Kembali ke alam. Demikian tersirat dari usaha  yang ditekuni warga Dusun Bandar rejo, Kelurahan Ujung Bandar Kecamatan  Rantau Selatan Labuhanbatu ini.

Soalnya, dengan memanfaatkan berbagai bahan baku dari alam, warga yang tergabung dalam Kelompok
Tani (Koptan) Rukun Tani ini mencoba memproduksi pupuk alternatif untuk berbagai jenis tanaman.
Selasa (4/3) siang, H Suyono dan Bani pelaku usaha pembuatan pupuk organik dengan pemakaian Agri Simba ini bergelut dengan berbagai bahan dasar pembuat pupuk alami.
Ketika disambangi di lokasi pembuatan  pupuknya, mereka terlihat lagi sibuk dengan rutinitas keseharian.  Bersama dengan beberapa orang pekerja yang tak lain adalah pemuda  setempat, H Suyono mengamati proses pencampuran berbagai material.
Sejurus kemudian, masuk satu unit truk  membawa kotoran ternak dari berbagai daerah di Labuhanbatu. Memang,  dalam mengolah pupuk produksi mereka, H Suyono hanya memanfaatkan  bahan-bahan yang mudah di dapat dari lokasi tempat tinggal. Pun ada satu  bahan yang mesti di dapat dari pasaran dengan nama Agri simba.
Menyambut kedatangan penulis, H Suyono dan Bani menyapa dengan kepolosan dan ketulusan selaku warga yang memiliki tatakrama.
Seraya mempersilahkan duduk pada sebuah  kursi, semula METRO sempat was-was dengan kondisi sekitar yang dipenuhi  oleh kotoran ternak. Akan tetapi, dengan keterangan yang diberikan,  akhirnya diketahui kalau kotoran ternak yang lazim disebut dengan pupuk  kandang itu tidak lagi mengandung aroma yang bau. Hal itu, dikarenakan  telah mengalami pengolahan yang baik di tangan para profesional di sana.
Awal mula menekuni profesi itu, kata mereka  telah memulainya sejak 3 tahun belakangan. H Suyono, mantan pekerja di  salahsatu perkebunan sawit ini, mencoba membagi ilmu dan wawasan yang  dimilikinya. Dengan menguasai pengetahuan masalah tekstur dan PH tanah.  Serta, berbagai persoalan dalam olah tanah, Pria kelahiran 18 Desember  1958 dari Jawa Timur ini, mencoba mengajak beberapa rekannya lainnya.
Sepakat, akhirnya dengan modal patungan,  mereka mencari lokasi pengolahan dan mencari berbagai material yang  dibutuhkan. Bahkan, khawatir akan terkendala ketersediaan bahan baku  kotoran ternak, malah mereka secara swadaya membeli beberapa ekor ternak  yang dirawat sendiri. Rencananya, ketika kotoran ternak tak didapatkan  dari warga lain, maka mereka tidak akan susah menyediakannya disebabkan  ternak sendiri akan menghasilkan kotorannya.
“Dulu, kami sempat mengira kalau untuk  mendapatkan kotoran ternak merupakan hal yang rumit. Sehingga, juga  mesti memelihara beberapa ekor ternak. Seperti Lembu, kambing dan  lainnya. Tapi, akhirnya penyediaan kotoran ternak bukan satu kendala.  Bahkan, hikmahnya sekarang ternak malah kian berkembang,” bebernya  mengawali perbincangan.
Terlebih lagi, setelah adanya jalinan  kerjasama dengan pihak Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Labuhanbatu  yang bersedia memberikan informasi upaya memperoleh kotoran ternak dari  para peternak di Labuhanbatu.
“KTNA memberitahukan kepada para anggotanya agar menjual kotoran ternak kepada kami,” urainya.
Katanya, selain kotoran ternak, material yang  dibutuhkan terkesan mudah didapatkan di sekitar lingkungan tempat  tinggal. Bahkan, sebelumnya hanya dikenal sebagai sampah. Dan,  ketersediaan limbah pabrik pengolahan kelapa sawit juga turut menjadi  bahan bakunya.

