Friday, December 31, 2010

ASWD :DESAK BWSS VI JAMBI SEGERA MEMPERBAIKI BANTARAN SUNGAI BATANG HARI AKIBAT EROSI

















Pasar Muaro Tembesi Pusat Sejarah yang Terlupakan

ASWD :DESAK BWSS VI JAMBI SEGERA MEMPERBAIKI BANTARAN SUNGAI BATANG HARI AKIBAT EROSI

MUARA BULIAN – Kelurahan Pasar Muara Tembesi, Kecamatan Muara Tembesi, merupakan daerah tertua di Provinsi jambi. Disinilah pusat Pemerintahan Kolonial Belanda dulu berkedudukan dan dipimpin oleh seorang Conteler (bupati). Setelah Belanda kalah dengan Jepang, maka pemerintahan Jepang berdiri disini dengan adanya Guancho. Barulah pada tahun 1949, setelah Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia yang diterima oleh Dr.Mohammad Hatta (Wakil Presiden RI I) berpusat di Pasar Tembesi ini. Itu meru[akan awal pemerintahan Provinsi Jambi. Barulah setelah UU No 5 tahun 1975 tentang desa dan kelurahan, Pasar Tembesi dirubah menjadi kelurahan.

Luas kota sejarah ini sekarang hanya tersisa 316 hektar, pemukiman penduduk 30 hektar dan tanah milik TNI 8 hektar, sisanya adalah rawa-rawa. Jumlah penduduknya makin lama makin menipis, 1.267 jiwa terdiri dari 312 kepala keluarga. Sekarang Pasar Tembesi sudah banyak ditinggal pergi warga yang notabenenya adalah pedagang dan pindah ke pal 5 Kelurahan Kampung Baru. Penyebabnya tidak lain tidak bukan adalah makin lama lahan ini ditelan sungai Batang Hari.

Salah satu contoh adalah kondisi Bangunan pengendali banjir sepanjang 200 meter yang dibangun pemerintah Provinsi Jambi pada 1998 di pinggiran Sungai Batanghari sudah roboh. Bahkan tanah dipinggiran sudah banyak yang longsor ke sungai.

Lurah Pasar Tembesi, Junaidi, mengatakan bahwa faktor penyebab semua ini adalah setiap tahun tebing sungai Batanghari mengalami longsor. Dikhawatirkan pemukiman penduduk akan habis.

“Umur turap itu hanya bertahan selama 3 bulan setelah pembanguan, setelah itu turap hancur. Sekarang longsor semakin bertambah. Sudah beberapa toko yang amblas kedalam sungai ndak berbekas,” jelas Junaidi , senin (23/11).

Junaidi meminta kepedulian Gubernur Jambi, Hasan Basri Agus (HBA), yang pernah menjabat Camat Muara Tembesi, yang tahu persis keadaan Pasar Tembesi agar dapat memperhatikan dan meninjau keadaan Pasar Tembesi secara langsung.

Warga juga berharap agar pemerintah mau membangun kembali turap penahan longsor dibangun kembali. Selain itu, warga juga meminta pemerintah melanjutkan kembali pembangunan jalan tembus sepanjang 2,4 kilometer dari tepian Sungai menuju ke desa lain seperti Suka Ramai.

Disisi lain Ketua Koordinator DPP ASWD BUNG ROY ANDRE mendesak Balai Wilayah Sungai Sumatera VI segera melakukan perbaikan bantaran sungai batang hari di pasar muaro tembesi Kabupaten batang Hari,ini bukti kurangnya pengawasan tentang daerah aliran sungai (das) yang di lakukan pihak balai wilayah sungai sumatera VI Jambi,bung Roy Juga menambah kan Adanya permasalahan air yang sedang dialami dunia ini telah mendorong dan meningkatkan kesadaran dan kepedulian perlunya upaya bersama dari seluruh komponen bangsa dan bahkan dunia untuk dengan kebersamaan memanfaatkan dan melestarikan sumber daya air (SDA) secara berkelanjutan.

