Sunday, April 24, 2011

Kembalikan Sungai Sebagai Penyangga Sumber Air Minum



Sungai merupakan salah satu sumber air bagi kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan, setiap makhluk hidup memerlukan air. Ditinjau dari segi hidrologi sungai mempunyai fungsi utama menampung curah hujan setelah menjadi aliran permukaan (surface runoff) dan mengalirkan aliran air sampai ke laut.

Sepanjang perjalanan aliran sungai berbaur dengan berbagai limbah dari rumah-rumah penduduk atau industri yang menempati bantaran sungai. Kondisi ini semakin memperburuk kwalitas air sungai. Pemukiman penduduk membelakangi daerah aliran sungai (DAS), jadilah sungai sebagai tempat pembuangan sampah dan limbah.

Diperkirakan, 60 persen sungai di Indonesia terutama di Sumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi, tercemar berbagai limbah, mulai dari bahan organik hingga bakteri coliform dan fecal coli penyebab diare. Menurut data Departemen Kesehatan tahun 2002 terjadi 5.789 kasus diare yang menyebabkan 94 orang meninggal. Pembabatan hutan dan penebangan pohon telah mengurangi daya resap tanah terhadap air. Hal ini turut serta dalam menambah berkurangnya asupan air bersih. Selain itu pendistribusian air yang tidak merata juga ikut andil dalam permasalahan ini.

Dari data Walhi (8/5/09) Terdapat 64 dari total 470 DAS yang ada di Indonesia saat ini dalam kondisi kritis. Dari 64 DAS kritis tersebut, berada di Sumatera 12 DAS, Jawa 26 DAS, Kalimantan 10 DAS, Sulawesi 10 DAS, Bali, NTB dan NTT 4 DAS, Maluku serta Papua 2 DAS. Pemantauan kualitas air sungai dilakukan di 30 propinsi Indonesia tahun 2004 dengan frekwensi pengambilan sampel sebanyak dua kali dalam setahun. Hasil pemantauan menunjukkan parameter DO, BOD, COD, fecal coli dan total coliform mayoritas sudah tidak memenuhi kriteria mutu air kelas I menurut PP 82 Tahun 2001.

Sanitasi Buruk

Spesialis Komunikasi Program Air Bersih dan Sanitasi Bank Dunia, Yosa Uliarsa, mengatakan bahwa 50.000 anak-anak berusia di bawah lima tahun di Indonesia setiap tahun meninggal karena penyakit seperti diare yang disebabkan air dan sanitasi buruk. "Jumlah ini terbilang besar", katanya dalam lokakarya tentang air dan sanitasi yang diadakan Bank Dunia dan diikuti Instansi Pemerintah dan pers dari Indonesia, Filipina, dan Laos di Surabaya, Jawa Timur.

Bahkan, katanya, dari sisi ekonomi, Indonesia mengalami kerugian sebesar Rp 58 triliun per tahun karena kondisi sanitasi yang buruk tersebut. Untuk itu, pihaknya mengajak media massa di dalam negeri turut aktif dalam menyebarluaskan informasi terkait dengan perbaikan mutu air dan sanitasi. (Republika (27 /4/10)

Adapun bagi masyarakat yang bermukim di pinggiran kali, sehari-hari mereka bergantung pada air kali yang tarcemar. Sebagian warga terpaksa membeli air bersih sementara air tanah atau air sungai menjadi pilihan yang sulit dielakan. Sumber-sumber air semakin dicemari oleh limbah industri yang tidak diolah atau tercemar karena penggunaanya yang melebihi kapasitasnya untuk dapat diperbaharui.

Di Medan, beberapa sungai teridentifikasi tercemar limbah. Indikasi ini dapat dilihat dari tiga sungai besar yang membelah kota Medan. Kondisi tiga sungai ini semakin berat menanggung beban lingkungan. Persoalan ini semakin memburuk atas kontribusi sejumlah perusahaan membuang limbahnya di sungai tanpa ada instalasi pengolahan limbah. Tiga sungai tersebut adalah Sungai Deli, Belawan, dan Babura. Sungai Babura selanjutnya bersatu dengan Sungai Deli bermuara di utara kota Medan.

Berdasarkan data Bapedalda Sumut, di sepanjang DAS sungai Deli terdapat 89 saluran pembuangan limbah domestik ke sungai. Di sepanjang sungai 71 kilometer (km) ini terdapat 48 lokasi pembuangan sampah pada bantaran sungai. Sungai Deli mempunyai anak sungai antara lain Sungai Sikambing, Sungai Babura, Sungai Petani, dan Sungai Simaimai.(Kompas 28/10/08)

Hasil penelitian Bapedalda Sumut pada tahun 2003 pada 10 titik yang tersebar di sepanjang sungai Belawan menemukan ada empat lokasi yang memiliki kandungan logam berat. Kontribusi dari limbah Industri yang berada di sepanjang DAS yakni berada di hilir sungai, yaitu Sei Krio, Kampung Lalang, Kelambir Lima, dan Hamparan Perak.

Dari penelitian tersebut tingkat pencemaran yang lebih tinggi terjadi di bagian hilir sungai, yaitu Hamparan Perak, dengan kandungan Hg mencapai 0, 7012 mg/l. Menurut standar baku mutu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, kandungan Hg yang aman adalah 0,002 mg/l. Kandungan Zn mencapai 0, 1882 mg/l, padahal standar baku mutu hanya 0,05 mg/l, dan kandungan Pb mencapai 0,2884 mg/l, melebihi standar baku mutu sebesar 0,03 mg/l. (Kompas (25/9/05)

Pencemaran Limbah

Air limbah memberikan efek dan gangguan buruk terhadap manusia maupun lingkungan. Limbah cair secara visual berwarna hitam kecoklatan dan berbau. Efek buruk dan gangguan kesehatan, air limbah meninggalkan ampas dan bau yang khas menyengat. Terhadap benda metal air limbah menimbulkan korosif.