“Bahannya pupuk kandang (kotoran ternak, red), Serbuk gergaji, Abu Boiler/Abu janjangan sawit, dan Solid,” terangnya seraya diamini Bani.
Untuk dapat dikatakan sebagai pupuk Agri Simba, maka  setelah mengaduk bahan-bahan tersebut, dengan komposisi dan  perbandingan pupuk kandang sebanyak 500 kg, serbuk gergajian sebanyak 50  kg, abu janjangan sebanyak 100 kg dan solit sebanyak 50 kg, lantas cara  proses pembuatan pupuk tersebut dengan langkah pengaktifan agri simba.  Setelah material dicampu dengan rata, maka ditambahkan sebanyak 1 liter  agri simba ke dalam sebanyak 20 liter air. Ditambah, 0,5 kg NPK.  Selanjutnya, memasuki tahapan Permentasi dengan jalan didiamkan selama  minimal 5 jam. Setelah melalui proses tersebut larutan siap digunakan.
Khasiat dan manfaat Agri simba bagi  tanah dan khususnya lagi tanaman ternyata tak dapat disangkal lagi,  bahkan teramat membantu dalam menyuburkan tanah, memperbaiki tekstur  tanah, mengurangi pemakaian pupuk organik hingga 50 persen, mencegah  penyakit akar dan mengefektifkan penyerapan unsur hara tanah.
“Sekarangkan pupuk organik teramat susah  didapat. Bahkan, nilai belinya juga makin mahal. Tak ayal, terkadang  membuat banyak petani kewalahan dalam merawat kebunnya. Bagaimana tidak,  hasil produksi yang diterima terkadang tidak setimpal dengan biaya yang  mesti dikeluarkan. Akan tetapi, dengan kembali memanfaatkan bahan-bahan  alami sebagai pupuk, biaya yang mesti dikeluarkan juga makin kecil,”  paparnya.
Ambil contoh, akunya, harga pupuk pabrikan  yang ada di pasaran yang terus meroket, mengakibatkan makin tingginya  tingkat kelemahan pembiayaan perawatan kebun. Dengan demikian, hasil  produksi tanaman kebun juga dapat dipastikan akan makin melemah. “Ya  sudah pastilah, bila tanaman tidak dirawat akan tidak produktif lagi,”  tegasnya.
Itu, katanya, belum lagi, disaat sekarang  makin banyaknya ditemukan pupuk-pupuk pabrikan yang diduga palsu.  “Bagaimana pula nantinya. Sudah uang habis membeli pupuk, eh malah  palsu. Maka, untuk membeli pupukpun mesti hati-hatilah,” sarannya.
Sementara Bani menambahkan, produksi pupuk  yang mereka lakukan memiliki sifat sosial bisnis. Di segi sosialnya,  mereka secara pasti mampu membuka kesempatan kerja bagi pemuda warga  sekitar tempat usahanya. Selain itu, tak tanggung-tanggung, untuk  meyakinkan dan memberi kepercayaan dan kepuasan para konsumennya, mereka  juga menyediakan jasa laboratorium pemeriksaan kadar (Testersoil) Ph tanah  warga. Sehingga, diketahui secara tepat dan pasti kandungan tanah dan  unsur mikro dan hara yang terkandung di dalam tanah perkebunan.
Dari sana, maka akan didapat tingkat pemrosesan pupuk sesuai kebutuhan tanah perkebunan masyarakat.
Tak ayal, disaat kebun sawit dalam kondisi trek (penurunan)  jumlah produksi buah, kebum sawit yang mempergunakan produk olahan H  Suyono dan Bani Cs mampu bertahan dengan produksi yang memuaskan.
“Kita telah buktikan hasilnya. Dan masih  banyak lagi petani sawit lainnya yang mengakui kalau jumlah produksi  kebunnya masih normal. Padahal, sekarangkan saat-saat kebun sawit  mengalami penurunan produksi,” paparnya.
“Kita mesti dan bersedia melakukan  pemeriksaan kandungan tanah konsumen. Kita akan uji di laboratorium  milik kita. Kemudian, akan diketahui tingkat keasaman dan unsur lain  yang dibutuhkan tanah untuk tanaman,” tegasnya.
Mereka tidak mau sembarang menjual produknya  kepada konsumen sebelum mengetahui secara pasti kondisi tanah yang akan  mempergunakan pupuk Agri Simba. Ini ke istimewaannya, konsumen  adalah raja. Maka, konsumen juga layak mendapat pengetahuan dan wawasan  tentang olah tanah. “Selama inikan petani sifatnya hanya latah dalam  mempergunakan pupuk untuk tanaman. Kata orang pupuk A baik, maka kita  pergunakan. Ternyata, eh tanah yang kita miliki tidak membutuhkan lagi  unsur amoniak. Atau sebaliknya, kita tambahkan nitrogen untuk tanah yang sebenarnya telah mengandung cukup unsur itu,” imbuhnya.
Maka, tak heran dalam memasarkan pupuknya,  mereka tidak terlalu berminat untuk menggandeng mitra selaku distributor  yang sekedar menjual pupuk tanpa mengetahui secara pasti kebutuhan hara  tanah konsumennya.
“Tak jarang, kita diminta untuk memasok pupuk  ke toko-toko. Itu kita tolak, karena terkadangkan pihak toko hanya  menjual, tanpa mengetahui dan mencoba memeriksa status kandungan tanah  calon konsumennya,” pungkasnya.
Makanya, dari segi sosial, kita mencoba  membangun tingkat wawasan dan pengetahuan masyarakat tentang olah tanah.  Hal ini yang sebenarnya belum sepenuhnya diketahui oleh warga dalam  merawat tanamannya, ujar Bani.
Satu hal lainnya yang mendasari mereka  memproduksi pupuk itu, jelasnya, sebagai tindakan turut melaksanakan  anjuran pihak Pemerintah dalam mengajak pemakaian pupuk-pupuk ramah  lingkungan dan sedini mungkin mengurangi pemakaian kimia yang  berlebihan.
“Pupuk alternatif pada umumnya adalah ramah lingkungan. Dan, sifatnya lebih alami. Kan, Pemerintah  lagi giat-giatnya mengajak untuk pelestarian lingkungan. Sementara  belakangan ini, berbagai pemanfaatan bahan-bahan kimiawi makin  mendominasi. Bahkan, disangsikan penyebab terjadinya penurunan hara  tanah. Jadi ya semacam Back to Natural lah,” tuturnya.
Dalam memproduksi pupuk alternatif itu,  mereka ternyata bukan tidak menemui kendala. Berbagai persolan justru  menghadang mereka. Salahsatunya, dalam hal keterbatasan alat-alat  pendukung, berupa mesin pencampur adonan dan mesin pengayak.
“Ya, untuk mencampur bahan-bahan, kita masih  bersifat manual. Dikerjakan dengan tenaga manusia. Padahal, bahan yang  akan diolah jumlahnya terkadang lumayan banyak. Demikian juga untuk  mengayak materialnya agar didapat bahan yang lebih halus,” keluhnya.
Sampai disini, Bani yang memiliki sedikit  pengetahuan masalah permesinan mencoba merakit berbagai alat yang  dibutuhkan. Maka, untuk dapat memecah bongkahan-bongkahan bahan yang  mengendap dan menjadi padat sewaktu menjalani proses permentasi  dilakukan tahapan penggilingan dengan mesin. “Masih banyak ditemukan  bongkahan bahan pupuk yang membeku. Jadi, untuk memecahnya dibuhkan  adanya mesin yang mampu menggilingnya. Memang, alat sekedarnya ada, tapi  belum optimal mampu bekerja,” paparnya. Demikian halnya dalam  pengayakan, masih banyak ditemui bahan yang membeku lepas dari mesin  ayakan. Tak jarang material itu terpaksa kembali dipisahkan dan  selanjutnya dilakukan penggilingan ulang. “Kan penyerapan di tanah  kurang optimal kalau pupuk masih bersifat bongkahan. Sebaiknya  menyerupai tepunglah,” ujarnya.

