandingkan dengan iuran PAM Jaya dan Palyja (2007) di Jakarta untuk golongan IV B atau rumah mewah yang sekitar Rp12.550 per scale kubik.
Dengan demikian, masyarakat miskin sebenarnya justru membayar lebih mahal daripada para pengguna PDAM. Hanya saja, besar investasi awal untuk pemasangan sambungan PDAM yang cukup mahal, standing tempat tinggal, dan kependudukan membuat mereka tidak dapat mengakses jaringan PDAM. Kita juga bisa melihat bagaimana penjualan atmosphere kemasan begitu laku di pasaran, dengan harga per galon (19 liter) hampir setara dengan iuran PDAM per scale kubik (1.000 liter) untuk rumah mewah. Padahal, menurut standar WHO, atmosphere kemasan termasuk sumber atmosphere tidak layak minum (unimproved H2O source) karena belum jelasnya pengawasan kualitas atmosphere minum kemasan tersebut. Dengan kenyataan seperti ini, lagi-lagi pertanyaannya, di mana keberpihakan terhadap masyarakat miskin itu bisa terjadi dalam sektor atmosphere minum?
Memusingkan
Dilema antara mengatasi biaya atmosphere minum yang besar dan keberpihakan kepada masyarakat memang cukup memusingkan, bahkan sering dijadikan isu politik. Sering kali keputusan mengenai harga atmosphere ledeng ataupun alokasi anggaran atmosphere minum tidak berdasarkan kebutuhan riil, tapi lebih sebagai senjata untuk menarik simpati masyarakat.
Pengelola atmosphere minum joke tidak sanggup melakukan fungsinya dengan baik karena minimnya biaya, sehingga masyarakat juga yang kembali menjadi korban disebabkan kurang optimalnya akses dan pengolahan mutu atmosphere minum. Risiko kesehatan, seperti penyakit menular lewat air, menurunnya stamina tubuh seperti ginjal, kulit, serta bahaya kontaminasi limbah menjadi beban yang ditanggung masyarakat akibat sistem manajemen atmosphere minum yang tidak merata dan terpelihara. Karena itu, harus segera dipikirkan pemecahan masalah pembiayaan ini. Jika selama ini pemerintah menggantungkan diri kepada hibah dan pajak untuk investasi awal, sekarang perlu juga mengakses alternatif sumber lainnya, seperti melibatkan sektor swasta maupun publik dalam bentuk saham, obligasi dan pinjaman. Akan tetapi, ada kekhawatiran berbagai pihak, jika swasta mulai dilibatkan dalam pengadaan atmosphere minum, harga atmosphere bisa melambung tinggi untuk mendapatkan laba usaha, seperti contoh kasus atmosphere minum kemasan tersebut.
Akhirnya, semuanya berpulang lagi kepada kemampuan pemerintah dan masyarakat untuk melakukan pengendalian terhadap harga atmosphere minum melalui kebijakan dari tingkat lokal sampai dengan tingkat nasional. Yang perlu diingat, atmosphere minum adalah anugerah Tuhan yang berhak diakses setiap makhluk hidup (barang sosial). Namun, perlindungan dan pengolahan sumber atmosphere minum yang layak bagi kesehatan, jaringan distribusi dari sumber ke konsumen, serta pengolahan limbah atmosphere yang sudah digunakan agar tidak mencemari sumber yang ada membutuhkan biaya yang tidak kecil, mau tidak mau atmosphere menjadi barang ekonomi juga. Sebagai pengguna, baik masyarakat maupun pemerintah, kita semua perlu menyadari bahwa bagaimanapun kita harus mau menanggung bersama harga atmosphere demi keberlangsungan hidup kita dan anak-anak.
Oleh Margarettha Christine Siregar, Staf organisasi kemanusiaan World Vision Indonesia dengan spesialisasi di bidang water, sanitation and hygiene (Wash)

