Wednesday, December 9, 2009

Banjir di Jeddah, Berkah Yang Menjadi Musibah


Banjir di Jeddah, Berkah Yang Menjadi Musibah
Sebuah mobil terjebak banjir di kawasan Bahrah, perbatasan Jeddah-Makkah, Rabu (25/11). (ANTARA/Maha Eka Swasta)

Selasa, 8 Desember 2009
Oleh: Nanang Sunarto
Jeddah (ANTARA News) - Turunnya hujan di negeri yang hampir sepanjang tahun kering kerontang seperti Arab Saudi sewajarnya merupakan berkah dari Allah, tetapi karena kelalaian mengantisipasinya, berbalik menjadi musibah.

Hujan yang mengguyur Jeddah sekitar lima jam mulai menjelang tengah hari, Rabu, 25 November mengakibatkan hampir 10.000 bangunan dan 7.143 mobil rusak terbenam air, belum termasuk ratusan kendaraan bersama pengemudi atau penumpangnya dihanyutkan air bah di ruas jalan bebas hambatan (Haramain Expressway) dari Jeddah menuju Mekah.

ANTARA yang sedang berada di bus menuju Mekkah, menyaksikan puluhan kendaraan, bagaikan mainan plastik, terseret arus air bah di ruas jalan yang sama namun ke arah berlawanan (menuju Jeddah).

Jalur ke arah Jeddah di jalan utama Jeddah - Mekah itu berubah menjadi sungai setinggi satu meter yang menghanyutkan apa saja yang ditemuinya; manusia, mobil-mobil bersama penumpangnya, perabot rumah tangga dan juga timbunan sampah.

Ruas jalan di sisinya (menuju Mekah), aman karena dipisahkan tanggul pemisah, dan walaupun kemudian sebagian tanggul jebol, luapan air mengalir ke sisi kanan badan jalan, menuju hamparan tanah kosong yang lebih rendah.

Sampai hari ini tercatat 116 orang tewas dalam musibah yang pertama kali terjadi di Arab Saudi dan 47 orang lagi hilang, kemungkinan masih terjebak di dalam kendaraan-kendaraan mereka.

Sejumlah kendaraan yang disapu air bah "bermuara" di danau buatan sedalam 16 meter bekas galian proyek perusahaan air nasional di KM 11 di Distrik Al-Salam, Jeddah yang kemudian dijuluki "danau maut".

Kerusakan terparah dialami di kawasan Selatan dan Timur Jeddah, misalnya di Distrik Al-Raghama, warga terpaksa naik ke atap rumah mereka untuk meghindari genangan air,sementara sistem drainase kota tidak mampu menahan beban luapan air.


Kenangan Pahit

Tragedi ini masih segar dalam ingatan mereka yang kehilangan sanak-kerabat atau teman.

"Lingkungan desa kami rata dengan tanah, " tutur warga pribumi di desa Wadi Qous,Ali Ismail kepada harian Al-Madinah. Di desanya, menurut dia, Ali hidup rukun bersama warga asal Pakistan, Bangladesh dan Filipina yang bekerja di pabrik dekat desa mereka.

Warga lainnya, Muhammad Al-Zahrani saat mengisahkan tragedi itu mengungkapkan, ia sekeluarga semula dengan sukacita menyambut turunnya hujan, dan membiarkan kedua anaknya mandi air hujan dengan riangnya.

Ia sedang menghirup teh di beranda rumah ketika tiba-tiba merasa bumi bergetar dan air bergemuruh turun dari lokasi ketinggian, menyapu apa saja termasuk isteri dan kedua anaknya.

Sementara Saif Al-Otaibi dengan nada geram mengungkapkan bahwa sejak sekitar lima tahun lalu ia telah mengingatkan pemda setempat untuk membangun bendungan guna mencegah kemungkinan luapan air ke desanya yang berada di cekungan, tetapi usulannya tidak ditanggapi.

Otaibi dalam musibah ini kehilangan tujuh anggota keluarganya yakni adik lelaki dan adik ipar bersama kelima anaknya.

Keberuntungan masih menyertai Faisal Al-Afaz yang lolos dari maut saat musibah terjadi.

Tanpa mengindahkan bahaya, ia melompat ke atas menara listrik tegangan tinggi ketika tiba-tiba air bah sudah berada di hadapannya.

Hujan lebat yang merupakan peristiwa langka disambut dengan sukacita oleh warga Jeddah, khususnya kelompok ABG yang turun ke jalan, mengemudikan kendaraan mereka berzig-zag di atas genangan air atau membunyikan klakson sahut-menyahut.


