Tuesday, January 4, 2011

BERNAS: Banjir, Terkorup dan Tumpukan Sampah

BERNAS: Banjir, Terkorup dan Tumpukan Sampah

Oleh: SUWARDI*

JAMBI BERNAS 2013 demikianlah visi yang diusung oleh Bang – Sum selaku Walikota dan Wakil Walikota terpilih dalam Pilwako 2008 silam. Jambi BERNAS disusun dengan Visi Mewujudkan Kota Jambi yang : Bersih, Ekonominya Maju, Rukun, amaN, Adil dan Sejahtera pada Tahun 2013 yang ditopang dengan Misi Pertama, Meningkatkan penyediaan dan kualitas infrastruktur serta memperbaiki Tata Ruang Kota yang indah, aman dan nyaman.

Kedua, Mengentaskan kemiskinan dan mengurangi pengangguran. Ketiga, Mengembangkan ekonomi kota yang berbasis kepada potensi daerah. Keempat, Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Namun, setelah dua tahun kepemimpinan Bang – Sum selaku Walikota dan Wakil Walikota. Kota Jambi sebagai Ibu Kota Provinsi Jambi tidak memiliki perubahan pembangunan yang signifikan dan menuai prestasi yang bisa dijadikan sebagai rujukan pembangunan kemudian hari. Ini semua bisa dinilai dari Visi – Misi yang mereka usung selama masa kampanye dan janji merealisasikannya dalam aksi politik dan pembangunan pascapelantikan.

Lain daripada itu penyediaan akan infrastruktur dan tataraung yang baik yang menjadi misi pembangunan dalam lima tahun kepemimpinannya juga hanya menjadi bagian Tong Kosong.

Upaya yang dilakukan pemerintah selama ini terkesan jalan di tempat. Bahkan infrastruktur yang tidak baik dan ditambah lagi dengan kondisi tataruang yang tidak memiliki design pembangunan dan pengembangan kota yang baik menyebabkan lalu lintas air dalam kota terganggu yang akhirnya menimbulkan genangan air yang besar (baca: banjir).

Jambi Langganan Banjir

Cuaca ekstrim atau pemanasan global memang sedang menjadi perbincangan hangat publik dunia. Baik dari kalangan akademisi, aktivis lingkungan hidup maupun para politisi dan pemimpin dunia yang memiliki tanggungjawab terhadap laju pemanasan global yang diperkirakan oleh para ahli akan meingkat lebih dahsyat pada kurun waktu periode mendatang.

Banjir dan berbagai macam bentuk bencana yang disebabkan oleh kondisi alam saat ini juga bagian yang selalu menempati ruang diskusi dan perdebatan publik di semua kalangan. Perdebataan yang ditimbulkan juga tidak jauh dari masalah apa penyebab banjir? Apakah hanya sebatas cuaca ekstrim? Atau kondisi lingkungan yang tergenang banjir tersebut memang tidak memiliki tempat resapan air yang baik? Demikianlah celoteh sebagian kalangan yang didasarkan oleh alasan-alasan dan argumentasi yang memang diakui dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah atau akademik.

Jakarta misalnya, banjir tahunan selama musim penghujan di Ibu Kota Indonesia ini selalu disimpulkan oleh dangkalnya sungai-sungai Jakarta akibat sampah, dan kurangnya resapan air yang dapat mengurangi genangan air akibat hujan yang mengguyur Ibu Kota.

Namun, bagaimana dengan Jambi? Jambi yang tidak terlalu sering disibukkan dengan banjir, kini akan selalu menjadi perhatian media dan publik. Sebab, banjir kini selalu mengintai warga Kota Jambi. Banjir, bisa datang kapan saja, dan tanpa diundang banjir akan datang dengan sendirinya.

Berbagai argumentasi telah dilontarkan oleh semua kalangan di Jambi, yang mengatakan Pemerintah Kota sangat lamban dalam merespon terjadinya banjir sehingga tidak mengambil tindakan-tindakan nyata dalam menanggulanginya. Sebagian yang lain mengatakan banjir di Kota Jambi diakibatkan oleh drainase yang tidak baik.

Hemat penulis kedua argumentasi tersebut dapat dibenarkan. Drainase yang tidak baik dan menimbulkan banjir merupakan bentuk dari kegagalan pemerintah kota Jambi dalam melakukan pembenahan-pembenahan terhadap infrastruktur dan tata ruang yang baik. Akibatnya drainase yang seharusnya dapat menjadi jalan air saat hujan tiba, tidak bisa lagi dipakai untuk lalu lintas air. Sehingga terjadi genangan air yang besar alias banjir. Selain prestasi banjir yang diperoleh dalam visi BERNAS 2013 ini Korupsi juga mendapatkan jatah atau porsi yang tidak sedikit.

Jambi Kota Terkorup

Demikianlah judul Headline pada harian pagi Jambi Ekspres (10/11/2010). Berita tersebut sempat membuat penulis terperangah, barangkali demikian juga dengan publik Jambi. Bukan tanpa alasan Headline itu dibuat, namun didasarkan kepada laporan Transparency International Indonesia (baca: TII) yang melakukan survey terhadap 50 kota yang ada di Indonesia.

Menurut survey yang dilakukan oleh TII, Jambi memperoleh Indeks Korupsi sebesar 4,13 yang disusul oleh Makasar 3,97 kemudian Surabaya 3,94 dan Cirebon 3,61 serta Pekan Baru 3,61. Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh TII Kabupaten/Kota yang masih tinggi dengan korupsi merupakan Kabupaten/Kota yang masih lemah dalam penerapan hukumnya.