Pag Berpartisipasi Dalam Pameran Peringatan Hari Air Dunia Propinsi Dki Jakarta

Pusat Sumber Daya Air Tanah dan Geologi Lingkungan, Badan Geologi, Kementerian ESDM berpartisipasi pada pameran Pengelolaan Sumber Daya Air dalam rangka Hari Air Dunia yang diselenggarakan oleh Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jakarta dan Yayasan Vanaprastha  Tanggal 20 Maret 2011 di Silang Monas Jakarta. Pameran mengambil tema Have Fun With Walking to Preserve Jakarta’s Water dan dibuka oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta. Rangkaian acaranya terdiri dari Gerak Jalan dan pameran untuk mengkampanyekan penghematan air di Jakarta yang diikuti oleh perwakilan siswa Sekoah Menengah Atas Se-Provinsi DKI Jakarta.  Peserta pameran berasal dari instansi Pemerintah Pusat (Kementerian PU, Pusat Sumber Daya Air Tanah dan Geologi Lingkungan Badan Geologi ESDM), Pemerintah Daerah (BPLHD, Dinas PU), Perusahaan (PD PAM JAYA, Palyja) dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak dalam bidang pengelolaan sumber daya air dan lingkungan.

Kegiatan dimulai pada pukul 07.30 WIB diawali dengan kegiatan gerak jalan, disusul dengan acara kunjungan dari Wakil Gubernur DKI Jakarta beserta jajarannya untuk meninjau langsung stand pameran. Pengunjung pameran cukup antusias berasal dari para siswa sekolah, guru-guru, instansi terkait dengan bidang tugas masalah air (Kementerian/Dinas PU, Kementerian Lingkungan Hidup, BPLHD, Dinas Pendidikan, Dinas/instansi terkait di Provinsi DKI Jakarta) serta masyarakat umum. Wakil Gubernur DKI Jakarta beserta Kepala BPLHD Provinsi Jakarta dalam kunjungannya di Stand PSDATGL Badan Geologi ESDM memberikan tanggapan positif dan menyatakan ketertarikannya serta mengharapkan agar Badan Geologi ESDM dapat lebih meningkatkan peranannya dalam mengatasi permasalahan sumber daya air di Jakarta dan sekitarnya. Sedangkan pengunjung yang lain umumnya pelajar/mahasiswa tertarik dengan informasi tentang air tanah, khususnya Poster Komik Pendidikan Tentang Asal Usul Air Tanah. Penyelenggaraan pameran ini sangat bagus dalam rangka menyebarluaskan informasi dan pendidikan kepada masyarakat luas tentang sumber daya air untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam pengelolaan sumber daya air. Dengan demikian diharapkan kegiatan ini dapat dilajutkan lagi di masa mendatang. wnd@2011

Pameran Peringatan Hari Air Dunia XIX Tahun 2011






Pameran peringatan Hari Air Dunia yang ke XIX yang diselenggarakan pada tanggal 5 – 7 Mei 2011 yang diselenggarakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Pusat Sumber Daya Air Tanah dan Geologi Lingkungan berpartisipasi pada kegiatan tersebut mewakili Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Pameran dilaksanakan pada tanggal 5 – 7 Mei 2011 di Gedung Sumber Daya Air dan Tata Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum dengan mengambil tema “Air Perkotaan dan Tantangannya”.

Kegiatan dibuka secara resmi oleh Menteri Pekerjaan Umum, Ir. Djoko Kirmanto, Dipl. HE. Selain pameran, peringatan juga diisi dengan kegiatan lomba karya anak-anak dengan tema Hari Air Dunia kerjasama dengan dari UNESCO. Kegiatan pameran sendiri diikuti oleh 66 peserta, terdiri instansi pemerintah, lembaga internasional, LSM dan sektor swasta yang terlibat dalam program pengelolaan air.
Pengunjung pameran yang umumnya berasal dari instansi pemerintah, akademisi, swasta dan pelajar sangat antusias mengunjungi stand Badan Geologi. Sebagian besar tertarik untuk melihat dan mencari informasi hasil-hasil kegiatan Badan Geologi yang berkaitan dengan air tanah.

ANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM JADI FOKUS HARI HABITAT DUNIA 2011

Perubahan iklim menjadi tantangan utama pembangunan dunia dewasa kini. Saat ini, masyarakat cenderung hidup di kota dengan kawasan-kawasan industri di sekitarnya. Hal tersebut memberikan dampak lingkungan, namun juga dapat memberikan solusi untuk mengatasi perubahan iklim.
Sebagai bentuk kepedulian terhadap dampak lingkungan akibat perubahan iklim maka Hari Habitat Dunia dan Hari Penataan Ruang 2011 kali ini mengangkat tema “Cities and Climate Changes : Empowerment for Green Cities". Peringatan Hari Habitat Dunia Tahun 2011 akan diperingati di kota Aguascalientes di Meksiko. Meksiko dianggap telah menunjukkan komitmen mengatasi dampak perubahan iklim dengan pengurangan pemukiman kumuh yang memfokuskan pada sektor air dan sanitasi, perencanaan perkotaan, serta promosi keamanan perkotaan dan kenyamanan ruang publik.
Direktur Perkotaan Direktorat Jenderal (Ditjen) Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Joessair Lubis mengatakan bahwa penyelenggaraan Peringatan Hari Habitat Dunia dan Hari Tata Ruang 2011 merupakan bagian upaya pemerintah mewujudkan kota hijau. "Salah satu bentuknya melalui Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH)," ujarnya dalam temu wartawan di Jakarta, Kamis (22/9).
Program P2KH diwujudkan melalui penyusunan Rencana Aksi Kota Hijau (RAKH) yang disepakati oleh 50 kabupaten/kota yang ikut serta di dalamnya. Program-program yang akan ditungkan difokuskan pada Green Planning and Design, Green Open Space, dan Green Community.
Sekretaris Ditjen Cipta Karya Kementerian PU, Susmono, yang juga sebagai Ketua Tim Pelaksana HHD 2011 menjelaskan ada 2 hal untuk mengurangi dampak perubahan iklim, yaitu dengan upaya mitigasi dan adaptasi.
"Mitigasi dengan pendekatan kebijakan kepada pemerintah kota melalui perancangan pembangunan kota, dan adaptasi dengan melakukan kampanye publik kepada masyarakat pentingnya ruang hijau di 36 kabupaten/kota," ujar Susmono.
Kampanye yang dilakukan dengan menyuarakan agar mengurangi emisi gas rumah kaca melalui perencanaan tata guna lahan yang tepat dan membuat peraturan bangunan yang efektif sehingga kota dapat meminimalisasi ecological footprint.
Pada tahun 2007, dampak efek rumah kaca meningkat 50% di perkotaan. Oleh karenanya, untuk meminimalisasi perubahan iklim harus dimulai dari kota itu sendiri jika ingin menangani perubahan iklim secara global.
Hari Habitat Dunia dan Hari Penataan Ruang 2011 akan dilaksanakan melalui serangkaian kegiatan. Puncak peringaran akan diadakan di Makassar pada tanggal 15 Oktober 2011. Makassar mempunyai pengolahan sampah terpadu yang besar di Indonesia. Pantai Losari juga akan difasilitasi melalui sanitasi yang memadai serta akan dilakukan pula launching saluran drainase di kota Makassar.