Cukup Tanggap

Reaksi terhadap musibah ini, baik dari pemerintah kerajaan Arab Saudi, parlemen maupun warga tampak cukup sigap, termasuk untuk mengantisipasi agar musibah serupa tidak terulang lagi.

Dewan Sura (semacam MPR) mendesak agar seluruh instansi terkait dengan proyek-proyek prasarana untuk melakukan kajian rencana strategis guna menghindari terjadinya musibah serupa.

"Kita harus proaktif mengantisipasi kemungkinan terjadinya musibah berikutnya, " seru dewan beranggotakan 150 orang tersebut.

Dewan Sura juga menyambut baik prakarsa Raja Abdullah membentuk komisi tingkat tinggi untuk melakukan investigasi mengenai penyebab bencana dan memberikan kompensasi sebesar SR1-juta (sekitar Rp2,5 milyar) bagi setiap keluarga yang kehilangan seorang anggota keluarganya.

Raja Abdullah juga mengancam akan menyeret ke meja hijau mereka yang bertanggungjawab atas musibah itu.

"Kita tidak membantah fakta bahwa ada kegagalan atau kesalahan yang dilakukan di bagian-bagian instansi terkait. Tanggung jawab kita untuk mengusut dan mengenakan sanksi terhadap mereka, " tandasnya.

Dewan Sura juga berjanji akan memberikan dukungan penuh pada tim investigasi dan akan terus memantau kasus bencana tersebut sesuai mandat yang diberikan.

Pemerintah juga telah menyediakan tempat penampungan bagi 6.575 keluarga beserta 22.291 anggota keluarga mereka, membagikan bahan makanan bernilai SR18 juta. Masih beruntung, dampak musibah banjir dan air bah tidak terlalu berpengaruh pada acara puncak ritual ibadah haji yakni Wukuf di Padang Arafah yang berlangsung keesokan harinya (Kamis, 9 Zulhijah atau 26 November).

Komisi Investigasi lintas sektoral mengenai musibah banjir dan air bah yang terjadi di kawasan Kota Jeddah dan sekitarnya 25 November lalu akan melakukan pertemuan kedua hari Minggu ini dan segera menyampaikan laporan final kepada Raja Abdullah.

Pertemuan pertama dipimpin Gubernur Mekah Pangeran Khalid Al-Faisal yang dihadiri para wakil sub-sub komisi beranggotakan para pejabat berkaitan dengan proyek-proyek infrastruktur dan akademisi itu, telah dilangsungkan Sabtu lalu.


Perubahan Iklim

Sementara itu, Kepala Bagian Meterologi dan Klimatologi Universitas King Abdul Aziz Jeddah Mansur Al-Mazruei mengingatkan kemungkinan terjadinya fenomena perubahan iklim di Arab Saudi di masa-masa mendatang.

Para perancang tata kota Jeddah, menurut Al-Mazruei, hendaknya memasukkan fenomena perubahan iklim pada perencanaan tata kota, mengingat volume curah hujan saat musibah 25 November lalu (90 mm) mencapai rekor tertinggi atau hampir menyamai rata-rata dua pertiga curah hujan di Arab Saudi sepanjang tahun.

Hujan lebat pernah turun selama enam hari pada 1996, itupun curah hujannya hanya mencapai 40mm sehari. Al-Mazruei juga mencatat dalam sejarah modern Arab Saudi, hanya lima kali curah hujan yang turun sampai 60mm sehari, namun juga tidak mengakibatkan banjir.

"Tingginya volume curah hujan setelah musim kering sepanjang tahun merupakan indikasi munculnya fenomena perubahan iklim di negeri ini," tuturnya.

Namun pengamat cuaca lainnya, Asisten Profesor Studi Klimatologi Universitas King Abdul Aziz Nasser Sirhan berpendapat, hujan deras yang turun 25 November lalu belum mengindikasikan perubahan iklim secara signifikan di Arab Saudi.

"Kami hanya melihat fenomena cuaca yang tidak bisa diramalkan sejauh apa dampaknya, " ujarnya

Hanya saja Sirhan mencatat perbedaan antara hujan pada 25 November lalu yang ditandai dengan tingginya volume curah hujan jika dibandingkan dengan hujan-hujan yang turun pada tahun-tahun sebelumnya.

"Hujan tidak akan mengundang bencana, jika infrastruktur yang dibangun memadai," ujarnya.

Air hujan, dimanapun turunnya adalah limpahan berkah dari Allah, kecuali jika manusia tidak siap untuk memanfaatkannya.(*)

No comments:

Post a Comment