Peringatan hari air sedunia ke XVIII tanggal 22 maret 2010 sebagai wahana untuk memperbarui tekad kita untuk melaksanakan Agenda 21 yang dicetuskan pada tahun 1992 dalam United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) yang diselenggarakan di Rio de Janeiro, Brazil atau populernya disebut sebagai Earth Summit

Resolusi PBB 147/193 menghimbau semua Negara untuk memperhatikan hari air sedunia setiap tanggal 22 maret,di Indonesia di deklarasikan dan ditanda tangani oleh 11 mentri diantaranya Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, yakni: Menko Kesra Ad Interim, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertanian, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Kesehatan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah, Menteri Kehutanan, Menteri Sosial, Menteri Negara Riset dan Teknologi, Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas, dan Menteri Negara Linglkungan Hidup
yang isinya antara lain : meningkatkan upaya pengelolaan dan perlindungan sumber daya air untuk menanggulangi bencana, melakukan pencegahan perusakan lingkungan melalui konservasi, rehabilitasi hutan dan lahan pada daerah aliran sungai ( DAS ) kritis. Pengelolaan kwantitas air serta pencemaran air, mengkatkan kordinasi di bidang IPTEK, serta mengingkatkan partisipasi seluruh pemangku kepentingan masyarakat luas. Dalam menanggulangi bencana, pertukaran data dan informasi di bidang sumber daya air dan penaggulangan banjir.
Panitia nasional yang berfungsi menggalakkan HAS di daerah – daerah se-indonesia termasuk Propinsi jambi pada tahun 2004 hari air sedunia berjudul“ Water and Disaster “ ( air dan bencana ) tujuannya agar masyarakat diingatkan pentingnya concern terhadap air ( peringatan dini ) jika terjadi kekeringan dan banjir agar siap menghadapi banjir / bencana.
Dengan demikian masyarakat bisa mengantisipasi atau memanilisasi jumlah korban.propinsi jambi pada tanngal 12-12 tahun 2003 pernah mengalami kebanjiran karena sungai batang hari dan anak-anak sungainya meluap dan terjadi banjir besar kita mencatat akibat banjir tersebut 5.752 rumah terendam air dan rusak,321 sekolah juga mengalami yang sama,70 puskesmas,45 mesjid serta 7 buah jembatan dan belum lagi korban jiwa tegas bung roy

LMR-RI Klaim Dapat Dana Hibah Rp 600 Triliun

Sabtu, 18/03/2006 23:05 WIB
LMR-RI Klaim Dapat Dana Hibah Rp 600 Triliun
Chaidir Anwar Tanjung - detikNews

