Wednesday, December 16, 2009

Dusun Tertinggal yang Mendambakan Pemekaran


Dusun Tertinggal Dambakan Pemekaran

Muara

Penduduk Sosor Pasir, sebuah dusun tertinggal di pinggiran Danau Toba tepatnya di Desa Buntu Raja Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, kini mendambakan pemekaran desa. Mereka berharap, Pemerintah Kabupaten dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) berkenan mengabulkannya sebab pemekaran akan mempercepat pembangunan dan memudahkan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan.

Usulan pemekaran, sudah mencuat sejak masa Natal pada Desember 2007 lalu. Alasannya, masyarakat sepertinya kurang mendapat perhatian karena minimnya pembangunan yang mereka rasakan. Selain itu, menurut penduduk penggabungan dua dusun berdekatan yakni Sosor Pasir dan Buntu Raja Dolok menjadi sebuah desa, sudah cukup layak.

Kaum bapak di Sosor Pasir, mayoritas bekerja sebagai nelayan tradisonil di Danau Toba. Sedangkan kaum ibu, umumnya bekerja ke ladang. Mereka berladang kopi dan tanaman palawija lainnya. Dua profesi inilah sebagai mata pencaharian penduduk untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Pantas Rajagukguk (58), warga Sosor Pasir yang ditemui mengatakan, pihaknya sangat kesulitan bila hendak berurusan ke Kepala Desa. Masalahnya, bukan karena Kepala Desa tidak melayani, tetapi karena lokasi kantor kepala desa cukup jauh yakni sekitar 12 KM dan medan yang harus ditempuh juga sangat sulit. Situasi ini membuat masyarakat malas bila hendak mengurus sebuah urusan. Sebab waktu dan tenaga harus tersita.

Satu-satunya jalan menuju Sosor Pasir adalah melalui lokasi panatapan Hutaginjang. Kondisi jalannya belum diaspal, dan hingga saat ini hanya bisa dilalui kenderaan roda dua.

Situasi itu telah lama dikeluhkan penduduk Sosor Pasir. Keterbatasan transportasi ini, kata Rajagukguk yang termasuk sebagai orang pertama tinggal di Dusun Sosor Pasir itu, telah mengakibatkan mereka yang bermukim disana jauh dari kemajuan alias tertinggal. Informasi atau berita dari luar pun sangat sulit diketahui.

Biasanya, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menjual hasil pertanian dan perikanan, penduduk setempat harus menggunakan perahu tradisionil menuju Kota Muara (ibukota kecamatan) atau bila di Hari Pekan Jumat, melalui kapal penumpang ke Balige. Bila ketinggalan kapal, alternatif lain adalah jalan darat satu-satunya. Berjalan kaki sekitar 12 KM hingga ke pertigaan Jalan Muara. Melewati lereng pebukitan dengan kondisi jalan menanjak, layaknya sedang mendaki gunung.

Lebih meyedihkan lagi, anak-anak SD harus mengalami situasi ini saat pergi dan pulang sekolah setiap pagi dan siangnya.

Meski tertinggal, sudah hampir seluruh rumah penduduk dimasuki aliran listrik. Rajagukguk bercerita, untuk biaya pemasangan jaringan dan tonggak listrik itu dulunya ditanggung oleh penduduk Sosor Pasir, yang merupakan daerah perbatasan Taput dan Toba Samosir ini.

Hal aneh yang terus mereka rasakan sejak listrik dipasang pada tahun akhir tahun 2003 lalu adalah penduduk belum pernah melihat petugas pendata PLN yang turun kesana untuk mengecek atau mencatat jumlah pemakaian pada meteran arus listrik. Kondisi ini sering membuat mereka bingung. Bahkan terkadang warga mau tidak mau harus membayarkan tagihan sebesar Rp 100 ribu / bulan.

Menurut Rajagukguk, persoalan tersebut pernah di protes penduduk sekitar ke pihak PLN tetapi tidak mendapat tanggapan yang serius.

Rajagukguk yang tinggal di Sosor Pasir selama 20 tahun ini mengaku belum merasakan arti pembangunan yang di lakukan pemerintah selama ini. Sehingga sangat wajar, ketika ditanya dengan tentang pupuk bersubsidi, beberapa bantuan sosial dan pembangunan lainnya, Rajagukguk tampak kurang mengetahui.

Namun ketika ditanya tentang pemilihan kepala daerah Taput yang terlaksana baru-baru ini, Rajagukguk memohon kepada Bupati terpilih memberikan perhatian agar desanya bisa lebih maju.

Salah satu usul yang sudah pernah mereka ajukan adalah pemekaran desa. Lebih rinci disebutkan, Dusun Sosor Pasir memiliki 20 Kepala Keluarga (KK) dan Dusun Buntu Raja Dolok yang berada di lereng bukit dengan 80 KK. Sehingga, kata Rajagukguk, bila kedua desa digabungkan sudah 100 KK dan sudah layak menjadi sebuah desa.

No comments:

Post a Comment