Monday, November 15, 2010

Cindy Adams, Pilihan Bung Karno


Waktu terus bergulir, sejak Dubes AS untuk Indonesia, Howard Jones mengajukan usul kepada Bung Karno untuk menuliskan biografinya. Tahunnya masih tahun 60-an. Pada pertemuan yang kesekian, Dubes Howard belum berputus-asa membujuk Bung Karno. Masih dengan alasan-alasan yang ia kemukakan dengan begitu serius dan sungguh-sungguh.

Tibalah saatnya Bung Karno menanggapinya dengan menyeringai, “Dengan satu syarat, saya mengerjakannya dengan Cindy Adams!” Howard kaget. Senang bercampur entahlah.

Rupanya, selang beberapa saat setelah pertemuan dengan Howard di Istana Bogor, Bung Karno bertemu dengan wartawan Amerika Serikat bernama Cindy Adams. Dia adalah istri dari pelawak Joey Adams, yang tengah memimpin misi kesenian Presiden Kennedy ke Asia Tenggara.

Selain cantik, Cindy adalah seorang penulis yang ceria, gemar berkelakar, dan… selalu berdandan rapi. Berbicara dengan Cindy, sangat menyenangkan Bung Karno. Dalam salah satu kesaksiannya ia mengatakan bahwa, “Orang Jawa selalu bekerja dengan insting. Seperti ketika saya mencari seorang press officer, kemudian bertemu dengan Rochmuljati, saya segera tahu, dialah yang saya cari, dan segera saya pekerjakan dia. Demikian pula dengan Cindy.”

Laksana menerima durian runtuh, Cindy menerima tugas itu dengan suka cita. Terlebih setelah tahu, bahwa sudah banyak penulis, baik dari dalam maupun luar negeri yang memohon-mohon menjadi penulis biografi Bung Karno, tetapi semua ditolak.

Sekalipun berkebangsaan Amerika Serikat, Bung Karno menilai Cindy dapat memahami dan merasakan denyut nadi bangsa Indonesia. Tulisan Cindy juga dinilai jujur dan dapat dipercaya. Pendek kata, Bung Karno begitu menyukai Cindy. Katanya, “Cindy adalah penulis yang paling menarik yang pernah kujumpai!”

Wawancara dilakukan dalam bahasa Inggris. Bung Karno mengaku, sesekali membuat kesalahan dalam tata-bahawa, dan sering pula berhenti pada satu kalimat karena ia merasakan adanya kekakuan dalam kalimat yang ia utarakan. Begitulah wawancara terus mengalir dengan lancar hingga tersusunlah buku Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

Kepada pembaca buku biografinya, Bung Karno juga memiliki pesan tersendiri. Begini ia bertutur, “Kuminta kepadamu, pembaca, untuk mengingat bahwa, lebih daripada bahasa kata-kata yang tertulis adalah bahasa yang keluar dari lubuk-hati. Buku ini ditulis tidak untuk mendapatkan simpati atau meminta supaya setiap orang suka kepadaku. Harapan hanyalah, agar dapat menambah pengertian yang lebih baik tentang Sukarno dan dengan itu menambah pengertian yang lebih baik terhadap Indonesia tercinta.” (roso daras)

No comments:

Post a Comment