Pekanbaru - Entah benar atau tidak, yang pasti Lembaga Missi Reclasseering Republik Indonesia (LMR-RI) mengklaim mendapat dana hibah sebesar US$ 60 miliar. Dana itu bila dihitung dengan kurs US$ 1 setara Rp 10 ribu maka dana hibah itu mencapai Rp 600 triliun. Wow! Pengakuan adanya dana hibah itu datang dari Hendrik Simon. Pria berbadan tinggi dan tidak terlihat gaya parlente sebagai mana layaknya pengusaha muda, mengaku menduduki jabatan sebagai Vice President LMR-RI. Di hadapan wartawan di Kabupaten Bengkalis-Riau, Sabtu (18/03/2006) dia mengaku mendapat dana hibah dari Perry Morgen pemilik perusahaan Tamplar House Ltd USA. Sulit rasanya diterima akal sehat soal dana hibah itu. Tapi Simon tetap pede kalau dana itu memang akan diserhkan donatur asa Amerika kepada LMR-RI. Apa lagi gaya Simon sendiri tidak meyakinkan sebagai konglomerat. Dalam memberi keterangan kepada waratwan dia sendiri hanya mengenakan baju batik celana hitam. Terus didampingi sejumlah orang tua yang mengaku dari jajaran LMR-RI. Simon menuturkan, dana hibah sebanyak US$ 60 miliar, masih tersimpan di lima bank di London. Untuk meyakinkan akan misi dana hibah yang akan dibangun untuk infrastruktur di Sumatera itu, dia menunjukan bukti perjanjian Perry Morgen terhadap LMR-RI di atas akte notaris Racmad Musiran di Jakarta. Dalam akte notaris itu dijelaskan, LMR-Ri akan mendapat dana hibah sebanyak US$ 60 miliar. Dan perjanjian dana hibah ini tidak bisa dibatalkan. Lantas dana sebanyak itu akan dipergunakan diantaranya membanguan jalan bebas hambatan sepanjang 7.000 km dari Aceh sampai ke Lampung. Luas badan jalan pun mencapai 65 meter. Itu artinya akan memiliki dua lajur yang bisa dilintasi oleh 8 mobil. Selanjutnya, membangun pelabuhan ekspor-impor bertaraf internasional di Kabupaten Bengkalis Riau. Ini belum lagi membangun lapangan terbang diatas tana 4.000 hektar yang juga di Bengkalis. Malah, Simon mengaku lapangan ini akan memiliki dua jalur landasan pacu. Yang anehnya, Simon mengaku dana hibah ini diberikan secara cuma-cuma dan tidak ada timbah baliknya terhadap donatur. Yang tidak masuk akal lagi, dalam pemberian dana hibah ini tidak ada sanksi hukumnya bila terjadi penyelewengan. "Tidak ada sanksi hukumnya. Hanya ini kepercayaan penuh antara donatur dengan saya," kata Simon penuh keyakinan. Bukankah dana hibah sebanyak Rp 600 trliun ini hanya sebuah wacana gila dan tak masuk akal? "Benar. Banyak orang yang mengatakan tidak masuk akal. Tidak cuma Anda saja, anggota DPR RI juga menilai dana hibah yang akan kami terima ini tidak masuk akal," timpal Simon pada detikcom. Simon mengaku, saat ini pihaknya hanya menunggu Inpres dari Presiden SBY agar dana hibah yang masih tersimpan di lima bank di London bisa segera dicairkan. "Kami ini ingin membangun infrastruktur demi anak bangsa. Kami tidak menggunakan dana APBD atau APBN. Ini dana hibah cuma-cuma. Mestinya presiden bisa mengeluarkan inpresnya untuk mencairkan dana ini," kata Simon lagi dengan penuh keyakinan. LMRI RI sendiri berpusat di Jakarta. Tepatnya Komisariat Pusat LMR-RI ini berada di Jalan Letjen Suprapto No 90 Jakarta Pusat. Dari situs reclasseering.tripod.com, diketahui lembaga ini dididirkan pada tahun 1931 silam yang begerak dalam bidang kemanusiaan. Awalnya didirikan oleh oleh Prof. Mr. Djojo Adhi Diningrat, dkk dalam upaya persiapan kemerdekaan dengan konsep "Reclasseering Indonesia" dan mendampingi proklamasi 17 Agustus 1945. (ddn/

Tepian Hutan Taman raja Tungkal

Foto Selengkapnya

Setelah mengarungi hutan-hutan di Riau-Jambi, petualangan kami ditutup dengan berkunjung ke kawasan Taman Raja yang terletak di Kecamatan Tungkal Ulu Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Dinamakan hutan taman raja karena hutan ini terletak di desa Taman Raja. Lokasi ini berjarak 170 km dari Kota Jambi atau dapat ditempuh 4 jam perjalanan arah Lintas Timur Sumatera. Hutan ini pernah menjadi hutan industri, namun karena topografi yang cenderung berbukit dan merupakan daerah aliran sungai yang menjadi sumber kehidupan di desa-desa sekitarnya, hutan industri tersebut dijadikan kawasan hutan lindung.

Seperti kawasan lindung pada umumnya, hutan ini memiliki keanekaragaman hayati. Di hutan ini ditumbuhi jenis tumbuhan langka seperti: Kempas, Jeluntung, dan Meranti. Sedangkan hewan langka yang masih bisa ditemui di kawasan ini adalah Harimau Sumatra, Macan Dahan, Beruang Madu, Trenggiling, Ungko, Beruk, dan Burung Kuao.

Masyarakat sekitar masih memiliki ketergantungan terhadap hutan Taman Raja. Masyrakat memanfaatkan hasil hutan bukan kayu seperti madu, getah jenang, gaharu, tumbuhan obat dan ikan yang hidup di sungai. Walaupun tidak dapat dipungkiri masih banyak masyarakat yang bergantung pada hasil hutan kayu.


