Wednesday, January 26, 2011

ASWD:DAS Batanghari Paling Kritis di Indonesia

Jambi
Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari seluas 5 juta hektar lebih, merupakan DAS paling kritis di Indonesia. Fungsi-fungsi hidrologi DAS Batanghari terus mengalami kemerosotan seluruh aspek tata air secara drastis.

Kemerosotan aspek air tersebut akibat semakin gundulnya hutan penyanggah DAS Batanghari. Diperkirakan tahun 2012 tutupan hutan DAS Batanghari tinggal 10 persen.

Selain kemerosotan aspek air, penurunan fungsi hidrologi DAS Batanghari juga disebabkan dampak iklim ekstrim, dampak deforestasi dan dampak kebun sawit yang terus meluas.

Demikian dikatakan Ketua koordinator DPP ASWD ROY ANDRE Monitoring dan Evaluasi DAS Batanghari, kepada wartawan, Minggu (26/01). Menurutnya, adanya perubahan iklim secara ekstrim yang terjadi di wilayah tropis membuat DAS Batanghari semakin kristis.

Disebutkan, turunnya hujan diatas rata-rata, menyebabkan terjadinya aliran permukaan air sungai yang sangat tinggi, dan mengangkut material yang berada dipermukaan tanah ke sungai. Pada gilirannya sungai tidak mampu lagi menampung jumlah luapan air, sehingga terjadilah banjir.

Ditambahkan, penyebab lain berkurangnya fungsi hidrologi DAS Batanghari akibat laju deforestasi. Dari analisa citra Landsat beberapa tahun lalu, tampak tutupan hutan di wilayah DAS Batanghari terus menipis. Laju deforesatsi terjadi sejak tahun 1932.

“Pada tahun ini tutupan DAS Batanghari masih 4 juta hektar, pada tahun 2000 lalu jumlah hutan yang ada tinggal 1,4 juta hektar. Rata-rata deforestasi tahunan adalah 126,987 hektar. Dengan ini bisa diperkirakan jumlah tutupan hutan DAS Batanghari pada tahun 2012 hanya tinggal 46.969 hektar atau kurang dari 10 persen dari luas DAS," katanya.

Hal itu akan menyebakan meningkatnya laju erosi 5 kali lipat. Dengan jumlah material angkutan mencapai 5,8 juta ton yang akan sampai di pelabuhan Samudra Muara Sabak.

Hilangnya hutan di DAS Batanghari disebabkan karena konversi lahan menjadi kebun kepala sawit secara besar-besaran. Terutama pada areal-areal eks HPH yang menyebar hampir kesemua zona konservasi, mulai dari hulu hingga ke kawasan hilir.
“Hilangnya fungsi hidrologi DAS Batanghari membuat banjir akan lebih sering terjadi dengan luas tangkapan air DAS Batanghari yang sangat luas dan berada pada jalur jajaran bukit Barisan dengan curah hujan cukup tinggi,”ujarnya.

Disebutkan, pengembangan kebun kelapa sawit yang tengah gencar dilakukan pemerintah dan swasta dan juga dengan melibatkan banyak investor, juga menjadi salah satu faktor penyebab penurunan fungsi hidrologi DAS Batanghari.

“Konversi lahan menjadi kebun sawit akan menyebabkan meningkatkan aliran permukaan hingga 300 mm dan pengisian air tanah menurun drastis. Akibatnya sungai Batanghari tidak akan mampu menampung luapan air hujan,”katanya.

Selain itu, pembukaan lahan sawit di daerah gambut seperti di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Tanjung Jabung Barat dan Muarojambi yang menerapkan adanya sistem drainase akan menyebabkan penurunan muka air tanah. Sehingga terjadi penurunan (sudsidence) muka tanah.

“Dengan menggunakan data radar, bisa diprediksi bahwa konversi lahan di daerah Petaling untuk perkebunan sawit akan menyebabkan penurunan atau amblasnya lapisan tanah setinggi 3-4 meter pada tahun 2045. Akibatnya akan terjadi pembalikan arus sungai dari daerah Sungai Air Hitam Laut ke arah Kumpeh, dan Air Hitam Laut akan diinterusi air laut,”katanya.

Selain itu, kondisi tersebut juga menyebabkan terjadinya kebakaran gambut di musim kemarau, karena tidak ada lagi kemampuan tanah menyimpan air.

Masih Menurut Roy dengan kondisi-kondisi tersebut, maka sudah sewajarnya jika difikirkan secara bersama penanganan yang lebih konfrehensif DAS Batanghari.

“Diperlukan penataan ruang yang memenuhi kaidah-kaidah konservasi air. Selain itu, juga harus dihindari terjadinya konversi lahan di kawasan resapan air. Sehingga tingkat kerusakan DAS Batanghari dapat diatasi,”katanya.

No comments:

Post a Comment