Thursday, September 10, 2009

Soal Kutipan Rp 3000 LIPPSU Minta Kejatisu Periksa Dirut PDAM Tirtanadi

Soal Kutipan Rp 3000
LIPPSU Minta Kejatisu Periksa Dirut PDAM Tirtanadi
Media swara Indonesia:
Direktur LSM Lembaga Independen Pemerhati Pembangunan Sumatra Utara(LIPPSU), Azhari AM. Sinnik dan Direktur Eksekutif Civil Information for Contribution of Learn(LSM CIKAL), Alfiannur Syafitri, minta agar Kejatisu memeriksa jajaran Direksi PDAM Tirtanadi terkait penggunaan anggaran PDAM Tirtanadi-Medan.
Pernyataan keras dari lembaga non pemerintahan itu, menyusul pemberlakukan biaya dministrasi Rp. 3.000,-/pelanggan, bagi sekitar 391.450 pelanggan air di Sumatra Utara.
Dalam pemaparan Azhari AM. Sinnik dan Alfiannur Syafitri kepada wartawan, Rabu (8/7) di Medan, menurut Permendagri No. 23 tahun 2006, biaya administrasi masuk dalam komponen biaya tarif air yang dikenakan kepada konsumen. Hingga pengenaan administrasi khusus sebesar Rp. 3.000,- diluar tarif pemakaian air merupakan pungli, yang tidak dapat dipertanggung jawabkan secara hukum perundang-undangan statusnya pendanaannya.
"Kalaupun ada Peraturan Gubsu yang memayunginya, maka hal tersebut sebenarnya batal dengan sendirinya, karena Pergubsu tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya(Permendagri No. 23)", keras Azhari AM. Sinnik. Menurut Azhari AM. Sinnik kuatnya dugaan korupsi ratusan milliar rupiah dalam tubuh manajemen Tirtanadi sejak era 2000-2009 ini, dapat ditelusuri dari berbagai pengeluaran manajemen Tirtanadi, terutama yang menyangkut keberadaan sarana dan prasarana dalam penyediaan dan penyaluran air di Sumut, seperti pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA), pengadaan pipa transmisi dan distribusi,
Pembangunan Kolam Limbah Lindi, seperti yang diklaim Tirtanadi, bahwa dalam tahun 2006-manajemen merealisasikan dana sebesar Rp. 63,8 milliar dan 2005-Rp. 44, 9 milliar untuk kepentingan tersebut, termasuk pembangunan Proyek IPA Hamparan Perak senilai Rp. 2, 3 milliar, yang disebut manajemen Tirtanadi untuk persiapan dan perencanan pembangunan proyek.
Hal itu tandas Azhari AM. Sinnik dan Alfiannur Syafitri agak membingungkan, karena terhitung kurun 2009-2009, Pemerintah Pusat lewat pembiayaan APBN yang disalurkan melalui Ditjen Cipta Karya telah mengucurkan dana sebesar 111, 1 milliar milliar bagi pengembangan, penyediaan dan penyalur air bagi masyarakat Sumut. Proyek itu seperti-2009: Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum Rp. 50,2 milliar, yang didalamnya termasuk bantuan bagi 4 PDAM Sakit-KSO, seperti Tanjungbalai, P. Siantar, Binjai dan Tapteng. Tahun-2008: Direalisasikan dana sebesar Rp. 29,2 milliar dalam Proyek Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum Sumut, yang didalamnya termasuk pembangunan jaringan penyediaan air bersih Rp. 17,5 milliar dan pembangunan PS. Limbah dan IPAL di Medan sebesar Rp. 4,9 milliar. Tahun 2007: Direalisasikan dana sebesar Rp. 31 milliar bagi Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum Sumut, termasuk didalamnya Penyusunan Program dan rencana kerja teknis/program dan pengembangan kinerja pengelolaan PLP Sumut.
" Jadi kita tak mengerti infrasturktur apa yang telah dibangun oleh PDAM Tirtatanadi hingga merealisasikan dana mencapai Rp. 117 milliar itu, karena yang kita tahu seluruh sarana dan prasaran dibangun oleh Ditjen Cipta Karya", bingung Ary.
Masalah pembangunan sarana dan prasarana termasuk perpipaan transmisi dan distribusi yang bukan sepenuhnya dibangun oleh Tirtanadi itu, tandas Ary dan Alfian juga terungkap dalam surat permintaan manajemen Tirtanadi kepada Ditjen Pajak guna penghapusan PPN. Dalam surat Ditjen Pajak No. S-31/PJ.53/2005, tertanggal 11 Januari 2005, ditandatangani oleh Ditjen PPN & PTLL dijelaskan, berdasarkan hasil peninjauan lapangan Penyidik Pajak Medan-I dan Kantor Pajak Medan Timur diperoleh kepastian bahwa kegiatan PDAM Tirtanadi selain penghasilan dari penjualan air, yakni: Pemeriksaan/Lab, Perbaikan dan Penggalian Meter, Penggantian Instalasi Pelanggan, Pipa Persil, Sambungan Baru Air Limbah, dan Pendapatan Non Air Limbah lainnya.
Selanjutnya, Azhari AM. Sinnik dan Alfiannur Syafitri minta agar Kejatisu dan Tipikor Poldasu segera mengusut realisasi anggaran PDAM Tirtanadi yang mencapai ratusan milliar rupiah itu, yang patut diduga tumpang tindih dengan berbagai proyek yang dikerjakan oleh Ditjen Cipta Karya. Diakui pula oleh Azhari AM. Sinnik dan Alfiannur Syafitri, bahwa Tipikor Poldasu dan Kejatisu harus punya motivasi ekstra dalam melakukan pengusutan, karena bukan tidak mungkin kebocoran anggaran PDAM Tirtanadi terhitung era 2000-2009, melibatkan banyak kalangan, seperti pekerja media, wakil rakyat dan sejumlah pejabat tinggi di Pempropsu, termasuk oknum-oknum di kepolisian dan kejaksaan.
Menurut Ary banyaknya indikasi kebocoran anggaran PDAM Tirtanadi yang berasal dari premi uang air pelanggan itu, dapat ditelusuri dari berbagai kebijakan lewat administrasi pemerintahan seperti yang dikeluarkan oleh Pemerintah Propinsi. Sebagai contoh ujarnya, pernah satu ketika seorang kepala daerah dalam kapasitasnya sebagai kepala daerah mengeluarkan surat keputusan tentang kepengurusan badan pengawas, yang diketuai oleh sang kepala daerah sendiri.
"Itu artinya sipenadatangan membuat SK untuk dirinya sendiri, administrasi apa itu(lawak-lawak, red)", ujar Ary sambil terkekeh. Padahal menurut Ary dan Alfian, karena SK dikeluarkan oleh kepala daerah, yang menjadi Ketua Badan Pengawas adalah Sekdapropsu, karena terkait dengan inventaris dan asset Pempropsu dan Pemkab serta Pemko. ***

No comments:

Post a Comment