Di kawasan ini sangat berpotensi sebagai eko wisata dan wisata budaya. Terdapat keunikan di setiap bagian hulu sungai Asam dan Sungai Pengabuan yang bertopografi berbukit sehingga menyebabkan terbentuknya air terjun yang sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata. Selain itu, di daerah ini terdapat orkes melayu khas yang nyaris punah keberadaanya.

Kedepannya, untuk menjamin terpeliharanya areal konservasi, budaya dan kearifan lokal memerlukan sinergisitas antara pemerintah, masyarakat, swasta dan LSM.

Ancaman Sumber Air Minum Tercemar

Senin, 06/12/2010,

BATASI KENDARAAN
Sumber mata air yang menjadi bahan baku usaha air minum sebuah perusahaan swasta Kampung Lio, Desa Caringin, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi Jawa Barat terancam tercemar oleh limbah peternakan ayam.

Stakeholder Relations dan CSR Manager PT Aqua Golden Mississipi Giwa Giwangkara, Minggu (5/12/2010), mengatakan, keberadaan peternakan ayam hingga kini belum berdampak pada sumber mata air dan pihaknya menjamin tidak akan mencemari kualitas air yng dipasarkannya.

"Dalam produksi air kita menggunakan jalur pipa sehingga akan tetap steril dan terjamin kehigienisannya," kata Giwa.

Namun demikian pihak Aqua tetap menjamin kualitas airnya walaupun sumber mata air tersebut sangat dekat dengan peternakan ayam milik warga seluas tiga hektar.

Pihaknya juga membenarkan dengan keberadaan peternakan ayam tersebut pihak senantiasa melakukan penelitian terhadap sumber mata air dan kandungan air itu.

"Sampai saat ini belum ada dampak dari keberadaan peternakan ayam itu. Ini berdasarkan hasil kulitas air yang terus kita uji di Badan Besar Industri Agro (BBIA) seminggu sekali, yang menyatakan bahwa air Aqua tetap higienis dan aman dikonsumsi," ungkap Giwa.

Sementara itu, pengelola peternakan ayam Agus Okek menuturkan memang beberapa kandang ayam cukup berdekatan dengan pabrik Aqua.

Selain itu rencananya pemilik peternakan akan menambah lahan dan jumlah kandang.

Namun, pihaknya menjelaskan dalam pembangunan peternakan ini sudah mendapatkan izin sesuai dengan prosedur dan pihaknya akan senantiasa memperkecil dampak pencemaran dari peternakan ini.

"Kami akan selalu menjamin agar tidak terjadi pencemaran, tetapi kami pernah menawarkan lahan peternakan ini kepada pihak Aqua untuk dibeli tetapi belum ada penawaran," ujarnya.

Usaha peternakannya menurut Agus baru beroperasi selama enam bulan dan rencananya akan ditambah kandang ayamnya.

Dari pantauan di lapangan, jarak peternakan ayam itu hanya berjarak beberapa meter saja dari lokasi produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Aqua dan dari peternakan ini kerap tercium bau tidak sedap yang diduga berasal dari kotoran ayam

Menanti Datang HujanSudah dua minggu Tungkal Ilir dilanda kemarau

Menanti Datang HujanSudah dua minggu Tungkal Ilir dilanda kemarau. Untuk kebutuhan air bersih penduduk terpaksa menampung air hujan.

Maryono (64), warga Desa Bumi Serdang, Kecamatan Tungkal Ilir, Kabupaten Banyuasin terduduk lesu di teras rumahnya yang terbuat dari kayu dan beratapkan daun nipah.

Sudah hampir setengah jam ia menunggu turunnya hujan membasahi Bumi Sedulang Setudung.

Maryono pasrah lantaran untuk mencari sumber air untuk keperluan sehari-hari, ia tidak sanggup lagi mengingat usianya yang telah senja.

Kini, untuk memenuhi kebutuhan air seperti memasak, mencuci, dan mandi, ia hanya mampu menyuruh kedua anaknya Sucipto (36) dan Suparto (29) mencari sumber air bersih.

