Wednesday, December 15, 2010

Daerah Keluhkan Konflik Lahan


Rabu, 15 Desember 2010

JAMBI- Sejumlah daerah di Provinsi Jambi mengeluhkan maraknya konflik lahan yang berkepanjangan antara masyarakat dan perusahaan. Pemerintah Provinsi setempat didesak segera menyelesaikan persoalan tersebut.

Persoalan konflik lahan dikemukakan antara lain oleh Bupati Muaro Jambi Burhanuddin Mahir, Bupati Merangin M. Nalim, Ketua DPRD Batanghari Abdul Fattah, dan Bupati Sarolangun Cek Endra, dalam acara rapat koordinasi muspida se-Provinsi Jambi, Rabu (15/12/2010).

Burhanuddin Mahir mengatakan, konflik tak kunjung terselesaikan antara petani dan PT Wira Karya Sakti (WKS) yang merupakan kelompok usaha Sinar Mas Forestry. Lahan seluas 3.400 hektar yang ditanami akasia oleh PT WKS diklaim petani Desa Danau Lamo, Muaro Jambi, sebagai milik mereka. Konflik ini telah berbuntut pada pendudukan lahan dan tindakan represif aparat.

Burhanuddin mengusulkan agar lahan yang menjadi obyek sengketa tersebut diberikan saja kepada petani. Lahan yang dituntut petani hanya 0,5 persen dari izin HGU PT WKS. "Mengapa tidak diberikan saja kepada petani untuk dikelola agar konflik tidak berkepanjangan," tuturnya.

Di Kabupaten Batanghari, Ketua DPRD Abdul Fattah mengemukakan konflik antara sekitar 6.000 petani sawit plasma PT Tunjuk Langit Sejahtera telah menelan dua korban luka. Konflik yang juga berkepanjangan ini bahkan telah mengakibatkan terpuruknya perekonomian petani setempat, karena mereka tidak dapat memanen sawit selama konflik memanas sejak setahun terakhir.

Tidak hanya itu, konflik lahan juga terjadi atara masyarakat Suku Bathin IX dan PT Asiatic Persada, kelompok usaha Wilmar Group di Batanghari. Berdasarkan data Kompas, selama rentetan konflik, sudah sekitar 20 warga yang ditangkap aparat karena menduduki lahan yang ditanami sawit oleh perusahaan tersebut. "Dalam kasus ini bahkan ada sejumlah oknum yang terus memanasi konflik," lanjut Fattah.

Lembaga yang konsen pada persoalan lahan dan ketahanan pangan, Yayasan Setara Jambi mendata ada 31 konflik yang antara petani dan perusahaan perkebunan sawit dalam sepuluh tahun terakhir. Konflik yang umumnya seputar perebutan lahan itu belum selesai hingga kini. Pengakuan hak kelola rakyat atas lahan dinilai sangat minim, walaupun telah ada undang-undang yang mengaturnya.

Akibatnya, saat izin prinsip maupun HGU dikeluarkan pemerintah, baru diketahui belakangan bahwa di atas lahan tersebut sudah bermukim penduduk yang mengelola kawasan secara berkesinambungan. Ketika konflik perebutan lahan terjadi, pemerintah daerah tak memiliki posisi tawar yang kuat untuk berhasil mengatasinya.

Terkait masalah ini, Gubernur Jambi Hasan Basri Agus mengatakan tengah membentuk tim sengketa lahan. "Kami akan selesaikan satu per satu masalah sengketa lahan ini," ujarnya.

Ia melanjutkan, saat ini sudah ada pengakuan atas 41.000 hektar lahan yang telah dikelola masyarakat di atas lahan HGU PT WKS. Pengelolaan lahan oleh masyarakat yang berada di lima kabupaten tersebut, Tebo, Muaro Jambi, Batanghari, Tanjung Jabung Timur, dan Tanjung Jabung Barat, diakui secara sah oleh pemerintah. Namun, masyarakat harus bermitra dengan PT WKS.

No comments:

Post a Comment