SELAMATKAN AIR DEMI ANAK CUCU KITA.ANAK CUCU KITA JANGAN KITA BERIKAN AIR MATA TAPI BERI MEREKA MATA AIR : Hutan Lindung Resapan Air yang merupakan Tulang Pungung Ketersedian Air : Merusak hutan ,Merusak Air Berarti Merusak Masa Depan Kita : Air Sumber Kehidupan Tanpa Air Kehidupan Akan Berakhir Lestarikan Air Tanggung Jawab Kita Bersama
Sunday, January 24, 2010
Hutan Manggrove ( Bakau ) Ku malang
70 Persen Hutan Bakau Rusak, Biota Laut Terancam
Senin, 4 Januari 2010
PANGKALPINANG, - Sekitar 70 persen dari 122.000 hektare hutan bakau di provinsi itu mengalami rusak akibat aktivitas penambangan timah.
"Salah satu penyebab kerusakan hutan bakau antau mangrove ini akibat aktivitas penambangan di kawasan pantai," kata Sukandar, Kepala Dinas Kehutanan Babel, di Pangkalpinang.
Menurut dia, kerusakan hutan bakau ini dapat berimbas terhadap berkurangnya perkembangbiakan biodata laut seperti kepiting dan udang.
"Ancaman banjir dan abrasi bisa datang kapan saja akibat kerusakan hutan bakau itu, demikian juga perekonomian masyarakat nelayan dapat menurun akibat berkurangnya hasil tangkapan karena hutan bakau rusak," ujarnya.
Kerusakan hutan bakau tersebut praktis terjadi di setiap kabupaten yang ada di Babel sehingga diperlukan penanganan serius untuk memelihara hutan bakau tersebut.
"Kami sudah menanam sebanyak 2.000 hutan bakau untuk memulihkan kembali hutan bakau yang rusak, sebagai realisasi 100 hari kerja bidang kehutanan," katanya.
Untuk memulihkan hutan mangrove ini akan dibentuk tim pemulihan sehingga dapat meminimalisir kerusakan akibat aktivitas pertambangan timah.
"Tim atau kelompok kerja ini terdiri dari unsur pemerintah, pihak swasta dan masyarakat bersinergi serta menyatukan komitmen memilihara hutan bakau," ujarnya.
Menurut dia, sosialisasi tentang manfaat hutan bakau ini harus terus digencarkan di masyarakat bagian upaya melestarikannya.
"Di samping akibat aktivitas penambangan timah, kerusakan hutan bakau juga akibat masyarakat belum tahu fungsi hutan tersebut," ujarnya.
10.000 Hektar Hutan Bakau NTT Rusak
Minggu, 16 Agustus 2009
KUPANG, — Kepala Dinas Kehutanan Nusa Tenggara Timur (NTT) Joseph Diaz mengatakan, sekitar 9.989 hektar (2,25 persen) hutan bakau di provinsi itu rusak dari 40.695 hektar yang ada.
"Dari 40.695 hektar luas hutan mangrove di NTT ini sudah banyak yang mengalami tekanan di antaranya akibat penebangan hutan mangrove oleh masyarakat untuk kebutuhan bahan bangunan, kayu bakar," katanya di Kupang, Minggu (16/8).
Menurut Diaz, hasil survei yang dilakukan Dinas Kehutanan, Univesitas Nusa Cendana (Undana), dan Institut Pertanian Bogor (IPB) menyebutkan, potensi mangrove di Nusa Tenggara Timur cukup besar dapat ditemukan di perairan NTT.
Pada wilayah ini, ekosistem ini pada beberapa lokasi lebih menonjol bila dibandingkan dengan ekosistem pesisir lainnya.
Hutan mangrove di NTT tidak sebanyak di pulau-pulau besar di Indonesia karena kondisi alam di NTT yang membatasi pertumbuhan mangrove, seperti kurangnya muara sungai yang besar di NTT sehingga pertumbuhan mangrove yang ada sangat tipis.
"Di beberapa lokasi mangrove dapat tumbuh dengan baik karena didukung muara sungai besar dengan sedimentasi yang cukup tinggi seperti di muara sungai Benenain di Kabupaten Belu dan muara sungai Noelmina di Kabupaten Kupang," katanya.
Mantan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) NTT ini lebih lanjut mengatakan, hasil survei Dinas Kehutanan, UNDANA, dan IPB juga berhasil mengidentifikasikan 11 spesies mangrove di Pulau Timor, Rote, Sabu, dan Semau.
"Hasil survei itu juga menemukan hutan mangrove di NTT, terdapat kurang lebih sembilan famili yang terbagi dalam 15 spesies bakau genjah (Rizophora mucronata), bakau kecil (Rizophora apiculata), bakau tancang (Bruguera), bakau api-api (Avecinnia), bakau jambok (Xylocorpus), bakau bintaro (Cerbera mangkas), bakau wande (Hibiscus tiliacues)," katanya.