Penderitaan warga Tungkal Ilir sudah dirasakan dalam dua minggu terakhir. Masuknya musim kemarau membuat warga kesulitan mendapatkan air bersih.

Sebelum masuk musim kemarau warga hanya memperoleh air bersih dari hujan yang turun dan ditampung dengan memakai gentong atau drum besar.

Biasanya setiap kepala keluarga (KK) memiliki sekitar dua hingga tiga gentong air besar untuk menyimpan air hujan guna keperluan sehari-hari.

Sedangkan untuk mandi dan mencuci warga memanfaatkan aliran air sungai, meski warna air kekuning-kuningan dan sedikit kotor.

Namun sekarang, sejak datangnya musim kemarau ribuan warga Kecamatan Tungkal Ilir kesulitan untuk mendapatkan air bersih.

Bagi warga yang mampu dan ekonominya cukup lumayan mereka dapat membeli air galon di Kecamatan Sungai Lilin Muba yang harganya cukup tinggi mencapai Rp5 ribu per galon.

Sedangkan bagi warga miskin seperti dirinya terpaksa mencari sumber air yang jaraknya hingga puluhan kilometer.

Sementara sumur bor yang dibangun Pemkab Banyuasin beberapa tahun lalu sama sekali tidak bisa digunakan lantaran kondisi air di Kecamatan Tungkal Ilir berkadar asam tinggi sehingga tidak layak untuk dikonsumsi.

“Kalau sudah mencari air bersih terpaksa mencarinya hingga ke desa-desa atau kecamatan tetangga yang jaraknya mencapai puluhan kilometer. Sedangkan untuk membeli air galon, kami tidak mampu karena harganya mahal. Apalagi tidak cukup persediaan hanya dengan satu galon saja,” keluhnya.

Musibah kekeringan tidak hanya terjadi di Kecamatan Tungkal Ilir saja, akan tetapi dialami oleh warga yang tinggal di Pangkalan Balai Banyuasin.

Bahkan, meski di ibukota Banyuasin tersebut sudah memiliki Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Betuah, tidak seluruh warga dapat menikmati air bersih karena masih kecilnya kapasitas PDAM Betuah tersebut.

Apalagi letak geografis sebagian besar wilayah Pangkalan Balai yang berada pada dataran tinggi, membuat sumur-sumur yang selama ini dimanfaatkan warga untuk memperoleh air bersih kering kerontang.

Warga pun terpaksa membeli air jeriken dari PDAM Betuah dengan harga yang cukup menguras kocek. Namun hal itu terpaksa dilakukan supaya tetap bertahan hidup.

Seperti yang dialami Iskandar (43), warga Pangkalan Balai. Ia mengaku sejak musim kemarau dalam satu minggu ia harus merogoh uang hingga ratusan ribu hanya untuk membeli air bersih dari PDAM.

Tedmond ukuran 500 liter dijual dengan harga Rp60ribu, sementara keperluan satu minggunya berkisar lima tedmond.

“Paling tidak harus punya uang Rp300 ribu buat satu minggu, itu pun pemakaiannya sudah dihemat. Meski kita mampu membeli air ‘kan tidak mungkin terus-terusan seperti ini, bisa-bisa pengeluaran beli air lebih besar daripada biaya makan,” gerutunya.

Ia berharap Pemkab Banyuasin segera merealisasikan pemasangan instalansi air bersih di Pangkalan Balai. Mengingat musim kemarau tidak bias diprediksi berapa lama akan berlangsung.

Sekitar 0,62 Persen Air Layak Minum Jadi Rebutan

JAKARTA– Air minum layak dikonsumsi air tanah sekitar 0,62 persen dari 97 persen permukaan dunia adalah air minum.

“Jumlah air itu menjadi rebutan sebanyak 6,7 miliar penduduk dunia sehingga air ke depan akan sangat berharga,” ungkap Pakar Hidrogeologis, Prof Dr Sari Bahagiarti di Jakarta, Rabu (8/12/2010) .

Sumber air yang berasal dari air pegunungan vulkanik, menjadi yang terbaik dibandingkan dengan air tanah yang ada di pesisir ataupun di krast.

