Friday, January 21, 2011

Dewan Sorot Kasus Jembatan Parit 9

KUALATUNGKAL - Para wakil rakyat Tanjab Barat kembali mempertanyakan perkembangan penanganan kasus dugaan korupsi pembangunan Jembatan Parit 9. Mereka menilai penanganan kasus yang sudah diambil alih Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi itu jalan di tempat alias mandek. “Kami minta kejati lebih transparan dalam memproses kasus pembangunan Jembatan Parit 9, karena kasus dugaan korupsi itu sudah diketahui masyarakat luas,” ujar salah seorang anggota DPRD Tanjab Barat, Syaefuddin.

Anggota dewan lainnya, Suhatmeri, mengatakan, kasus itu sudah sampai ke tahap pemeriksaan saksi-saksi. Tapi anehnya, prosesnya seolah hilang begitu saja. “Untuk itu, dia minta Kejati segera mengambil sikap tegas dalam menangani kasus ini. Kalau mau dihentikan atau disebut tidak ada unsur penyimpangan, segera saja umumkan ke masyarakat secara terbuka,” katanya. “Jangan sampai masyarakat kembali mempertanyakan kredibilitas penegak hukum kita,” timpal Syaefuddin, lagi.

Sebelumnya, Kejati Jambi menyidik pekerjaan pembangunan Jembatan Parit 9 di Desa Tungkal I, Kecamatan Tungkal Ilir. Diduga, proyek yang dikerjakan PT Artha Mulia itu tak sesuai kontrak kerja, bahkan terindikasi terjadi pengurangan volume pekerjaan. Kejati sendiri sudah memeriksa beberapa saksi terkait kasus ini, di antaranya Direktur PT Artha Mulia-Acuang G dan beberapa pejabat Dinas PU Tanjab Barat.

Kasus ini bermula dari laporan masyarakat mengenai adanya indikasi penyimpangan tiang pancang pada pengerjaan proyek pembangunan Jembatan Parit 9. Diduga volumenya tidak sesuai dengan yang telah ditentukan. Dalam laporan tersebut, indikasi penyimpangan proyek pengerjaan Jembatan Parit 9 melibatkan dana sekitar Rp 7,4 miliar dengan perincian dari APBD 2008 sebesar Rp 3,1 miliar dan APBD 2009 sebesar Rp 4,3 miliar.

Pada 2008, dana dicairkan saat pekerjaan masih nol persen. Dana dicairkan sebesar 23 persen dari total anggaran kepada rekanan kontraktor. Pekerjaan berlanjut hingga 2009. Namun proyek belum selesai, dana sudah dicairkan 100 persen. Padahal, waktu itu pekerjaan baru selesai sekitar 83,5 persen.

Jika pekerjaan hanya 85 persen, maka ada sisa anggaran sebesar Rp 700 juta. Sementara, dana sudah dicairkan 100 persen. Meski ada bank garansi, namun itu tidak diatur dalam Kepres No 80/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di lingkup pemerintahan

No comments:

Post a Comment