PU TERUS LAKUKAN UPAYA ATASI KEKURANGAN AIR

Kementerian Pekerjaan Umum (PU) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Sumber Daya Air (SDA) saat ini terus melakukan upaya-upaya untuk mengatasi kekurangan air yang terjadi di beberapa daerah. Menurut data terbaru, kesiapsiagaan   Ditjen   SDA   dalam   menghadapi kekeringan dilakukan melalui beberapa kegiatan, yaitu  berupa  penyediaan  dan  peningkatan  keandalan  sumber daya   air, upaya   pengelolaan air, pemberdayaan petani, dan penanggulangan bencana kekeringan.
Kegiatan penyediaan prasarana dan peningkatan keandalan sumber daya air meliputi beberapa pekerjaan, yaitu pembangunan waduk/embung, peningkatan kapasitas penyediaan air dengan kegiatan rehabilitasi/peningkatan prasarana bangunan penampung air, pelaksanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan bendungan/waduk/embung dan prasarana penampung air lainnya, serta pemeliharaan sumber air (danau/situ/sungai). Selain itu, dilakukan pula pembangunan   tampungan tampungan   air   hujan   (waduk   lapangan)   pada sebagian lahan pertanian, agar air hujan tidak terbuang  percuma.
Sementara itu, upaya pengelolaan air dilakukan melalui penyusunan  Rencana  Alokasi  Air  berdasarkan  neraca  air  masing-masing wilayah sungai, serta meningkatkan kapasitas resapan air pada daerah tangkapan air dan upaya konservasi  lainnya  guna meningkatkan  ketersediaan  air  tanah sekaligus mengurangi beban jaringan drainase. Pekerjaan lainnya adalah melakukan   pemantauan   intensif   terhadap   ketersediaan   air   di   waduk dengan monitoring elevasi muka air waduk. Untuk itu, diperlukan kepatuhan semua pihak terhadap Pola Operasi Waduk yang telah disepakati guna menjaga muka air waduk untuk dapat menghadapi musim kering. Dan, dilakukan pula efisiensi  penggunaan  air  khususnya  untuk  keperluan irigasi, sebab 80%  air dimanfaatkan  untuk  keperluan  irigasi).  
Ditjen SDA juga menerapkan  prinsip  penggunaan  air  secara  berulang  kali pada  daerah irigasi   yang   saluran   drainasenya   masih   terdapat   air   dapat   dilakukan pemompaan air ke lahan pertanian. Hal tersebut didukung dengan penerapan   teknologi   pemanenan   air   hujan   serta   pembuatan   jaringan penangkap   aliran   permukaan.   Metode   ini   diprioritaskan   pada   daerah- daerah  yang  seringkali  dilanda  krisis  air  bersih  karena  kondisi  alam  yang kering.
Kegiatan selanjutnya adalah pemberdayaan petani yang dilakukan melalui pembinaan terhadap petani (atau kelompok petani/P3A) tentang penggunaan air secara hemat, efisien, adil dan merata. Adapun materi yang diberikan pada saat pembinaan adalah penerapan pola tanam dan tata tanam sesuai pergiliran masa tanam dan jenis  tanaman  yang  telah  disepakati  dalam  Rencana  Tanam.  Kepatuhan petani  (P3A)  dalam penerapan  pola  tanam  sangat  diperlukan  guna menghindari   terjadinya   kegagalan   panen   serta   konflik   sosial   yang mungkin timbul akibat pemanfaatan air secara sepihak oleh petani.
Selain itu, dilakukan pula penyuluhan  pemanfaatan  air  secara  efisien  dan  efektif  melalui  Gerakan Hemat  Air  dan  peningkatan  kesadaran  terhadap  pentingnya  pelestarian lingkungan. Hal yang juga tidak kalah penting adalah diterapkannya metode SRI yang pada tahun 2009 diterapkan pada enam propinsi dengan total luas 69,50 Ha dan meningkat menjadi seluas 3.159,9 Ha pada tahun 2010.
Kegiatan keempat adalah penanggulangan bencana kekeringan, yang meliputi penyediaan  pompa  air yang pada  saat  ini  telah  tersedia  95  unit pompa  air (kapasitas  25  liter/detik)  dan  tersebar  pada  6  BBWS/BWS  di lingkungan Ditjen SDA, serta suplai air bersih melalui mobil tanki dan hidran umum pada daerah-daerah yang mengalami krisis air bersih. Ditjen SDA bersama  dengan  BNPB  juga melaksanakan  koordinasi  dengan sektor  lainnya yang terkait dalam rangka antisipasi bencana dan anomali iklim serta melaksanakan   Teknologi   Modifikasi   Cuaca   (TMC)  bekerjasama dengan instansi lain (BPPT, BMKG, LIPI).
Menurut data Ditjen SDA per tanggal 16 September 2011 yang disampaikan kepada Pusat Komunikasi Publik (Puskom), saat ini terdapat 284 bendungan besar di Indonesia dengan total tampungan saat kondisi normal  sebesar  12,4  miliar  m3.  Dari jumlah tersebut,  257  bendungan  di antaranya  merupakan  milik Kementerian PU dengan total tampungan dalam kondisi normal 6,1 miliar m3.
Sementara itu, kondisi  ketersediaan  air berdasarkan  pemantauan  31  Juli  2011  s/d  16 September  2011 adalah sebagai berikut : 10 waduk utama dalam kondisi normal, 6 waduk dalam kondisi waspada, 40 waduk lainnya dan 56 embung dalam kondisi normal. Selain itu, 7 waduk dan 18 embung dalam kondisi waspada, sementara 8 waduk dan 8 embung dalam kondisi kering

Sunday, September 18, 2011

Masalah Sanitasi Perkotaan Duh, Warga Ibu Kota pun Antre Air Bersih

Senin, 5 September 2011
Warga antre air bersih
Warga antre air bersih
JAKARTA - Puluhan kaum ibu, remaja putra hingga anak-anak berjejer di samping sebuah mobil tangki warna putih bertuliskan Palyja. Mereka antre sejak pagi sambil membawa ember, jeriken, galon, dan wadah-wadah lainnya untuk mendapatkan jatah air bersih, akibat pasokan dari PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) terhenti.

