Friday, September 3, 2010

Kejari Usut Korupsi Proyek Pengadaan Bibit di Batanghari Diduga Kerugian Negara Capai Rp 250 Juta

MUARABULIAN - Kejati Jambi dan jajarannya makin gencar mengusut kasus dugaan korupsi yang terjadi di daerah. Menyusul kasus-kasus korupsi di Kota, Tebo, Kerinci, Merangin, Tanjab Timur, dan Tanjab Barat, kini korps penegak hukum berlambang dewi keadilan itu membidik kasus korupsi yang terjadi di Batanghari dan Muarojambi.

Saat ini Kejaksaan Negeri (Kejari) Muarabulian sedang mengusut kasus proyek pengadaan bibit di Dinas Kehutanan Batanghari 2005-2006. Proyek itu diperkirakan bermasalah dan berpotensi merugikan negara sebesar Rp 250 juta.

Pengadaan bibit tersebut merupakan proyek Gerakan Nasional Reboisasi Hutan dan Lahan (GNRHL) yang bersumber dari dana APBN 2005-2006 dengan nilai kontrak sekitar Rp 800 juta. Pelaksanaan tendernya di kantor Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Jambi.

Proses tender pengadaan bibit tanaman seperti mahoni, meranti, pulai, dan karet okulasi itu dimenangkan oleh CV MA untuk penyediaan bibit di Batanghari. Berdasarkan nomor kontrak SPK.163/V/BPDAS.BH/2006 tanggal 30 Januari 2006, nilai kontrak pengadaan bibit sebanyak 528 ribu batang itu Rp 828.954.500.

Menurut perjanjian kontrak, serah-terima bibit antara kontraktor dengan pihak BPADS Jambi, bibit diserahterimakan di desa yang akan menjadi sasaran pelaksanaan program itu. Namun ternyata serah-terima itu dilakukan di lokasi penyemaian bibit CV MA di Desa Sungai Bertam.

Informasi yang didapat menyebutkan, dugaan penyimpangan itu muncul karena jumlah bibit yang akan ditanam tidak bisa ditampung pada lahan yang telah disiapkan oleh Dishut Batanghari. Pasalnya, berdasarkan dari DIPA Dinas Kehutanan Batanghari, luas atau volume yang harus ditanam 1.900 hektar. Namun pada tahun anggaran tersebut, dana yang dikucurkan melalui DIPA hanya sebesar 30 persen dari volume. Dengan kata lain, luas lahan yang tersedia hanya sekitar 570 hektar.

Sedangkan pihak BPDAS Jambi selaku satker pengadaan bibit sudah menyediakan bibit sebanyak 528 ribu batang. Karena luas lahan tanam tidak mencukupi, pihak satker penanaman, yaitu Dinas Kehutanan Batanghari, meminta sebanyak 337 ribu batang bibit. Akibatnya, terdapat kelebihan bibit sebanyak 190.100 batang.

Supaya semua bibit tersebut bisa ditanam, Dishut Batanghari harus menunggu kucuran dana DIPA tahap II. Kemudian dilakukan perjanjian antara Dishut Batanghari dengan CV MA selaku rekanan pemenang tender. “Dalam perjanjian tersebut, disebutkan, pihak Dishut menitipkan bibit sebanyak 190.100 batang itu kepada CV MA. Dalam masa penitipan tersebut, rekanan juga berjanji merawat dan memelihara bibit serta akan menyerahkan kepada pihak Dishut jika diminta,” ungkap sumber koran ini kemarin.

Sayang, setelah beberapa kali pihak Dishut Batanghari melayangkan surat permintaan bibit kepada rekanan dan beberapa kali surat peringatan, bibit tersebut belum juga diserahkan kepada Dishut Batanghari.

Diperkirakan kerugian yang ditimbulkan akibat CV MA tidak mengembalikan bibit tersebut mencapai Rp 250 juta, yang mengakibatkan munculnya indikasi korupsi.

Kasi Pidsus Kejari Muarabulian Hamsudin membenarkan pihak kejaksaan tengah menangani kasus pengadaan bibit yang terindikasi menimbulkan kerugian negara itu. Menurut dia, kejaksaan telah menetapkan dua tersangka. “Kasus ini memang sedang kami proses, sejauh ini telah ditetapkan dua tersangka, yaitu direktur CV MA dan AF alias BF,” ungkapnya kepada wartawan kemarin.

Menurut informasi yang didapat, diduga pihak yang paling berperan dalam dugaan korupsi pengadaan bibit tersebut adalah AF alias BF. AF alias BF berstatus PNS di lingkungan DPPKAD Batanghari, dan BF merupakan pendiri CV MA dan terlibat langsung dalam proses pengadaan bibit tersebut. Sedangkan SF selaku direktur CV MA sejauh ini terlibat secara administratif, lantaran statusnya sebagai direktur pada perusahaan yang memenangkan proses tender itu.

Hamsudin mengatakan, kedua tersangka dikenakan Pasal 23 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan ancaman penjara minimal empat tahun.

Bidik Proyek Reboisasi

Di bagian lain, Kejaksaan Negeri (Kejari) Sengeti juga tengah intensif mengusut dugaan korupsi proyek reboisasi di Desa Seponjen, Kecamatan Kumpeh Ilir. Kemarin (10/9), Kejari memeriksa saksi dalam perkara yang diduga berpotensi merugikan negara ratusan juta itu.

Kepala Kejari Sengeti Rusman Widodo melalui Kasi Intel Yayan Yuinantoha SH membenarkan pemeriksaan saksi dalam perkara tersebut. Saksi yang diperiksa adalah pelaksana proyek reboisasi berinisial BB.

“Benar, hari ini kami sedang memeriksa pelaksana proyek. Insialnya BB. Hasilnya belum bisa kita ungkapkan, soalnya masih dalam lid,” ujar Yayan di ruang kerjanya.

Dalam perkara itu, Yayan mengaku telah memeriksa delapan saksi. Mereka adalah Amril Mail, pejabat pembuat komitmen (PPK), Bambang (verifikasi), Ketua Panitia Lelang Agus Rizal, serta anggotanya. Selanjutnya Sekretaris Kehutanan Supandi, Sandi Yudo (PHO dari Dinas PU), dan kontraktor pelaksana yang sebenarnya pemilik PT Dita Karya Mandiri, Mumfah.

“Jadi pemenang sebenarnya Mumfah, tapi pelaksananya BB,” kata Yayan. Meski telah memeriksa cukup banyak saksi, Yayan belum bersedia membeberkan hasil penyelidikan sementara. Alasannya, pihaknya masih melakukan pul data.

“Kami masih pul data. Kalau sudah di penyidikan, nanti akan kita beberkan. Termasuk tersangkanya,” kata Yayan.

Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun Jambi Independent, proyek rebosisasi dilaksanakan pada 2008 di Desa Seponjen, Kecamatan Kumpeh Ilir. Jumlah dana proyek pembangunan kanal itu sebesar Rp 534 juta, berasal dari dana alokasi khusus (DAK) DR.

Menurut sumber yang namanya enggan disebutkan, proyek tersebut dinilai bermasalah karena pembangunan kanal yang direncanakan sepanjang 6 km hanya dilaksanakan sepanjang 4 km. Selain persoalan itu, pengerjaan proyek diduga dilaksanakan kontraktor lain yang bukan pemenang tender. Proyek diduga dikerjakan inisial BB, padahal seharusnya dikerjakan Mumfah dari PT Dita Karya Mandiri selaku pemenang tender.

Selain itu, proyek pembuatan kanal sudah dikerjakan sebelum panitia lelang mengumumkan pemenang tender. “Inilah kira-kira poin persoalan dalam kasus ini,” katanya kemarin.

