Friday, December 31, 2010

Menanti Datang HujanSudah dua minggu Tungkal Ilir dilanda kemarau

Menanti Datang HujanSudah dua minggu Tungkal Ilir dilanda kemarau. Untuk kebutuhan air bersih penduduk terpaksa menampung air hujan.

Maryono (64), warga Desa Bumi Serdang, Kecamatan Tungkal Ilir, Kabupaten Banyuasin terduduk lesu di teras rumahnya yang terbuat dari kayu dan beratapkan daun nipah.

Sudah hampir setengah jam ia menunggu turunnya hujan membasahi Bumi Sedulang Setudung.

Maryono pasrah lantaran untuk mencari sumber air untuk keperluan sehari-hari, ia tidak sanggup lagi mengingat usianya yang telah senja.

Kini, untuk memenuhi kebutuhan air seperti memasak, mencuci, dan mandi, ia hanya mampu menyuruh kedua anaknya Sucipto (36) dan Suparto (29) mencari sumber air bersih.

Penderitaan warga Tungkal Ilir sudah dirasakan dalam dua minggu terakhir. Masuknya musim kemarau membuat warga kesulitan mendapatkan air bersih.

Sebelum masuk musim kemarau warga hanya memperoleh air bersih dari hujan yang turun dan ditampung dengan memakai gentong atau drum besar.

Biasanya setiap kepala keluarga (KK) memiliki sekitar dua hingga tiga gentong air besar untuk menyimpan air hujan guna keperluan sehari-hari.

Sedangkan untuk mandi dan mencuci warga memanfaatkan aliran air sungai, meski warna air kekuning-kuningan dan sedikit kotor.

Namun sekarang, sejak datangnya musim kemarau ribuan warga Kecamatan Tungkal Ilir kesulitan untuk mendapatkan air bersih.

Bagi warga yang mampu dan ekonominya cukup lumayan mereka dapat membeli air galon di Kecamatan Sungai Lilin Muba yang harganya cukup tinggi mencapai Rp5 ribu per galon.

Sedangkan bagi warga miskin seperti dirinya terpaksa mencari sumber air yang jaraknya hingga puluhan kilometer.

Sementara sumur bor yang dibangun Pemkab Banyuasin beberapa tahun lalu sama sekali tidak bisa digunakan lantaran kondisi air di Kecamatan Tungkal Ilir berkadar asam tinggi sehingga tidak layak untuk dikonsumsi.

“Kalau sudah mencari air bersih terpaksa mencarinya hingga ke desa-desa atau kecamatan tetangga yang jaraknya mencapai puluhan kilometer. Sedangkan untuk membeli air galon, kami tidak mampu karena harganya mahal. Apalagi tidak cukup persediaan hanya dengan satu galon saja,” keluhnya.

Musibah kekeringan tidak hanya terjadi di Kecamatan Tungkal Ilir saja, akan tetapi dialami oleh warga yang tinggal di Pangkalan Balai Banyuasin.

Bahkan, meski di ibukota Banyuasin tersebut sudah memiliki Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Betuah, tidak seluruh warga dapat menikmati air bersih karena masih kecilnya kapasitas PDAM Betuah tersebut.

Apalagi letak geografis sebagian besar wilayah Pangkalan Balai yang berada pada dataran tinggi, membuat sumur-sumur yang selama ini dimanfaatkan warga untuk memperoleh air bersih kering kerontang.

Warga pun terpaksa membeli air jeriken dari PDAM Betuah dengan harga yang cukup menguras kocek. Namun hal itu terpaksa dilakukan supaya tetap bertahan hidup.

Seperti yang dialami Iskandar (43), warga Pangkalan Balai. Ia mengaku sejak musim kemarau dalam satu minggu ia harus merogoh uang hingga ratusan ribu hanya untuk membeli air bersih dari PDAM.

Tedmond ukuran 500 liter dijual dengan harga Rp60ribu, sementara keperluan satu minggunya berkisar lima tedmond.

“Paling tidak harus punya uang Rp300 ribu buat satu minggu, itu pun pemakaiannya sudah dihemat. Meski kita mampu membeli air ‘kan tidak mungkin terus-terusan seperti ini, bisa-bisa pengeluaran beli air lebih besar daripada biaya makan,” gerutunya.

Ia berharap Pemkab Banyuasin segera merealisasikan pemasangan instalansi air bersih di Pangkalan Balai. Mengingat musim kemarau tidak bias diprediksi berapa lama akan berlangsung.

No comments:

Post a Comment