“Penjelasan ilmiahnya adalah mata air pegunungan vulkanik bebas dari pencemaran, mengandung mineral alami yang seimbang dan memenuhi syarat air tanah yang baik yakni kualitas, kuantitas dan kontinuitas,” ungkapnya.

Dari sisi kualitas air harus memenuhi standar kualitas yakni fisik, kimia dan biologis. Untuk fisik tidak boleh berwarna, tidak berasa dan tidak keruh. Sedangkan kimiawi tidak mengandung logam berat misalnya Hg, Ni, Pb, Zn dan Ag ataupun zat beracun seperti senyawa hidrokarbon dan deterjen. Aspek biologi berkait air tidak mengandung microba khususnya bakteri entamoeba koli.

Galian C Petrochina berpotensi terjadinya longsor

Teluk Pengkah Terancam Longsor

Terkait,

Aktivitas Galian C

Di bahu DAS Pengabuan

Tungkal Ulu,—Benarkah Dugaan keras atas aktivitas PT.Petrochina International Jabung Ltd telah melakukan pelangaran Undang-undang lingkungan, terkait aktivitas penambangan galian C yang belokasi tepat pada bahu daerah aliran sungai (DAS) di Sungai Pengabuan yang diperkirakan telah berlangsung dua tahun ini.

Tudingan miring perusakan lingkungan berupa eksplotase yang dilakukan perusahaan bertarap International tersebut, berupa pengambilan bahan batu campur tanah dengan ribuan meter kubik, dinilai sangat berpotensi dapat merusak lingkungan diwilayah DAS di Dusun Teluk Pengkah Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Tanjab Barat.

Meskipun, upaya dari berbagai kalangan masyarakat peduli lingkungan didaerah itu, berupaya untuk mencegah aktifitas yang berpotensi terjadinya longsor dan terjadinya berbagai bencana lainya, akibat tambang tersebut. Namun pihak perusahaan dan Instansi berwenang seakan “tutup mata” dan kegiatan penggalian pada bahu DAS tetap saja ber jalan mulus. Padahal kondisi di lokasi tambang saat ini semakin memprihatinkan.

Berdasarkan investigasi kami di lokasi tambang. Apa yang dikeluh sejumlah warga benar adanya. Dengan terlihat cukup jelas aktivitas penggalian tepat berada pada bahu DAS Pengabuan (Photo terlampir)

Dengan inpormasi yang kami sampaikan ini. Semoga dapat mengetuk hati para pejabat dan pihak PP Migas, untuk segera mengatasi hal tersebut.Dewo