Sebagian warga lainnya terpaksa membeli air bersih di kios-kios penjualan air isi ulang untuk kebutuhan sehari-hari sepertti minum, masak, mencuci, mandi, dan sebagainya. Pemandangan seperti itu ternyata ada di Ibu Kota, bukan di daerah tandus seperti di Gunungkidul yang memang rawan air bersih karena kerap dilanda kekeringan. 

Ya, Jakarta mendadak krisis air bersih. Kondisi sulit mendapatkan air bersih ini diakibatkan jebolnya tanggul Buaran, Jakarta Timur, sepanjang 10 meter pada 31 Agustus 2011. Dampak dari gangguan ini sekira 60-65 persen atau lebih dari 250.000 pelanggan Palyja tidak dapat menerima suplai air bersih. Bahkan Istana Kepresidenan pun kena imbas krisis air. Sejumlah kamar mandi di dalam kompleks Istana kosong, termasuk di ruang wartawan. Tak ayal, pihak rumah tangga Istana meminta pasokan air kepada Palyja agar memasok air bersih melalui mobil tangki.

Tidak adanya suplai air bersih ini membuat berang warga. Marcel (29), warga Cipinang Pulo Maja RT III, Jakarta Timur, misalnya. Dia kesal karena tidak ada tindakan cepat dari PT Aetra selaku pemasok air bersih ke wilayahnya. “Bagaimana, kalau begini terus. Kalau mandi bisa ditahan, tapi kalau untuk buang air kan repot,” ujar Marcel kepada okezone. Keluhan-keluhan terkait tersendatnya pasokan air juga banyak dilontarkan sejumlah pembaca okezone. Mereka protes, karena PT Palyja dan Aetra lebih mementingkan suplai air ke Istana.

Air memang kebutuhan yang paling banyak berpengaruh bagi kehidupan mahluk hidup. Tidak tersedianya kebutuhan air bersih berdampak luas, tak hanya membuat warga kesulitan untuk minum, memasak, mandi, mencuci, dan lainnya. Namun ada ancaman yang lebih serius, yakni menyebarnya penyakit akibat sanitasi buruk.

Akibat tidak ada air, tentunya banyak toilet dan closet di fasilitas umum yang tidak disiram. Kotoran manusia dan limbah rumah tangga berserakan di mana-mana, lalu dihinggapi lalat yang berterbangan akan menyebarkan penyakit. Masyarakat pun terancam wabah penyakit diare akibat ketidaktersediaan air bersih di tempat-tempat umum.

Kenapa Jakarta yang notabene etalasenya Indonesia di mata dunia harus mengalami krisis air bersih? Peristiwa ini membuktikan Jakarta memang rawan krisis air bersih. Hanya gara-gara tanggul jebol, warga harus antre dan membeli air di distributor air isi ulang. Hal itu tidak akan terjadi jika sumur-sumur warga layak dikonsumsi sehingga tidak tergantung pada air pam.

Paljaya mengaku kelimpungan menyuplai air bersih saat peristiwa darurat seperti tanggul jebol ini adalah buruknya kualitas sungai-sungai yang ada di Jakarta, akibat tercemar limbah. Terlebih Paljaya tidak memiliki cadangan air bersih.

Corporate Communications Head PT Palyja Meyritha Maryanie mengungkapkan, ada 13 sungai di Jakarta. Sayangnya, sudah tidak bisa diolah menjadi air baku karena sudah tercemar. Jika air sungai itu bisa digunakan, maka krisis air bersih seperti kasus jebolnya tanggul di Kalimalang bisa diantisipasi. "Sungai-sungai yang ada di Jakarta sudah tidak bisa diolah, karena pencemarannya sudah sangat tinggi," ungkap Meyritha saat dihubungi okezone. 