Hari Ini Asnawi Diperiksa

Sementara itu, Kejati Jambi terus menggenjot penyelidikan kasus dugaan korupsi dana APBD 2009 senilai Rp 770 juta dari total Rp 1,090 miliar yang diduga penggunaannya tak jelas. Kemarin (10/8) Kejati meminta keterangan pejabat pembuat komitmen Setda Pemkot Jambi, Heni Sara.

Menurut Kasi Penkum Kejati Jambi Andi Ashari, Heni Sara hanya dimintai keterangan terkait anggaran Rp 1,090 miliar tersebut. “Apakah benar ada anggaran sebesar itu pada Maret 2009,” terang Andi di ruangannya.

Rencana, kata Andi, sesuai jadwal, kemarin ada tiga orang yang dimintai keterangan, yaitu Heni Sara, mantan Bendahara Pengeluaran Setda Pemkot Mukti, dan staf Keuangan Pemkot Muslim. “Mukti dan Muslim tidak hadir,” ujarnya.

Disebutkan, Selasa ini pihaknya akan memintai keterangan mantan Sekda Kota Jambi Asnawi AB. “Kalau istri Turimin, Sunarti, kita masih belum memastikan apakah akan dimintai keterangan atau tidak,” katanya.

Seperti diketahui sebelumnya, Turman saat diperiksa penyidik menyebut bahwa uang tersebut digunakan untuk membayar keperluan dua mantan atasannya, yaitu ,antan Wakil Wali Kota Jambi Turimin (alm) dan mantan Sekda Asnawi AB.

Seperti diketahui, dana Rp 1,090 miliar tersebut dianggarkan untuk belanja listrik, PDAM, dan telepon di Sekretariat Daerah (Setda) Kota Jambi. Terakhir, penyidik menelusuri aliran dana senilai Rp 770 juta yang diduga diselewengkan.

Sebelumnya, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jambi Andi Herman mengatakan, dari sejumlah saksi yang diperiksa, termasuk mantan staf bendahara Setda Kota Jambi Turman, diketahui dana itu dialirkan ke beberapa pejabat daerah lain.

Turman mengungkapkan bahwa uang senilai Rp 720 juta itu digunakan untuk membayar utang sejumlah mantan pejabat di Pemkot Jambi. Termasuk almarhum mantan Wakil Wali Kota Jambi Turimin. Dana itu, kata Turman, tidak dia gunakan untuk pembayaran rekening listrik, PLN, dan PDAM Setda Kota. Yang dibayarkan hanya senilai Rp 320 juta.

Kejari Segera Tetapkan Banyak Tersangka

Sementara itu, dari Kerinci dilaporkan, dalam waktu dekat Kejari segera menetapkan beberapa tersangka kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) senilai Rp 4 miliar yang dianggarkan untuk masjid dalam APBDP 2008 dan APBDP 2009 Kerinci. Demikian diungkapkan Kepala Kejari Sungaipenuh Daru Tri Sadono SH MH saat dihubungi kemarin (10/9).

Daru memastikan akan banyak tersangka dalam kasus itu. Saat ini Kejari masih terus melakukan penyidikan. “Setelah semua berkas lengkap, segera mungkin akan dilimpahkan ke pengadilan,” katanya. Daru juga mengakui, saat ini pihak Kejari masih menunggu hasil audit BPKP Provinsi Jambi mengenai berapa total kerugian akibat dugaan korupsi dana bansos tersebut.

Informasi yang diperoleh Jambi Independent menyebutkan, beberapa nama yang diduga kuat menerima aliran dana sosial, baik dari eksekutif maupun legislatif, saat ini sedang mengadakan pertemuan di salah satu hotel di Padang, Sumatera Barat. Pertemuan tersebut diduga kuat membahas kasus yang sedang mereka hadapi.

Informasi tentang adanya pertemuan beberapa penerima aliran dana bansos di Padang itu diperkuat karena beberapa hari belakangan gedung DPRD Kerinci sepi. Hanya beberapa anggota dewan yang terlihat berkantor. Sedangkan nama-nama yang disebut menerima dana sosial tersebut tidak ada sama sekali.(int)

No comments:

Post a Comment