Penegakan Hukum Pelanggar Lingkungan Hidup Nyaris Tak Terdengar

EVALUASI
KINERJA KLH

Penegakan Hukum Pelanggar Lingkungan Hidup
Nyaris Tak Terdengar


Kamis, 30 Desember 2010
Cukup banyak pemerintah daerah (pemda) yang aktif menyosialisasikan Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun, di tengah banyaknya harapan terhadap pemberlakuan UU tersebut, ternyata hasilnya tak berbuah manis. Sebab, meski sudah satu tahun diundangkan, bisa dikatakan publik selalu dirugikan dan dikalahkan dalam kasus apa pun yang bersentuhan dengan penegakan hukum lingkungan.
Tentu, hal tersebut tidak mudah dilupakan dan akan menjadi kenangan pahit bagi masyarakat yang tinggal di daerah. Betapa pun, persoalan lingkungan hidup selalu dinomorsekiankan. Belum dilupakan bahwa percepatan pembangunan selalu dijadikan jargon dan dibenarkan oleh pemerintah untuk kemudian merusak lingkungan.
Program transmigrasi, kendati tujuannya baik, tetap saja implikasinya merusak lingkungan karena dilakukan dengan merambah hutan. Tak disadari, dengan membuka hutan, maka terjadi perusakan yang dampaknya bisa dirasakan saat ini: bumi makin panas dan banjir setiap kali musim penghujan datang. Tapi anehnya, semua pihak (termasuk pemerintah) dengan lantang berteriak saat bencana demi bencana datang melanda negeri.
Saat bencana banjir bandang Wasior, teriakan publik berubah menjadi "paduan suara". Semuanya bersepakat bahwa kerusakan dan perusakan lingkungan harus dihentikan.
Dalam UU tersebut ditegaskan bahwa kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang selama ini dipasung menjadi berkekuatan secara hukum dan memiliki otoritas yang lebih luas. Artinya, jika selama ini KLH selalu menyerahkan kasus perusakan lingkungan hidup kepada pihak yang lebih berwenang, ke depan KLH bisa lebih leluasa untuk menyelesaikan kasus-kasus yang berhubungan dengan otoritasnya.
"Sebelum disahkan revisi UU tersebut, KLH mandul. KLH hanya menginventarisasi kasus tanpa bisa menindaklanjuti," kata pakar hukum lingkungan hidup Universitas Parahiyangan Bandung, Asep Warlan.
Pengamat lingkungan hidup Universitas Indonesia (UI) Setyo S Moersidik menambahkan, Kementerian LH perlu membuat langkah fundamental penegakan lingkungan hidup untuk mengubah persepsi lingkungan menjadi berwawasan lingkungan. "Mengubah persepsi pembangunan menjadi berwawasan lingkungan, misalnya dengan gebrakan menangkap penjahat lingkungan," kata Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan Pascasarjana UI itu. Dengan gebrakan penegakan lingkungan tersebut, diharapkan pembangunan yang selama ini berorientasi ekonomi dapat menjadi pembangunan yang berkelanjutan.
Menurutnya, KLH ke depan perlu menyelesaikan beberapa masalah utama untuk menjawab permasalahan lingkungan ke depan. Di antaranya perlu kebijakan strategis guna menjawab keinginan para pihak bidang lingkungan hidup. Kebijakan strategis yang dimaksud misalnya dalam hal pemberian izin oleh pemerintah daerah terhadap hal strategis dan berdampak penting pada lingkungan. Contohnya, izin pemanfaatan hutan dan pertambangan.
Esensi pokoknya adalah bagaimana struktur dan kelembagaan KLH ke depan mampu menjawab peran dan fungsi KLH dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
Lemahnya Otoritas

Anggota DPR Tjatur Sapto Edi mengakui, lemahnya otoritas yang dimiliki oleh pemangku lingkungan hidup karena aturan yang belum mendukungnya. Dia melihat masih kurangnya penindakan dan penegakan lingkungan hidup oleh KLH selama lima tahun terakhir ini. "Lima tahun terakhir saya belum melihat atau mendengar adanya penjahat lingkungan yang dituduh atau dihukum beberapa tahun," katanya.
Terlepas dari peran KLH, penetapan UU No 32 telah bergaung di daerah. Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kalimantan Tengah (Kalteng), misalnya, mulai melakukan sosialisasi aturan baru tersebut secara informal. "Kami sudah mulai melakukan sosialisasi ke seluruh kabupaten tentang perundang-undangan lingkungan hidup secara informal," kata Esau A Tambang, Kepala Sub-Bidang Akses Informasi dan Mitra Lingkungan, BLH Provisi Kalimantan Tengah, baru-baru ini.
KLH juga nyaris tidak berbuat apa-apa ketika Taman Nasional di Kabupaten Kepulauan Seribu terancam rusak parah karena setiap hari ribuan ton sampah mengotorinya melalui 13 sungai yang mengalir dari hulu melewati DKI.
Limbah dari industri juga membuat warna air laut menjadi hitam. Dalam perjalanan dari Pelabuhan Muara Angke menuju Pulau Pari, Kepulauan Seribu, bau sampah dan limbah sangat menyengat hidung. Makin ke tengah air terlihat cokelat, terus hijau, dan baru menemukan air yang jernih kebiruan ketika hampir mendekati Pulau Pari.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh pakar kelautan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), pencemaran di kedua kawasan perairan itu didominasi polusi dan degradasi ekosistem. Polusi itu antara lain berupa silikat yang mencapai 52.156 ton, fosfat 6.741 ton, dan nitrogen 21.260 ton. Tingginya tingkat pencemaran juga mengakibatkan pengurangan kawasan bakau dan terumbu karang di kedua perairan itu.
Untuk wilayah perairan dengan jarak kurang dari 15 kilometer dari pantai, misalnya, terumbu karangnya hanya tersisa kurang dari lima persen. Sedangkan untuk jarak 15-20 kilometer dari pantai, tinggal 5-10 persen dan pada jarak 20 kilometer, tinggal 20-30 persen.
Berdasarkan data Pemprov DKI, setiap harinya terdapat tambahan rutin 27.966 meter kubik atau setara dengan 6.000 ton sampah.
Berbagai jenis sampah ini berasal dari cakupan wilayah yang mencapai 650 kilometer persegi dengan tingkat kepadatan 11.244 jiwa per kilometer persegi, dengan rata-rata satu orang menghasilkan 2,97 liter sampah per hari. Dengan kata lain, bencana akibat pencemaran Teluk Jakarta tinggal menunggu waktu apabila semua pihak tak mau peduli.

