Sunday, February 6, 2011

Krisis Pangan dan Energi di Mata Para Ekonomi


Meskipun sejumlah pejabat yang diundang menjadi pembicara tidak hadir, Sidang Pleno XIII dan Seminar Nasional Ikatan Sarjana Ekonomi Nasional yang berlangsung 17-18 Juli 2008 di Senggigi, Lombok, Nusa Tenggara Barat, tetap bisa menghasilkan rekomendasi.

Rekomendasi mutakhir yang dihasilkan Ikatan Sarjana Ekonomi Nasional (ISEI) dari Senggigi, Lombok Barat, ini seharusnya bisa dimanfaatkan pemerintah untuk memperbaiki perekonomian negeri ini.

Nilai rekomendasi yang dihasilkan para ekonom dalam sidang pleno kali ini menjadi amat penting. Pasalnya, tema yang diusung merupakan persoalan aktual yang tengah membelit perekonomian global dan domestik, yakni krisis pangan dan energi.

Pangan dan energi menjadi persoalan penting dunia saat ini karena harganya melonjak tak karuan di pasar internasional yang akhirnya berimbas ke pasar domestik.

Dampak yang timbul di dalam negeri antara lain lonjakan inflasi, penurunan daya beli masyarakat kelas bawah, kelangkaan pangan dan energi, serta ketidaksinambungan fiskal yang berujung pada ketidakpastian pertumbuhan ekonomi.

Di sektor pangan dan energi secara keseluruhan, Indonesia mungkin saja tidak terlalu terpuruk dibandingkan dengan sejumlah negara lain. Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam yang besar seharusnya bisa menikmati lonjakan harga pangan dan energi yang saat ini terjadi untuk kemakmuran masyarakat.

Para ekonom muda yang tergabung dalam ISEI telah melakukan riset dan penelitian yang mendalam untuk menemukan solusi. Bagaimana Indonesia bisa memiliki ketahanan pangan dan energi yang kokoh sehingga tidak mudah terkena guncangan eksternal.

Sangat komprehensif

Hasil-hasil riset mengenai strategi peningkatan produksi, stabilisasi harga, serta upaya mewujudkan ketahanan pangan dan energi sudah sangat komprehensif dipaparkan sehingga seolah tinggal diterapkan. Amat sayang jika hasil-hasil riset seperti itu hanya berakhir di rak-rak buku perpustakaan alias tak dimanfaatkan oleh para penentu kebijakan.

“Kami akan segera merekomendasikan hasil seminar ISEI ini kepada pemerintah. Kami berencana bertemu dengan Presiden,” kata Ketua Panitia Pelaksana ISEI Pusat Rudjito yang juga Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan.

Ekonom Senior ISEI, Arifin Siregar, yang mantan Gubernur Bank Indonesia juga menekankan perlunya rekomendasi ISEI dibuat secara komprehensif dan mendalam sehingga benar-benar bisa dipakai untuk kepentingan bangsa. Selain Arifin, dalam forum itu juga hadir ekonom senior, Marzuki Usman, mantan Ketua Umum ISEI.

Dalam rekomendasinya, ISEI memandang bahwa kebijakan ketahanan pangan dan energi merupakan kebijakan yang bersifat economic wide, artinya kebijakan yang menyangkut segala aspek ekonomi.

Perubahan undang-undang

Hal mendasar bagi kebijakan yang bersifat economic wide adalah perubahan pada undang-undang dan sistem kelembagaan yang dapat mengatur ketersediaan pangan dan energi dengan lebih efisien. Selain itu, terobosan teknologi dan peningkatan produktivitas merupakan hal yang mutlak harus dilakukan. Kerja sama pemerintah dan swasta dalam mewujudkan ketahanan pangan dan energi juga merupakan faktor penting.

Peningkatan produksi pangan akan lebih efektif dengan meningkatkan produktivitas pertanian. Ini bisa dilakukan antara lain dengan melakukan perbaikan irigasi atau infrastruktur pertanian lainnya, diversivikasi pangan, teknologi pertanian, distribusi hasil pertanian, intensifikasi, ekstensifikasi, penataan fungsi kelembagaan, dan pembiayaan. Selain itu, juga diperlukan kebijakan perlindungan lahan pertanian, pengembangan kawasan agrobisnis, dan pendayagunaan lahan potensial.

Di sektor energi, perlu segera dilakukan penyempurnaan UU tentang Migas untuk mendorong eksplorasi. Selain itu, perlu dilakukan kebijakan perubahan komposisi penggunaan energi yang tidak bertumpu pada minyak bumi, regionalisasi tarif, dan subsidi energi yang tepat.

Indonesia juga perlu memberdayakan sumber-sumber ekonomi baru untuk menunjang kebutuhan energi dalam negeri. Penggunaan dan transfer teknologi yang ramah lingkungan dan mendorong efisiensi juga perlu dilakukan.

Di sisi lain, peningkatan daya beli perlu didorong oleh rangkaian kebijakan pertumbuhan dan kebijakan subsidi. Khusus untuk kebijakan subsidi, perlu diperhatikan bahwa subsidi untuk mendukung kerentanan ekonomi (economic vulnerability) harus berfokus pada kelompok ekonomi. Adapun subsidi yang ditujukan untuk mendukung produktivitas harus berfokus pada subsidi yang bukan commodity base (berbasis komoditas) dan tidak mendistorsi harga.

Alternatif yang bisa diambil adalah mengadakan subsidi kredit yang berfokus pada kelompok ekonomi lemah dan miskin. Menurut ISEI, jaminan ketersediaan serta daya beli masyarakat terhadap pangan dan energi merupakan prasyarat utama bagi ketahanan pangan dan energi di dalam negeri. Hal itu selain untuk keberlangsungan perekonomian negara juga untuk menghadapi guncangan dari luar negeri.

Peningkatan daya beli masyarakat kelas bawah dapat dilakukan dengan program padat karya dan penciptaan pertumbuhan ekonomi.

Perhitungkan dampak

Isu ketahanan pangan sangat erat kaitannya dengan permasalahan mendasar makroekonomi. Oleh karena itu, kebijakan harga harus memperhitungkan dampaknya terhadap angka kemiskinan dan inflasi.

Kebijakan harga juga memegang peranan penting dalam menjaga ketahanan pangan dan energi. Namun, harus dipahami bahwa kebijakan harga di satu sektor akan memiliki dampak mekanisme ke seluruh harga lain di perekonomian.

Menurut pandangan ISEI, harga yang stabil memang memiliki dampak pada pengendalian inflasi dan pengentasan rakyat dari kemiskinan. Akan tetapi, tetap harus diperhatikan pula dampaknya terhadap produksi.

Dimensi regional

ISEI juga memandang penting dimensi regional dalam mewujudkan ketahanan pangan dan energi. Alasannya, peningkatan ketahanan pangan dan energi bisa sangat mungkin berbasis regional. Perbedaan penggunaan komposisi energi dan konsumsi pangan antardaerah bisa jadi merupakan solusi awal ketahanan pangan dan energi Indonesia.

Beberapa isu yang bisa digarap bersama misalnya adalah identifikasi potensi energi lokal dan regionalisasi harga. Dimensi kebijakan regional ini perlu terus didalami sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing. Harus diingat bahwa ketahanan pangan dan energi juga dipengaruhi struktur penduduk, pola konsumsi masyarakat, serta fenomena urbanisasi

No comments:

Post a Comment