Namun, keberadaan spesies ini, sebagai salah satu sumber daya pesisir dan laut NTT, terdegradasi yang mengancam kapasitas berkelanjutan (sustainable capacity) dalam mendukung pembangunan daerah.
Di NTT, degradasi sumber daya pesisir dan laut ini disebabkan tidak saja oleh faktor manusia, tetapi juga oleh faktor alam, seperti perubahan suhu dan salinitas air laut, perubahan iklim, dan ombak keras.
Namun dari data yang diperoleh, kerusakan yang lebih banyak dan lebih parah diakibatkan pengaruh antropogenic (aktivitas manusia), antara lain tumpahan minyak dan sampah, tangkapan berlebih (overfishing), penambangan terumbu karang, konservasi menjadi tambak, serta pengeboman ikan dengan potasium dan sianida.
Mangrove Terpanjang di Asia Rusak
Selasa, 30 Desember 2008
Hutan bakau di Suaka Margasatwa Langkat Timur Laut Karang Gading, Kabupaten Langkat dan Deli Serdang, Sumatera Utara, dalam kondisi terancam. Ratusan keluarga menguasai kawasan ini untuk permukiman, tambak, serta kebun kelapa sawit. Foto diambil pertengahan Juni 2008.
PALEMBANG,- Alih fungsi hutan lindung Air Telang di Kawasan Tanjung Api-api, Sumatera Selatan, menjadi kawasan hutan tanaman industri pada April 2007 telah merusak kawasan mangrove atau bakau terpanjang di Asia tersebut. Sebelumnya, kawasan itu merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional Sembilang yang ditetapkan Menteri Kehutanan, Nomor 95/2003.
Staf Wahana Bumi Hijau (WBH) Sumatera Selatan, Aidil Fitri, di sela "Dialog Publik Menimbang Demokrasi Lokal” di Palembang, Sabtu (27/12), mengatakan, hutan mangrove di Air Telang dan kawasan Tanjung Api-api termasuk lahan basah dan perlu dilindungi.
Apalagi Indonesia masuk salah satu dari 116 negara yang meratifikasi konvensi perlindungan lahan basah tersebut. Luasan lahan 1.200 hektar diajukan untuk pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-api, di dalamnya termasuk kawasan Air Telang, dengan panjang mangrove 35 km. Mangrove itu memiliki kualitas terbaik dan terpanjang di Asia.
Terdapat pula 213 spesies burung, di antaranya puluhan spesies endemis, misalnya jenis burung pecuk ular asia, Anhinga melanogaster, burung pelican berkoloni, Pelecanus philippinensis yang terdapat di region Indo Malaya, bangau storm, Ciconia stormi, dan rangkong, Buceros vigil.
”Total burung air pantai yang memanfaatkan dataran lumpur di kawasan itu sekitar satu juta ekor. Dari jumlah tersebut, 80.000 ekor di antaranya dapat dijumpai di Delta Banyuasin. Di sana terdapat pula 2.600 gajah timur dan beberapa ribu spesies burung laut,” kata Aidil.
Di pesisir Banyuasin, termasuk Pelabuhan Tanjung Api-api, terdapat juga dua jenis lumba-lumba, yakni lumba-lumba bongkok (Sousa chinensis) dan pesut (Orcaella brevirostris). Convention International of Trade of Endangered Species (CITES) memasukkan lumba-lumba bongkok dalam CITES Apendix I dan pesut dalam Appendix II.
Alih fungsi
Izin usaha alih fungsi hutan Air Telang seluas 600 hektar menjadi hutan tanaman industri (HTI) dilakukan April 2007 meskipun gubernur dan menteri kehutanan tahu bahwa kawasan itu adalah bagian dari Taman Nasional Sembilang.
Kawasan hutan disebutkan di atas masuk dalam Taman Nasional Sembilang, sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 95/2003. Luas Taman Nasional Sembilang 202.000 hektar.
Direktur WBH Sumsel Dedy menambahkan, hutan rawa gambut Merang Kepayang dengan lapisan gambut sampai 7 meter seluas 210.000 hektar, 13.000 di antaranya dialihfungsikan sebagai kawasan lindung bagi habitat langka buaya senyulong. Sesuai Kepres Nomor 32/1990, gambut dengan ketebalan lebih dari 3 meter harus dilindungi.
Pemerintah juga memberikan izin usaha hutan tanaman industri kepada PT Rimba Hutani Mas (Grup Sinar Mas) untuk mengelola lahan gambut seluas 30.000 ha. Selain itu, aksi pembalakan liar meluas, setidaknya lima unit penggergajian kayu di Desa Merang dan Desa Kepayang masih beroperasi.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment