Ramadan : Peningkatan Kualitas Manusia dan Lingkungan Hidup
Kamis, 02 Agustus 2012
DARI
hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan sampai tahun demi tahun,
terdapat kemajuan yang mencengangkan dalam bidang ilmu/kepandaian.
Misal semakin canggih dalam teknologi, semakin terbebas dari buta aksara
dan sebagainya. Akan tetapi kemajuan dalam beberapa bidang kehidupan
manusia tersebut tidak mengurangi kemerosotan lingkungan alam maupun
kemerosotan lingkungan alam maupun sosial bahkan terus bertambah.Kemerosotan tersebut, telah disiarkan atau diberitakan di berbagai media informasi; dan realita menunjukkan adanya “kemerosotan/penurunan kualitas kehidupan dan lingkungan sosial/alam”, antara lain : berkembangnya cara hidup yang semakin indivi-dualistik, materialistik, hedonis tidak mau mengerti persoalan atau kekurangan orang lain; menurunnya kualitas moral dengan berbagai bentuk pelecehan seksual dan pelanggaran kesusilaan; adanya kesenjangan material yang sangat menyolok; semakin meningkatnya perusakan dan pencemaran lingkungan; merebaknya berbagai tindak kejahatan; penyalah-gunaan kekuasaan (termasuk kekuasaan ekonomi), korupsi, penyalahgunaan narkoba; dan menurunnya kualitas penegakan hukum dan keadilan.
Sebagai seorang muslim, selayaknya kita melakukan introspeksi terhadap keislaman kita. Apakah kita masih layak dianggap seorang muslim kalau kita ikut andil merusak lingkungan alam maupun sosial? Apakah kita masih berhak menyandang gelar kholifah fil Ardhi (pemimpin di muka bumi)? Apakah kita masih berhak mengemban amanah agama Islam kalau kita mengebiri nilai-nilai Islam yakni perlindungan terhadap sesama dan alam semesta? Upaya peningkatan kualitas manusia dan lingkungan hidup inilah yang selalu menjadi masalah sentral dan menjadi pusat perhatian para nabi/rasul, para ulama/ ilmuwan/cendekiawan dan para penyelenggara negara/ pemerintahan (pemegang kekuasaan). Para nabi/rosul diutus Allah untuk memperbaiki kerusakan umat dan meningkatkan kualitas kehidupan dengan memberikan tuntunan/ pedoman hidup dan kehidupan. sebagaimana disebutkan dalam QS. Al Anbiya’ ayat 107 : “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.
Para ulama/ilmuwan/cendekiawan juga pada hakikatnya merupakan pewaris nabi dan rosul. Peran ulama/ ilmuwan/cendekiawan berupaya untuk mengatasi ber-bagai masalah yang berhubungan dengan kualitas kehidupan/lingkungan masyarakat sekitarnya. Demikian pula disusunnya GBHN oleh wakil-wakil rakyat dan penyelenggara negara, pada hakikatnya bermaksud membangun masyarakat/lingkungan hidup yang ber-kualitas, baik kualitas fisik/materiel maupun kualitas non-fisik/immateriel.
Merosotnya kualitas lingkungan itu tidak dapat dilepaskan dari menurunnya kualitas kematangan kejiwaan/emosi pengendalian diri, menurunnya kualitas kematangan ilmu/tuntunan/ konsep-konsep kehidupan, dan menurunnya kualitas kematangan kepekaan/ kepedulian sosial. Dengan kata lain, disebabkan oleh menurunnya kualitas keimanan/ketaqwaan, kualitas ilmu, dan kualitas amal.
Maha besar Allah yang sangat mengetahui segala persoalan manusia ciptaan-Nya (termasuk masalah kualitas kehidupan manusia ini). Dan maha besar Allah yang juga mengetahui bagaimana mengatasi kemero-sotan kualitas lingkungan itu. Salah satu konsep/ sistem Allah untuk memelihara kualitas manusia dan lingkungan hidup ini ialah dengan diwajibkannya “puasa” selama bulan Ramadhan. Kegiatan dalam bulan Ramadhan sarat dengan kurikulum/silabi untuk menga-tasi lingkungan itu, yaitu kurikulum untuk meningkatkan Imtaq, ilmu, dan amal. Ketiga karakteristik “trilogi” ini sangat melekat dalam kegiatan bulan Ramadhan, yang apabila diamalkan dengan baik, Allah menjamin di dalam Q.S. Al-Fathir:29, kita mendapatkan “perniagaan yang tidak akan merugi” (dengan istilah ekologi berarti Allah menjamin “kualitas manusia dan lingkungannya tidak akan merugi/mengalami kemerosotan”).
No comments:
Post a Comment