Thursday, August 23, 2012

Pemain Besar Tak Tersentuh, Penjarahan Minyak Berimbas ke DBH GUBENUR JAMBI Sedih, Polisi Setengah Hati

JAMBI- Akhir-akhir ini aparat kepolisian gencar membongkar sindikat penjarah minyak mentah di Jambi-Sumsel. Yang teranyar, Rabu (8/9) lalu, gudang minyak mentah yang diduga hasil penjarahan berhasil digerebek aparat di kawasan Pijoan, Kabupaten Muaro Jambi. Sayangnya nyaris tak pernah ada pelaku utama yang berhasil ditangkap. Aparat hanya menangkap pemain-pemain kelas teri, bukan otak intelektualnya. Apalagi, penggerebekan gudang-gudang minyak ilegal itu, seringkali justru dilakukan oleh aparat TNI, bukan polisi. Hingga kemarin (9/8), dari sejumlah kasus yang diungkap, Polda Jambi belum ada menetapkan tersangka. Indikasi keterlibatan oknum aparat juga belum ada titik terang. Polda berdalih masih melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi. “Ya saat ini kita masih periksa saksi-saksi. Memang dari pengakuan sementara di lapangan, gudang itu milik seseorang. Tetapi kan sekadar katanya, belum bisa jadi bukti. Bukti kan harus fakta,” kata Kepala Subdit IV Direskrimsus Polda Jambi Kompol Arif Radinata kepada Jambi Independent saat ditemui di Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus, kemarin. Ketika disebutkan nama salah satu oknum anggota Brimobda yang diduga pemilik gudang, Arif menegaskan, terlebih dahulu akan dilakukan pemeriksaan saksi-saksi. Setelah itu baru pihaknya mengetahui siapa pemilik maupun asal minyak mentah, dan tujuan pengiriman. Dia berdalih, dalam penggerebekan gudang minyak mentah Rabu lalu, tidak ada yang tertangkap. Walaupun sudah banyak kasus BBM yang ditangani, diakuinya, penangkapan minyak sekitar 63,5 ton tersebut yang terbesar. Untuk mengetahui jenis minyak lebih jelas, Polda akan mendatangkan saksi ahli bersertifikat dari Pertamina. Gubernur Jambi Hasan Basri Agus (HBA) tak mampu membendung kesedihan melihat fenomena tersebut. Saat ditanya soal pencurian minyak, dia menghela nafas panjang lantaran kejahatan penjarahan minyak itu sangat berimbas terhadap perekonomian daerah Jambi. “Betul. Salah satu penyebab turunnya DBH minyak kita, karena maraknya penjarahan,” katanya di sela-sela acara pembukaan bazaar pasar murah di gedung PKK Provinsi Jambi, kemarin. Makanya, HBA berharap aparat kepolisian all out melakukan pengawasan dan pengaman pada objek vital. Mengingat, penjarahan itu sangat merugikan Jambi secara khusus dan negara secara umum. “Kami minta Polda benar-benar serius melakukan pengamanan terhadap hasil produksi. Proses angkutan minyak juga harus diamankan secara ketat,” tegasnya. Informasinya, penjarahan minyak secara besar-besaran sekarang ini berimbas pada jatuhnya penerimaan dana sharing pusat untuk Provinsi Jambi. Penurunan tersebut sangat drastis, menembus angka Rp 10 miliar. Di bagian lain, praktisi hukum dari Universitas Jambi (Unja), Prof Sahuri Lasmadi menilai, polisi belum terlihat bekerja secara serius mengungkap jaringan pencuri minyak mentah. Kebanyakan, kata dia, polisi hanya berani menangkap pelaku dalam skala kecil, sedangkan pelaku utama sengaja dibiarkan tak tersentuh. “Kerja keras polisi masih disangsikan,” tegasnya. Sahuri berpendapat, dalam menangani kasus penjarahan minyak ini, polisi belum memaksimalkan potensi intelijen secara baik. Andaikan fungsi intelijen kepolisian bergerak aktif, dia berani memastikan para pelaku dapat ditumpas hingga ke akar-akarnya. “Intelijennya harus benar-benar bermain. Jika itu memang pingin serius,” katanya. Guru besar Fakultas Hukum Unja ini mengaku miris melihat kondisi aparat di Jambi. Apalagi, disinyalir ada keterlibatan oknum aparat dibalik penjarahan minyak ini. Sebagai ujung tombak penegakan hukum, kata dia, sudah sepantasnyalah melakukan revolusi dan perbaikan dalam pelayanan kemanan. “Jangan