Wednesday, December 22, 2010

FITRA: Korupsi Akibat Keserakahan, Bukan karena Gaji Kecil


Jakarta - Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Yuna Farhan mengatakan remunerasi kepada Kementerian dan Lembaga perlu dievaluasi lagi. Dia menegaskan, hingga saat ini, belum ada kemajuan yang signifikan dalam pelayanan publik setelah ada remunerasi. "Kinerjanya sama saja. Renumerasi hanya akan menjadi beban anggaran," kata Yuna di sela catatan Akhir Tahun Anggaran 2010 di Bumbu Desa, Jakarta, Selasa (21/12).

Dia mengungkapkan, adanya remunerasi ternyata tak menghentikan perilaku korups pegawai di Kementerian Keuangan. Ia menyebut kasus mafia pajak Gayus Halomoan Tambunan atau kasus di Bea Cukai saat dilakukan inspeksi mendadak oleh KPK. Termasuk juga dugaan keterlibatan auditor BPK dalam kasus Walikota Bekasi dan juga kasus di Mahkamah Agung. Padahal, lembaga itu sudah menerima renumerasi. "Korupsi yang terjadi saat ini bukan disebabkan gaji yang kecil dan rasa lapar, tapi keserakahan," ujarnya.

Sebelumnya, tim reformasi birokrasi yang diketuai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Evert Ernest Mangindaan berencana mengajukan tiga kementerian untuk menerima remunerasi, yaitu Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Bappenas, dan Kementerian Koordinator Kementerian. Pekan lalu, DPR telah menyetujui remunerasi bagi enam kementerian, yaitu Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Pertahanan, Kementerian Pendayagunaan Apartur Negara, TNI dan Kepolisian, yang besarnya Rp 5,4 triliun.

Menurut Yuna, hal yang harus dilakukan untuk mengatasi perilaku korup ini adalah dengan melakukan pembenahan dalam kementerian dengan menerapkan asas pembuktian terbalik terhadap pegawai yang hartanya tak wajar. Dia menilai hal yang sama juga harus dilakukan di Kepolisian. Ia yakin remunerasi yang akan diberikan kepada mereka tidak akan berdampak besar pada kinerja polisi. "Remunerasi yang diterima kan tidak sebesar penyimpangan melalui korupsi dan suap," ujarnya.

Yuna menyebut birokrasi yang ada saat ini tidak efisien. Dia mencontohkan, setiap tahun pemerintah terus membuka rekrutmen pegawai negeri sipil. Hal yang sama juga dilakukan di daerah. "Tren biaya birokrasi itu naik terus untuk membayar gaji dan pensiunan," ujarnya. Istana, yang seharusnya jadi lokomotif reformasi, juga tidak mengadopsinya karena malah memperbesar kabinet. "Belum lagi adanya 10 wakil menteri, staf khusus, staf pribadi, komite ekonomi dan komite inovasi," ujarnya.

No comments:

Post a Comment