Data dari Pusat Penelitian Sumber Daya Manusia dan Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Indonesia menyebutkan, 80-90 persen air tanah dangkal di Jakarta sudah tercemar bakteri pencernaan atau E-Coli. "Seluruh sungai yakni 13 sungai di Jakarta tercemar bakteri E-Coli, baik tercemar berat maupun sedang,” ungkap Kepala Pusat Penelitian Sumber Daya Manusia dan Lingkungan Program Pascasarjana UI Setyo Sarwanto Moersidik dalam sebuah diskusi, beberapa waktu lalu.

Hasil penelitian Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta menemukan pencemaran masuk dalam kategori sangat tinggi dan melampui ambang batas pada sungai-sungai di Jakarta. Berdasarkan hasil pantauan BPLHD DKI Jakarta, pada periode Maret hingga Mei 2010 persentase status mutu air sungai yang masih baik adalah 0 persen, sedangkan yang tercemar ringan 7-9 persen, tercemar sedang 10-20 persen, selebihnya tercemar berat sekitar 71-82 persen.

Bahkan khusus untuk Kali Ciliwung, dari sembilan titik pantau terdapat rentang status mutu mulai dari tercemar ringan hingga tercemar berat. Kali Ciliwung yang melintasi 76 kelurahan dan 20 kecamatan di Jakarta ini terdapat sedikitnya 108 titik pembuangan sampah ilegal. Akibat limbah dari 13 aliran sungai itu menjadikan wilayah Kepulauan Seribu sebagai muara berbagai sampah-sampah tersebut.

Sanitasi di perkotaan adalah masalah serius yang harus ditangani secara tepat dan komprehensif. Namun masih banyak pihak yang belum menganggap penting pembangunan sanitasi. Seolah-olah sanitasi ini tidak akan memberikan pengaruh signifikan dalam pembangunan. Padahal, dalam berbagai studi, peningkatan pembangunan sanitasi berdampak sangat signifikan bagi masyarakat.

Justru luar biasa kerugiaan yang diakibatkan buruknya sanitasi. Perilaku mencemari lingkungan baik tanah maupun air ini akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar. Berdasarkan hitungan Bank Dunia, Indonesia kehilangan Rp58 triliun per tahun akibat sanitasi buruk. Adapun studi WHO tentang Water Supply and Sanitation pada 2008 menempatkan Indonesia di posisi ke-9 dari 11 negara di kawasan Asia Tenggara.

Laporan Economic Impact of Sanitation in Indonesia menyebutkan, sanitasi buruk menjadi penyumbang bagi meningkatnya penyakit diare, di mana anak-anak menjadi korban terbanyak, bahkan lebih banyak dari masalah gizi buruk pada balita. Sanitasi yang buruk juga menyebabkan Indonesia mengalami sedikitnya 120 juta kasus penyakit dan 50.000 kematian dini tiap tahun.

Sementara itu Indonesia membutuhkan biaya pemulihan pencemaran air mencapai Rp13,3 triliun per tahun, hampir sama dengan APBN bidang sanitasi yang dialokasikan untuk lima tahun. Tapi sebaliknya, efek luar biasa dari peningkatan kualitas sanitasi pada kesehatan, pendidikan, dan produktifitas. WHO memperkirakan bahwa kondisi dan perilaku sanitasi yang baik dan perbaikan kualitas air minum dapat menurunkan kasus diare sampai 94 persen.

Pada Sidang Umum PBB yang dilakukan akhir Juli 2010, Indonesia menjadi salah satu dari 122 negara yang menetapkan sanitasi sebagai hak asasi manusia. Indonesia juga termasuk ke dalam 189 negara pendukung Deklarasi Milenium yang menetapkan sanitasi sebagai sasaran MDG's 2015. Dalam hal ini, Indonesia menargetkan peningkatkan proporsi rumah tangga terhadap akses sanitasi yang berkelanjutan menjadi 62,41 persen pada 2015.

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama mengatakan, sumber air tawar terus berkurang karena pencemaran hasil dari pembuangan kotoran domestik, limbah industri, limbah padat, dan aliran dari limbah pertanian ke sungai dan danau.

