Saturday, September 19, 2009

Peringatan HUT Ke 27 Pujakesuma: Jadikan Heterogen Spirit Untuk Sama Membangun

Peringatan HUT Ke 27 Pujakesuma: Jadikan Heterogen Spirit Untuk Sama Membangun
Medan : MSI
Ribuan warga Jawa dari berbagai daerah di Sumatera Utara, Minggu (5/8) memadati Lapangan Benteng Medan, seputaran Jalan Kejaksaan dan Jalan Diponegoro menghadiri puncak peringatan Hari Ulang Tahun ke 27 Paguyuban Pujakesuma. Rangkaian acara diawali dengan kegiatan jalan santai yang dilepas, Gubsu dan Ketua DPP Pujakesuma.
Medan, Ribuan warga Jawa dari berbagai daerah di Sumatera Utara, Minggu (5/8) memadati Lapangan Benteng Medan, seputaran Jalan Kejaksaan dan Jalan Diponegoro menghadiri puncak peringatan Hari Ulang Tahun ke 27 Paguyuban Pujakesuma. Rangkaian acara diawali dengan kegiatan jalan santai yang dilepas, Gubsu dan Ketua DPP Pujakesuma.
Gubsu Rudolf M Pardede yang hadir dalam acara itu dalam sambutannya mengatakan, Provinsi Sumatera Utara adalah daerah yang sangat pluralistik dihuni oleh penduduk yang beragam etnik. Kondisi ini juga sebagai gambaran mini negara kesatuan Republik Indonesia.
Di antara etnik yang satu dengan lainnya mempunyai banyak persamaan, tidak terkecuali etnik Jawa. Menurut Gubsu, keberadaan masyarakat Jawa sebagai etnik pendatang di Sumut sudah menyatu dengan kehidupan etnik lainnya. Walaupun secara adat istiadat budaya ada penonjolan atau khas tertentu pada masing-masing etnik. "Heterogen bukan menjadi pemicu, akan tetapi dijadikan spirit untuk sama-sama membangun kerukunan dan keharmonisan antar etnik dengan baik," kata Rudolf.
Patut disyukuri, lanjut Gubsu, karena dalam kehidupan kemasyarakatan sehari-hari semua etnik yang ada di Sumut saling bersinergi untuk sama-sama membangun kerukunan dan keharmonisan. Sehingga suasana kondusif masih dapat dipertahankan.
Pembangunan kebudayaan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang perlu dipahami oleh berbagai etnik. Diminta untuk bersama-sama mencermati berbagai tantangan dan rintangan yang datang baik dari dalam maupun luar negeri yang berdampak negatif terhadap kehidupan bermasyarakat. Terutama derasnya arus budaya asing.
Dikatakan Gubsu, salah satu dampak yang paling krusial dan telah mempengaruhi tatanan kehidupan moral dan sosial tradisional masyarakat, menyusutnya semangat nasionalisme dan rasa cinta terhadap tanah air. Serta menurunnya etos kerja dalam mencapai tujuan bersama. Indikasi perubahan tersebut terlihat dari berkembangnya sikap individualistik dan hilangnya saling percaya diantara sesama warga masyarakat.
Turut hadir dalam acara itu, Ketua DPRD Sumut, Abdul Wahab Dalimunthe, Bupati Langkat H Syamsul Arifin, SE, Wakil Bupati Serdang Bedagai, Wakil Bupati Labuhan Batu, Walikota Pematang Siantar, Ketua Pujakesuma Nanggroe Aceh Darussalam, ketua Pujakesuma se Sumut, sesepuh Jawa di Sumut, dan Ketua Partai Politik, serta tokoh masyarakat Sumut lainnya.
Ketua DPD Pujakesuma Kota Medan, H Supratikno, SE melaporkan, kegiatan ulang tahun ini dirangkai dengan berbagai kegiatan sosial yakni pemberian 1.500 paket sembako, 300 bea siswa, olahraga dan seni.
Ditegaskan, dalam kegiatan itu, Pujakesuma tidak ada kaitannya dukung mendukung salah satu calon Gubsu mendatang. Walau dalam acara itu bersebar brosur salah seorang bakal calon.
Acara juga dirangkai dengan pelantikan pengurus DPC Pujakesuma se Kota Medan, dan penyerahan hadiah lomba. Paginya diadakan jalan santai yang diikuti sekira 15 ribu warga Pujakesuma.

Hargai Nilai Kearifan Lokal

Sementara itu Sri Sultan Hamengkubuwono X mengingatkan, warga Jawa Sumatera Utara agar menghargai nilai-nilai kearifan lokal dimana kita berpijak karena warga Jawa Sumatera Utara adalah bagian dari Bangsa Asia.
Sri Sultan Hamengkubuwono X bersama GKR Ratu Hemas, mengatakan itu, Sabtu (5/8), saat berada di Desa Patumbak II Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, untuk menabalkan Padepokan Agung Tunggal Roso Nuswantoro dan Majelis Agung warga Jawa Sumatera Utara.
Sri Sultan Hamengkubuwono pada pidato kebudayaannya di hadapan ribuan warga Jawa Sumatera Utara mengatakan, warga Jawa Sumatera Utara harus mampu memahami budaya lokal serta budaya asal usul di mana kita berada.
17 orang yakni Ir H Arifin Kamdi MS, Brigjen (Purn) H Mudyono, Hj Sri Sulistiawati, SH, MSi, PhD, Dra Sri Harini, MSi, Ki Heru Wiryono, H Umbar Subroto, H Sukirno, Prof Drs H Darmono, MPd, Drs H Dalail Ahmad, MA, Ir H RB Darori, MM, KH Zulkarnaen Machfuds, SH, CN, Prof Dr H Asmuni, MA, Prof Dr H Dian Armanto, MA, Ki Gondo Asmoro Sugiono, Prof Dr Badiran, MPd, Dr RM H Subanindyo Hadiluwih, SH, MBA, Ir H Isman Nuriadi, MM ditabalkan oleh Sultan Hamengkubuwono X menjadi anggota tetap Majelis Agung warga Jawa Sumatera Utara.
Keberadaan ke 17 Majelis Agung warga Jawa Sumatera Utara ini untuk memayungi paguyuban-paguyuban warga Jawa di Sumatera Utara dan kelompok-kelompok perwiridan warga Jawa.
Menurut Ketua Pengurus H Rusbandi dan Ketua Pembina Padepokan Agung Tunggal Roso Nuswantoro Ki Heru Wiryono, berdasarkan data di Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat terdapat 35 paguyuban warga Jawa. (ROY)

No comments:

Post a Comment