yang kecil–kecil saja yang ditangkap. Saya yakin pasti ada yang lebih besar ikut bermain. Ini yang harus ditangkap. Polisi harus mampu menunjukkan tajinya. Jangan sampai spekulasi buruk tentang polisi semakin menguat,” kata dia. Lewat tim intelijen, dia yakin polisi pasti bisa mendeteksi siapa dalang penjarahan tersebut. Makanya, dia sangat optimis pelaku kejahatan ini akan tertumpas habis andaikan polisi memang benar-benar bekerja secara serius. “Harus all out untuk penegakan hukum. Polisi harus bisa menunjukkan mereka benar-benar ingin membantu pemerintah dalam menekan kejahatan. Ingat, ini sudah berimbas pada menurunnya dana bagi hasil (DBH) minyak untuk Jambi,” jelasnya. Sahuri mengatakan, mekanisme pembagian dana bagi hasil memang dipengaruhi oleh hasil produksi. Semakin tinggi produksi, tinggi pula dana bagi hasil yang diberikan, dan sebaliknya. “Kalau produksi kecil, wajar bagi hasil kecil. Agar ini meningkat, maka harus ditopang penegakan hukum yang tegas. Harus ada efek jera,” katanya. Sahuri menegaskan, sebenarnya ada dua metode pendekatan penegakan hukum yang bisa dilakukan kepolisian dalam memberangus kejahatan minyak ini. Tindakan preventif berupa pemberian penyuluhan kepada masyarakat harus digalakkan. Masyarakat harus diberi pencerahan bahwa membeli minyak sulingan dan minyak ilegal itu tidak boleh. “Sehingga akan timbul rasa takut, masyarakat tidak mendukung dan terlibat dalam pencurian dan penjarahan minyak ini,” ulasnya. Lantaran minimnya tindakan preventif, masyarakat leluasa melakukan praktek penjarahan. Apalagi, jual beli minyak ini merupakan salah satu bisnis yang sangat menggiurkan. “Sehingga, tidak ada alasan lagi kalau ada warga yang tertangkap, lalu berdalih tidak tahu telah melakukan kesalahan. Seringkali kita temui warga yang mengaku tidak tahu salah karena membeli,” jelasnya. Selain preventif, menurut Sahuri, polisi bisa melakukan tindak represif dengan menumpas habis para pelaku hingga ke akar-akarnya. Tidak tebang-tebang pilih. Sekalipun ada keterlibatan oknum aparat, bukan berarti polisi enggan menumpasnya. “Jangan cuma hanya menindak pada saat di ujung saja. Siapa pelaku utamanya malah tidak tau. Tidak boleh ada tebang pilih sehingga ada efek jera. Jangan pula pura-pura ndak tahu siapa pelakunya,” tegasnya. “Mungkin lantaran di balik kejahatan ini ada beking raksasa yang lebih besar. Sehingga polisi tidak mampu menjangkau sampai tuntas,” lanjutnya. Dia berharap, polisi bisa berbenah. Tidak lagi tebang-tebang pilih dalam penegakan hukum. Siapapun yang bersalah, meski berpangkat jenderal harus disikat. Jangan karena tergiur dengan uang, sehingga membuat polisi mandul dan tumpul dalam menegakkan hukum. “Semuanya sudah pingin cepat kaya. Sehingga jabatan pun digadaikan,” katanya. Guru Besar Magister Hukum Unja Prof Johni Najwan juga berpendapat sama. Dia menilai kinerja aparat kepolisian masih belum optimal. Menurutnya, jika ada kemaun (political will) dari aparat, dia yakin aktor besar di balik penjarahan minyak ini pasti tertangkap. Dengan struktur intelijen yang kuat, sangat mustahil jika polisi tak mampu melibas habis pelaku besar penjarahan minyak. “Bukankah gudang-gudang minyak yang digerebek itu ada pemiliknya. Itu kan bisa dideteksi lebih dalam lagi. Bisa dibongkar siapa-siapa saja yang terlibat. Saya yakin pasti ketemu,” katanya. “Ini hanya masalah keseriusan saja. Mau atau tidak,” tegasnya. Johni berharap polisi tidak hanya sekedarnya saja membongkar kejahatan ini. Jangan hanya untuk mencari prestasi saja. Harus jelas follow up-nya dan harus diberantas hingga ke akar-akarnya. “Penegak hukum harus optimal. Harus sampai ke meja hijau. Gubernur juga harus terlibat melakukan pengawasan terhadap muspida. Sehingga daerah tidak dirugikan dan masyarakat sejahtera,” katanya.

No comments:

Post a Comment