Pembuangan air limbah ke badan air dengan kandungan beban COD dan BOD diatas 200 mg/liter akan menyebabkan turunnya jumlah oksigen dalam air. Kondisi tersebut mempengaruhi kehidupan biota pada badan air terutama biota yang hidupnya bergantung pada oksigen terlarut diair. Pencemaran air dapat makin luas, tergantung dari kemampuan badan air penerima polutan untuk mengurangi kadar polutan secara alami. Apabila kemampuan badan air tersebut rendah dalam mereduksi kadar polutan, maka akan terjadi akumulasi polutan dalam air sehingga badan air akan menjadi tropic.

Beberapa hal rusaknya badan air sungai terkontamisasi limbah industri, pada zat organik terlarut, zat ini menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut dalam air (aquatic life) dan menurunya kualitas badan air. Pada zat padat tersuspensi, pengendapan zat padat ini didalam dasar badan air sungai akan mengganggu kehidupan badan air. Endapan solid didasar badan air akan mengalami dekomposisi yang menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut disamping menimbulkan bau busuk dan pemandangan yang tak sedap. Pada logam berat cyanida dan racun organik, unsur ini sangat merusak aquatic life dan membahayakan bagi kesehatan. Pada warna kekeruhan, warna dan keruhnya air sangat mempengaruhi estetika sungai, walau belum tentu membahayakan kehidupan air dan kesehatan.

Pada zat organic tracer, ini adalah zat phenol yang menyebabkan air berbau dan rasa yang tidak enak. Pada zat yang tidak mudah mengalami dikomposisi biologis (refactory subtances), bahan utama pembuat deterjen (alkil benzene sulfanate) yang tidak mudah mengalami dekomposisi biologis zat ini menyebabkan timbulnya busa dipermukaan sungai. Pada zat yang mudah menguap (volotile matereialis) termasuk dalam kategori ini adalah hidrogen sulfida, gas methan dan sebagainya zat ini menyebabkan udara tercemar.

Sungai merupakan bagian dari siklus hidrologi. Air sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah.

Manfaat terbesar sebuah sungai adalah untuk irigasi pertanian, sumber air minum, saluran pembuangan air hujan dan air limbah. Hingga saat di Indonesia ini terdapat 5.950 daerah aliran sungai (DAS), yang alami atau yang telah tercemar.

Rata-rata kota-kota dunia memanfaatkan air minum yang berasal dari air tanah, danau, atau sungai. Permasalahannya sumber air tidak selamanya dapat dimanfatakan karena factor pencemaran. Air yang didistribusikan ke konsumen harus diolah melalui water treatment yang berbiaya tinggi. Alam tidak sepenuh melakukan presipitasi akibat ekosistem hutan yang semakin terganggu.

Kota New York merupakan contoh baik pengambilan air dari alam secara cuma-cuma. Penduduk New York meminum air yang sudah disaring oleh hutan. Untuk menyediakan air minum ke kota yang berpenduduk 10 juta orang ini, pemerintah setempat memutuskan pilihan yang ambisius. Pada tahun 90-an, mereka menolak rencana pembangunan instalasi pengolahan air yang sangat mahal. Mereka memilih menginvestasikan miliaran dolar lebih untuk melindungi hutan dan danau di utara New York, di mana sumber air minum terbesar bisa ditemukan. Di sini tidak ada pencemaran bahan kimia apapun. Untuk menyaring air, alam sendiri yang melakukannya.

Sebagaimana kota New York, kota Medan juga disangga hutan Sibolangit, sejauh apa usaha keras dan komitmen kita dalam menyelamatkan ekosistem hutan ini. Saat inipun kita melihat telah terjadi degradasi besar di hulu sungai. Disebutkan, area hutan tinggal 7,5 persen dari 48 hektar Daerah Aliran Sungai Deli. Padahal, setidaknya diperlukan 30 persen area DAS untuk resapan air. (Kompas 6/1/11).

Dengan otonomi daerah yang terkadang kurang dipandang sebagai suatu kesatuan kerja antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota, mengakibatkan kurangnya koordinasi pengelolahan sumber daya air. Dengan ini mempercepat terjadinya krisis air di banyak wilayah. Salah satu faktor utama krisis air yakni perilaku manusia dalam mencukupi kebutuhan hidup dengan melakukan perubahan tata guna lahan agar dapat memenuhi nafkah dan tempat tinggal, yang pada akhirnya mengorbankan ekosistem hutan. Kerusakan lingkungan yang secara implisit menambah lajunya krisis air semakin dipercepat oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi, baik secara alami maupum migrasi.

Harus ada komitmen Pemerintah bagi perlindungan sumber air bersih, ekosistem hutan, sungai atau air tanah. Bila menyangkut hajat hidup orang banyak hendaknya menjadi perhatian serius bagi Pemerintah dalam menetapkan kebijakannya. Ekosistem sungai harus diselamatkan dengan menyelamatkan sungai, kita juga menyelamatkan sumber air bersih sebagai kebutuhan dasar kehidupan.

No comments:

Post a Comment