Untuk itu, mereka yang selama ini masih  bersifat mandiri tanpa bantuan modal dari pihak Pemerintah mengharapkan  perhatian untuk dapat memiliki mesin-mesin yang dibutuhkan. “Kalau ada  mesin seperti itu, kami sangat membutuhkannya sekali,” harapnya.
Terkait nilai jual pupuk itu, mereka mengaku kalau masih taraf yang mampu didanai oleh petani. Bahkan, dinilai lebih rendah cost-nya bila dibanding mempergunakan pupuk-pupuk organik dijual di pasaran.
“Harga kemasan 30 kg yang belum diayak Rp40  ribuan. Sedangkan, untuk kemasan 30 kg yang sudah diayak Rp60ribuan.  Untuk dosisnya, tanaman kelapa sawit 2 kg perpokok dengan aplikasi 3  bulan sekali. Sedangkan, untuk Karet 2 Kg perpokok. Sementara untuk  bunga-bungaan dosisnya 1 kg perpohon,” jelasnya.
Dalam sehari, aku H Suyono mereka mampu  minimal memproduksi sebanyak 5 ton pupuk. Namun, untuk memperolehnya,  calon konsumen mesti melakukan pemesannan.
“Kita hanya memproduksi pupuk sebanyak pesanan konsumen,” tandasnya.      Filed under: Koleksi Berita      
 
 
 
No comments:
Post a Comment