KOTA KUALA TUNGKAL ZAMAN SEKARANG

50 PHOTO KUALA TUNGKAL KOTA BERSAMA (BESRIH, SEJAHTERA, AMAN DAN MAKMUR)

KOTA KUALA TUNGKAL ZAMAN SEKARANG













Gapura masuk Kota Kuala Tungkal

















































































































































































































































































































































































Gila! Air Sungai Kok Seperti Kopi Susu

BANJAR MASIN - Dampak kerusakan lingkungan akibat penambangan batu bara yang tak terkendali di Kabupaten Tapin, semakin dirasakan masyarakat menyusul memburuknya kualitas air sungai di beberapa tempat.

Air sungai berubah menjadi cokelat keruh pekat seperti kopi susu bercampur dengan butiran hitam batu bara. Terlebih bila turun hujan di daerah atasnya, warna air sungai semakin pekat hingga warga urung menggunakannya untuk keperluan mandi, cuci pakaian apalagi minum.

Dalam tiga bulan terakhir, ada warga di tiga desa di Kecamatan Tapin Selatan yang melayangkan keluhannya ke Badan Lingkuhan Hidup Daerah (BLHD) setempat, terkait semakin buruknya kualitas air sungai yang mengalir di kawasan itu.

Ketiga desa itu yakni Desa Rumintin, Desa Tambarangan dan Desa Sawang. Warga ketiga desa menyampaikan keluhannya Oktober dan November lalu, dan berharap ada upaya perbaikan lingkungan. Warga juga berharap penanganan masalah kebutuhan air bersih warga yang kini tak dapat lagi menggunakan air sungai.

Seperti di Desa Rumintin, warga di lingkungan RT2 hingga RT6 yang selama ini aktivitasnya banyak mengandalkan sumber air sungai sebagai keperluan air sehari-hari, terpaksa harus mencari alternatif sumber air bersih sumur sebagai penggantinya.

"Kondisi air sungai sudah sangat kotor tercemar. Cokelat pekat, warga banyak tak bisa menggunakannya. Kami warga memang sudah ada melayangkan keluhan kondisi sungai tercemar itu dan meminta supaya ada bantuan pengadaan sumber air bersih," ucap Kepala Desa Rumintin, Bakhrani.

Untuk mengatasi kesulitan air bersih, warga setempat pun ada membuat 10 titik sumur sebagai pengganti air sungai.

Camat Tapin Selatan, H Nazamuddin SH, membenarkan ada sejumlah desa yang mengeluhkan permasalahan kualitas air sungai.

"Kita meneruskan keluhan sejumlah desa itu ke BLH selaku dinas terkait untuk bisa ditindaklanjuti bagaimana penanganannya," ucap Nazamuddin.

Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Tapin, Drs HM Yunus MM, dikonfirmasi membenarkan pihaknya ada menerima laporan keluhan dan telah mengambil serta menguji sampel air sungai setempat.

"Saat kita periksa sampel air sungai, ada ditemukan serbuk hitam batu bara. Uji kualitas air untuk BOD dan Fe semua menunjukkan di atas ambang baku. Ini mengindikasikan adanya pencemaran," ucap Yunus.

"Upaya revegetasi ini sudah kita tekankan berkali-kali bahkan sempat kita undang para pelaku tambang dengan menggunakan sistem hydroseeding, namun sejauh ini responnya kurang," aku Yunus.

(sar)