Dalam rangka upaya pengendalian pencemaran terhadap sumber air, pemerintah melakukan upaya-upaya melalui Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) yang ditargetkan pada 330 ibu kota kabupaten/kota selama 2010-2014. Hingga saat ini telah selesai disusun 41 Strategi Sanitasi Kota (SSK). Untuk daerah perdesaan dilakukan upaya peningkatan perilaku higienis dan peningkatan akses sanitasi dasar atau jamban keluarga melalui kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). "Dalam tahun 2011 telah dilaksanakan di 2510 desa yang memberi akses kepada 2,9 juta jiwa dan tahun 2011 direncanakan di 5.500 desa," imbuh Tjandra.

Sebab itu, kata dia, tema yang diangkat dalam peringatan Hari Air Sedunia (World Water Day 2011) pada 22 Maret lalu adalah Water for Cities, Responding to The Urban Challenge, diterjemahkan menjadi Tema Nasional Air Perkotaan dan Tantangannya.

Bagaimana dengan Ibu Kota Jakarta? Nah, tantangan berat bagi Jakarta untuk segera membangun sistem pengolahan air limbah seperti model Maynilad di Dagat Dagatan, Novotas, Manila. Model ini sudah berteknologi sederhana dan investasinya kurang dari Rp1 triliun. Proses pengolahan air limbahnya cukup sederhana, yakni dari rumah tangga langsung mengalir melalui pipa-pipa menuju pusat penampungan. Selanjutnya, limbah cair dan limbah padat masuk ke pusat pengolahan air limbah dan diproses melalui tiga tahapan. Dari proses di Maynilad itu diperoleh dua produk dari dua jenis limbah. Limbah cair diolah menjadi air bersih dan limbah padat diolah menjadi biogas.

Jakarta memang memiliki pusat pengolahan air limbah, namun hanya untuk limbah hotel dan rumah sakit, seperti di Penggilingan, Jakarta Utara. Diharapkan dengan mengadopsi model Maynilad, warga Jakarta ke depan memiliki sistem sanitasi yang baik. Sehingga, bisa memberikan nilai positif untuk kualitas kesehatan warga Ibu Kota, yang akhirnya bermuara pada peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Di samping itu, PPSP yang berlangsung 2010-2014 ini terus digalakan sesuai dengan tiga target pembangunan sanitasi, yaitu setop buang air besar sembarangan, penanganan sampah melalui pengurangan timbunan dari sumber dan penerapan sistem sanitary landfill untuk TPA dengan prioritas di 240 kota, serta pengurangan genangan air di sejumlah kota/kawasan perkotaan seluas 22.500 hektare.

Dengan demikian, sanitasi adalah upaya pencegahan masalah kesehatan dan kerugian ekonomi yang sangat efektif. Seyogianya, dampak positif dari peningkatan kualitas sanitasi ini menjadi prioritas dari pengambil kebijakan di pusat dan daerah, termasuk wakil rakyat sehingga tidak hanya meriah saat Jambore Sanitasi. Lucu dan tak elok kalau Istana dikirimi mobil tangki Palyja dan warga Jakarta harus jinjing jeriken dan antre sekadar mendapatkan air bersih.

BUMI INDONESIA SETENGAH MATI


MAKASSAR. Sejumlah bocah bermain bola di area tambak yang dilanda kekeringan di Galesong Utara, Takalar, Sulsel, Kamis (8/9). ANTARA/Yusran Uccang
Air adalah anugerah Allah. Nikmat yang  Allah berikan  untuk kehidupan semua  makhluk ciptaannya, terutama manusia. Lewat Air, Allah hidupkan bumi yang mati ini. Lalu Allah tumbuhi pohon-pohonan dan diberikanNya buah-buahan untuk kehidupan manusia. Apakah kita belum mau bersyukur ? Lalu nikmat mana lagi yang akan kita dustai ? Kalau kita bersyukur, Allah pasti akan tambah nikmat air itu. Tetapi sebaliknya, bila kita kufur maka sesungguhnya siksa Allah teramat pedih.


