Monday, December 7, 2009

Kasus PT. Abdi Budi Mulia Libatkan 11 Menteri dan Dinas-dinas Sumut.Kejatisu Usut Korupsi 27 M Kebun Lb. Batu

Jumat, 29 Mei 2009
MEDAN-KISAH penyerobotan tanah negara menumbalkan rakyat seperti tak kunjung usai. Kemarin, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) memulai gelar perkara sebuah perusahaan perkebunan yang sejak lama menguasai 20 ribu hektar lahan Perkebunan Inti Rakyat (PIR) di Desa Teluk Panji, Kecamatan Kampung Rakyat, Labuhan Batu, dan merugikan 2 ribu kepala keluarga (KK) transmigran di sana. Penyelidikan masih jalan di tempat.

Perusahaan yang diributi rakyat itu bernama PT. Abdi Budi Mulia (ABM). Lewat LSM Trisula Nusantara Sumut di Medan, pengaduan warga atas PT. ABM, dilapor sejak setahun lalu. Tapi bagi rakyat transmigran di sana, hingga kemarin supremasi hukum belum ditegakkan.

Karena itulah, kemarin, Ramlan Lumbangaol, wakil warga Desa Teluk Panji, kembali mendatangi gedung Kejatisu di Medan. Ia bersama lima warga perwakilan serta 4 pengurus LSM Trisula Nusantara Sumut.

“Perusahaan sawit (PT. ABM) itu melakukan penyerobotan lahan, juga menyebabkan kerugian pada negara sekira Rp 27 miliar. Ini yang mau kami pertanyakan. Apalagi, hari ini (kemarin), kita tahu, pihak Kejatisu sedang melakukan gelar perkara (kasus itu),” beber Ramlan, memegang map berisi dokumen masalah tersebut. Ramlan Cs mendesak kepastian hukum atas nasib 2 ribu KK transmigran itu. Kemarin, pihak Kejatisu memang melakukan gelar perkara seputar perselisihan lahan sengketa itu.

Cerita yang berkembang, selain dituding melakukan penyerobotan lahan, aksi PT. ABM juga menimbulkan kerugian negara sekira Rp 27 miliar. Itu karena pembayaran hasil hutan tidak sesuai dengan luas areal yang dikuasai PT. ABM. Menurut

Ramlan, awalnya, lahan 20 ribu hektar itu dapat dikelola berkat surat keterangan (SK) instruksi presiden (Inpres) No. 1 Tahun 1986 tanggal 3 Maret 1986. Itu Inpres tentang pengembangan perkebunan dengan pola PIR yang dikaitkan dengan program transmigrasi.

Saat itu, guna membuka lahan 20 ribu hektar untuk perkebunan dan pemukiman masyarakat transmigran itu, negara mengeluarkan duit APBN sebesar Rp 5,5 miliar. Dari luas itu, sampai sekarang hanya 14.500 hektar yang dikelola dan dikuasai PT. ABM untuk kebun sawit.

Kesepakatan awal, dari bagi hasil lahan 20 ribu hektar itu, 60 persen didapat warga trasmigran, 40 persen untuk PT. ABM. Pun begitu, 60 persen lahan jatah warga itu, tak diberi cuma-cuma. Warga tetap harus membayar walau dengan cara mencicil. Tapi faktanya, pihak PT. ABM dinilai serakah dengan menguasai seluruh areal kebun.

Asal tahu saja, SK Inpres itu dilanjutkan dengan melibatkan 11 pejabat setingkat menteri. Mereka yang diyakini terlibat, yakni Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas, Menteri Pertanian, Transmigrasi, Tenaga Kerja, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Kehutanan, Menteri Koperasi, Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Tanaman Keras, Gubernur BI, dan Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal. Atas kasus lama terbiarkan ini, menurut Ketua DPD Trisula Nusantara Sumut Drs P Sihotang SE, PT. ABM dinilai telah merampas hak-hak rakyat. “Dan merugikan negara dari hasil pembayaran hutan karena pembayaran hasil hutan tidak sesuai dengan luas yang dikelola,” tuding Sihotang, didampingi Jakkon Tinambunan SH.

Menurut Sihotang, saat ini PT. ABM melaporkan luas areal yang mereka kelola sekira 8120 hektar. Tapi setelah diukur ulang, ternyata 10.429 hektar. Akibat selisih luas itu, negara diperkirakan merugi hingga Rp 27 miliar. Atas temuan ini, LSM DPD Trisula Nusantara Sumut telah melaporkan masalah ini kepada Jaksa Agung RI. Itu tertuang dalam nomor pengaduan No: 37/DPD-TN-SU/VI/2008 tanggal 27 Juni 2008. Isinya, laporan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan PT. ABM.

Pengaduan LSM itu memang bersambut. Pihak Jaksa Agung Muda Pidana Khusus kemudian menindaklanjuti laporan itu dengan mengeluarkan surat No. B-2232/F.2/Fd.1/11/2008, tanggal 11 November 2008. Kasus PT. ABM itu diteruskan kepada Kejatisu dengan surat perintah Ni. B-84/N.2.5/Fd.1/01/2009, tanggal 9 Januari 2009 lalu diteruskan lagi ke Kejari Rantau Prapat dengan Surat Perintah Penyelidikan No. PRINT-01/N.2.16/F.Lid.I/02/2009. Sampai di sini, pengusutan dinilai kandas. Yang mencurigakan, hampir seluruh dinas di Sumut yang terkait masalah ini banyak diam asal dipertanyakan.

Humas Kajatisu, Edi Irsan, kemarin membenarkan kasus ini. Ia mengaku, pihaknya masih terus menyelidiki kasus ini. Karena itu, kelitnya, Kejatisu belum bisa memberi komentar lebih banyak atas kasus ini.

“Saya kecolongan, ya. Wajar lah, saya baru sampai di kantor. Bentar ya, kasi waktu 5 menit. Begini, masalah pengaduan ini benar adanya. Hanya saja, sampai saat ini, kita masih melakukan penyelidikan. Masalah dilakukan gelar perkara, pukul 1 (siang kemarin) tadi sudah selesai. Hasinya, itu lah, kita masih dalam tahap penyelidikan,” beber Edi Irsan, dengan nada klasik. (mula)

No comments:

Post a Comment