Saturday, December 5, 2009

KPK Terima 389 Laporan, Tujuh Kasus Korupsi di Sumut Tengah Ditangani




Komisi Pemberantasan Korupsi
Medan—Sejak awal tahun hingga Oktober 2009, Komisi Pemberantasan Korupsi menerima laporan 389 kasus korupsi di Sumatera Utara. Dari jumlah ini, 69 kasus terindikasi sebagai tindak pidana korupsi. Indikasi paling banyak berada di Kota Medan, yaitu 20 kasus.
“Laporan yang kami tangani tentu yang merugikan negara lebih dari Rp 1 miliar dan menjadi perhatian publik. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) tidak bisa menyebut detail kasus itu ke publik, kami khawatir ada penghilangan alat bukti oleh pelaku,” tutur tenaga fungsional Direktorat Pengaduan Masyarakat KPK, Buntoro, Jumat (22/10), yang ditemui seusai seminar antikorupsi “Peranan Dunia Bisnis dalam Pemberantasan Korupsi” di Medan.
Buntoro meminta peran aktif masyarakat untuk membantu pencegahan tindak korupsi. Pelapor bisa memanfaatkan situs KPK untuk melaporkan tindak korupsi di www.kpk.go.id.
KPK menjamin kerahasiaan pelapor melalui fasilitas tersebut. Dia meminta masyarakat tidak takut mencantumkan identitas lengkap dengan bukti awal yang cukup.
Buntoro mengatakan, KPK sering menghadapi kendala untuk meneruskan laporan karena tidak dilengkapi identitas pengirim, bukti awal, dan penjelasan kronologi beserta waktu kejadian. Hal ini membuat KPK kesulitan berkomunikasi dengan pelapor.
Dia mengatakan, secara nasional laporan yang masuk ke KPK sejak 2004 terdapat 37.687 kasus. Dari jumlah ini, kasus yang bisa ditindaklanjuti KPK sebanyak 8.542 kasus terindikasi sebagai tindak pidana korupsi. Sampai Oktober 2009 terdapat 1.995 kasus terindikasi korupsi dari 5.997 laporan yang masuk.
Gratifikasi
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Bidang Pencegahan KPK Haryono Umar, dalam makalahnya, menyampaikan rekapitulasi pelaporan gratifikasi KPK tahun 2008 di Sumut sebanyak tujuh kasus. Adapun kasus serupa sampai Oktober tahun ini sebanyak lima kasus.
Sementara itu, penyelenggara instansi daerah di Sumut yang wajib melaporkan kekayaan sebanyak 777 instansi. Namun, yang lapor baru 599 instansi.
Haryono menyampaikan, saat ini di Sumut terdapat tujuh kasus korupsi yang ditangani langsung oleh pimpinan KPK. Selebihnya ditangani oleh bidang penindakan, pencegahan, dan ke instansi lain, seperti kepolisian, kejaksaan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta instansi lain.
Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut Laksamana Adiyaksa mengatakan, birokrasi dunia usaha saat ini belum efektif. Pengusaha belum memperoleh kepastian untuk mengurus perizinan usaha. Tiga hal pokok yang harus dievaluasi untuk memangkas birokrasi perizinan dunia usaha adalah persyaratan, biaya, dan waktu.
Akibatnya, pengusaha lebih percaya kepada biro jasa daripada pegawai pemerintah. Mestinya, tutur Laksamana, perizinan usaha diubah lebih efektif menjadi sistem pendaftaran, bukan perizinan. “Pelaku usaha yang mendaftar dengan mendapatkan formulir, tugas pemerintah hanya memeriksa pendaftaran ini sesuai dengan praktik,” katanya.
Panjangnya proses birokrasi ini membuat perizinan usaha di Indonesia menambah biaya operasional dunia usaha. Kondisi seperti ini, kata Laksamana, dimanfaatkan penyedia jasa perizinan. Meski menambah biaya lebih besar, pengusaha lebih banyak memanfaatkan biro jasa.
Saat ini, sesuai dengan data KPK, indeks persepsi korupsi Indonesia berada di urutan ke-126 dari 180 negara di seluruh dunia. Indeks ini lebih rendah dibandingkan dengan sejumlah negara tetangga, seperti Thailand, yang berada di urutan ke-80, Malaysia di urutan ke-47, dan Singapura di urutan ke-4 dunia. (NDY)
Sumber : cetak.kompas.com,
Sumber Foto: mahasiswa.com

No comments:

Post a Comment