Jika melihat laporan TII tersebut, dapat dinyatakan jika Pemerintah Kota sangat minim terhadap Visi Anti Korupsi yang selayaknya sudah menjadi bagian baku dalam menjalankan pemerintahan guna menunjang laju pertumbuhan eknomi dan pembangunan. Selain itu pula dapat dinilai jika Pemerintah Kota beserta aparatur penegak hukum terkesan setengah hati untuk menjadikan korupsi sebagai musuh bersama. Sebab, masih berdasar laporan TII, Korupsi yang ada di Jambi terdapat pada layanan publik di tiga sektor yakni Pendidikan, Kesehatan dan Infrastruktur yang seluruhnya sangat dekat dengan kepentingan masyarakat secara menyeluruh.

Padahal, Korupsi terbukti sudah jauh mengedarkan kerisauan dan ketidakjujuran sistemis pada simbolisme kemiskinan yang wajahnya kian dikutuk rezim pro korupsi itu sendiri. Padahal Raskin dan Carl Le Van dalam In Democracy a Shadow (2005) mengemukakan, akuntabilitas dalam proses berdemokrasi adalah pilihan paling realistis untuk menghindarkan pemimpin dari kebohongannya terhadap rakyat akar rumput. Sebab, di sini komitmen dan kejujuran hati pemimpin dipertaruhkan terlebih bagi urusan yang menyangkut moral dan jati diri berbangsa, seperti 'pesta pora' korupsi ini. Sesungguhnya rakyat mengamini janji pemerintah memberantas korupsi bagaikan fajar pagi yang tak pernah terlambat bersinar.

Rakyat membutuhkan sebuah kepedulian inklusif kekuasaan untuk melepaskan bangsa dari ekstasi korupsi. Sikap yang keluar dari zona nyaman, berempati, dan bersinergi dalam pergumulan total melawan krisis dan kebebalan hukum. Dan itu harus dimulai dari lingkaran dalam pemimpin. Artinya dengan semua itu, tuntutan akuntabilitas personal kepemimpinan akan melahirkan keberanian moral (moral courage) untuk menggerakkan institusi hukum (KPK, kepolisian, kejaksaan) dalam menginisiasi pemerintahan yang bersih lewat kepastian penegakan hukum tanpa pandang bulu.

Jika melihat kondisi yang demikian ini, Korupsi yang dirilis oleh TII mengindikasikan pemerintah yang selayaknya berada di garda terdepan dalam pemberantasan Korupsi di Jambi ini masih tidak memiliki daya tawar yang tinggi terhadap komitmen pemberantasn Korupsi.

Tumpukan Sampah

Selain masalah banjir dan Kota terkorup yang disandang oleh Jambi di bawah visi Jambi BERNAS ini, Jambi juga masih menyimpan segudang masalah terhadap sampah yang hingga kini belum bisa diatasi secara prosedural dan sistematis oleh pihak pemerintah Kota Jambi di bawah kepemimpinan Bang – Sum. Menurut penuturan yang disampaikan oleh Kepala Dinas Kebersihan Kota Jambi Mukhlis A Muis. Bahwasanya sampah yang ada di kota Jambi mencapai 2. 000 M2 per hari. Dengan rincian 75% dari 2000 M2 tersebut merupakan sampah rumah tangga.

Sampah yang menjadi limbah dan berasal dari beragam tempat dan hasil olahan dalam kurun waktu dua tahun terakhir sudah sangat meresahkan warga Jambi dan mengganggu pemandangan dan mengurangi keindahan kota yang sejatinya juga belum memilki tatakota yang indah. Sampah ini jugalah yang menimbulkan kesan yang negatif terhadap kepemimpinan Bang – Sum. Sebab, seyogyanya Jambi sebagai Ibukota Propinsi Jambi dapat hadir dalam ruang lingkup pemerintahan yang bersih, nyaman, indah dan asri dalam berbagai sudut kota yang tertata rapi pula dan di dukung dengan infrastruktur yang baik.

Akan tetapi dua tahun kepemimpinan terhadap Jambi, belum juga menuai prestasi terhadap penanganan sampah yang seolah memperoleh pertumbuhan yang massif dan terus berkelanjutan di Kota Jambi. Sehingga kesan-kesan pemerintah Kota telah gagal dalam menjalankan roda pemerintahan dan memenuhi janji-janji politim semasa kampanye kian santer terdengar dari suara parlemen jalanan (mahasiswa) dan elit pinggiran (masyarakat kelas bawah yang peduli pembangunan).

Sehingga, hemat penulis dan juga harapan publik Jambi, dalam sisa waktu yang dimiliki oleh Bang – Sum dalam menjalankan roda pemerintahannya dengan Visi Jambi BERNAS 2013 harus segera membenahi infrastruktur, tata ruang dan tata kota, komitmen pemberantasan korupsi dan mengelola sampah secara sistemastis dan termanajemen dengan baik.

Hal ini jika Bang – Sum masih menghendaki BERNAS sebagai akronim dari Bersih, Ekonominya Maju, Rukun, amaN, Adil dan Sejahtera. Namun jika tidak judul tulisan ini sangat layak disematkan kepada pemerintahan Bang – Sum dengan Visi BERNAS 2013 yakni Banjir, Terkorup dan Tumpukan Sampah 2013. Wassalam.(*)

No comments:

Post a Comment