  BREBES. Tiga anak bermain di sekitar sawah yang kekeurangan air dan mengalami kekeringan di Desa Karangdempel, Kec. Losari, Kab. Brebes, Jawa Tengah, Selasa (6/9). Sawah di daerah tersebut telah mengalami kekeringan sejak empat bulan lalu, sehingga pesawahan menjadi rusak dan tak bisa diolah. FOTO ANTARA/Agus Bebeng
Data menunjukkan bahwa Indonesia tergolong negara yang memiliki sumber daya air berlimpah, yakni nomor 4 terbesar di dunia. Meskipun demikian, jumlah sumber air yang besar itu ternyata tidak merata di seluruh  Indonesia. Sehingga ada sebagian daerah yang minus dan dihadapi kekeringan dan ada pula yang surplus hingga dilanda bajir dan tanah longsor. Kekeringan dan krisis air, membuat wajah Indonesia tidak lagi wangi dan berseri. Sebab, air dan berbau, terpaksa dikonsumsi karena sudah tidak ada lagi pilihan dan solusi. Yang kaya dan banyak uang, masih bisa mendapatkan air dengan cara membeli dengan harga yang berlipat-lipat kali. Sedangkan yang miskin, tak mau lagi ambil peduli, terpaksa mengkonsumsi air kotor dengan berjalan kaki dan menempuh jarak beribu kaki. Bumi Indonesia kelihatan sudah setengah mati. Subhanallah…

YOGYAKARTA. 120 siswa shalat meminta hujan, sebagai bentuk kepedulian terhadap kekeringan akibat kemarau panjang di sejumlah wilayah di Indonesia. FOTO ANTARA/Wahyu Putro
Ya Allah, ampunkanlah dosa-dosa kami. Dosa para pemimpin kami. Dari pemimpin keluarga, pemimpin rumah tanggan hingga pimpinan negara. Ampunkan dosa ibu bapa kami. Dosa orang tua kandung, orang tua angkat dan juga orang tua tiri. Ampunkan dosa para guru kami. Ampunkan dosa para penegak hukum di negeri ini. Dosa pak Polisi, Pak Jaksa dan Pak Hakim yang berkoalisi dengan kebohongan dan salah memberikan remisi, Ampunkanlah dosa para ulama dan ustad yang menjual mahal Firman Mu dan mengolok-olok yang bodoh dengan dalil-dalih yang belum tentu Syahi.
Ya Allah, gantikan suara dan teriak keras para elit politik dengan setes air bersih lagi bening. Sebening air mata mereka dikala tertangkap tangan menerima suap dan korupsi. Sebanyak keringat dingin mereka dikala diperiksa KPK.
Ya Allah, turunkan hujan sebanyak nilai rampasan uang rakyat yang dikorupsi penjahat berdasi. Bila jumlahnya milyaran rupiah, jadikan milyaran tetes air. Untuk kami minum, masak, mandi, mencucui dan aliri sawah yang kering.

MAKASSAR. Seorang bocah bermain bola di area tambak yang dilanda kekeringan di Galesong Utara, Takalar, Sulsel, Kamis (8/9). Menurut BMKG Sulsel musim kemarau tersebut akan berlangsung hingga akhir September 2011. ANTARA/Yusran Uccang

LUMAJANG. Perempuan desa Jenggrong berjalan di jalan yang menanjak dengan menyunggih air bersih di kepalanya.Akibat kesulitan air karena musim kemarau,serta ketidak mampuan membeli air bersih warga terpaksa menggunakan air sungai. ANTARA/Cucuk Donartono


SERANG. Warga Kampung Baru, Dusun Cerocoh, Desa Domas, Serang, Banten sedang mengambil jatah air bersih yang baru dikirim petugas PDAM Serang, Kamis (8/9). Karena musim kemarau pasokan air melalui pipa PDAM dari Serang tidak sampai ke rumah mereka. FOTO ANTARA/Asep

PAMEKASAN. Penduduk mengambil air di penampungan air sementara, di Desa Gugul, Tlanakan, Pamekasan, Madura, Jatim, Senin (12/9). Sumber mata air hasil swadaya masyarakat itu menjadi andalan empat desa untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. FOTO ANTARA/Saiful Bahri

BANJARNEGARA. Mesin penyedot air yang dipasang di tepi telaga Merdada kawasan dataran tinggi Dieng Desa Karang Tengah, Batur, Banjarnegara, Jateng, Selasa (13/9). Sebagian besar petani di kawasan tersebut menggantungkan kebutuhan air untuk memenuhi kebutuhan. ANTARA/Anis Efizudin

SLEMAN. Siswa SDIT Salsabila Klaseman berdoa usai mengikuti shalat Istisqo' atau meminta hujan di lapangan Depan Sekolah mereka, Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, DI Yogyakarta, Selasa (13/9). Foto: ANTARA 3. LUMAJANG.