Tuesday, December 7, 2010

Biografi Soekarno Terbaru Penulisan Subjek Ganda

Minggu, 19 Maret 2000
Biografi Soekarno Terbaru Penulisan Subjek Ganda
Judul buku: Soekarno-Nederlandsch onderdaan Penulis : Lambert
Giebels Penerbit : Bert Bakker-Amsterdam Tebal : 520 halaman.
Alih bahasa ke dalam bahasa Indonesia tengah dikerjakan.
BUKU George Kahin tentang gerakan nasionalisme di Indonesia,
demikian resensi The New York Times menyambut karya itu awal
tahun 50-an, pada hakikatnya adalah catatan mengenai
perkembangan komunisme di Indonesia serta peranan Soekarno
selama bagian pertama abad lalu.
Karya Kahin merupakan penulisan buka ganda - pembaca disuguhi
catatan tentang perkembangan nasionalisme Indonesia dan
sekaligus kisah gerakan komunisme Indonesia.
Kini muncul lagi buku yang dikerjakan oleh Lambert Giebels (63),
seorang politikolog Belanda. Sekalipun Soekarno merupakan titik api
perhatian Giebels, hasil karyanya itu seperti halnya buku Kahin
mengenai perkembangan nasionalisme Indonesia, merupakan
penulisan buka ganda juga. Bagi Giebels kisah Soekarno tak dapat
dilepaskan dari perkembangan nasionalisme Indonesia hingga
tercapai kemerdekaan.
Sejak kemerdekaan Indonesia, lebih dari setengah abad lalu,
sejumlah orang Belanda memang pernah menulis kisah-kisah
mengenai Soekarno. Tetapi tak pernah dalam bentuk biografi seperti
karya Lambert Giebels, yang pernah duduk dalam parlemen Belanda
sebagai wakil Partai Buruh.
Buah tangannya yang ber-judul "Soekarno - Nederlandsch
onderdaan" atau "Soekarno-kawula Belanda" yang dipasarkan akhir
tahun lalu, adalah bagian pertama dari dua buku riwayat hidup
mantan presiden itu, dari lahir (1901) sampai 1950 ketika ia menjadi
orang pertama di Indonesia. Bagian kedua masih dalam persiapan
dan menurut rencana akan terbit dalam waktu dekat.
Dalam risetnya yang memakan waktu hampir tujuh tahun, Giebels
menemukan, Soekarno adalah seorang tokoh yang penuh
pertentangan dengan belasan macam sisi pribadi yang saling
bertolak belakang. Sisi positif maupun negatif itu, dibeberkan Giebels
dengan hidup dan diwarnai dialog-dialog menarik.
Dalam sejarah Indonesia -sejak Sukarno melibatkan diri dalam politik
sampai memimpin negara ini sebagai presiden pertama-bukan saja
berperan sebagai sutradara, khususnya selama dan menjelang
revolusi fisik, tetapi sekaligus juga pelaku utamanya.
Ambil misalnya "keterli-batan" Soekarno dalam pengerahan romusha
ketika Indonesia diduduki tentara Jepang. Ia-khususnya di Belandadiberi
cap kolaborasi dan dijejerkan dengan orang-orang Belanda
yang selama Perang Dunia Kedua bekerja sama dengan Nazi
Jerman.
Mengenai peranannya itu Soekarno mengatakan kepada Cindy
Adams, penulis pertama yang menulis biografi Soekarno, bahwa ia
"tak segan-segan mengorbankan ribuan orang untuk menyelamatkan
jutaan lainnya."
***
TENTANG "romusha" itu Giebels menulis bahwa ia condong pada
apa yang dikemukakan DJ Legge, ilmuwan Australia yang juga
menulis biografi Soekarno, bahwa: ..."orang harus mencatat bahwa
ia (Soekarno) dengan penuh keyakinan menjatuhkan pilihannya
yang dilandasi kepercayaan diri ... dan dalam menangani
perkembangan yang dihadapi memanfaatkan yang terbaik untuk
disumbangkan bagi tujuan nasional. Kecakapan ini serta apa yang
tercapai harus disambut dengan rasa kagum."
Giebels dalam risetnya menemukan juga seorang Soekarno yang
seperti semua manusia biasa dihinggapi rasa takut. Misalnya ketika
menjelang tanggal 10 November 1945 ia bertolak ke Surabaya untuk
meredakan bentrokan antara rakyat Ibu Kota Jawa Timur itu dengan
tentara Inggris yang nyaris dihabiskan.
Giebels mencatat bahwa pesawat terbang yang ditumpangi
Soekarno ditembaki mitraliur ketika mendarat di Surabaya dan ia
menolak untuk turun sebelum mendapat jaminan bahwa tembakan
itu dihentikan. Juga ketika esok harinya akan menuju ke Pelabuhan
Udara Surabaya, Soekarno menuntut agar kendaraan yang
ditumpanginya dilengkapi bendera putih.
Tentu saja Giebels tidak mengesampingkan kehidupan asmara
mantan orang pertama di Indonesia ini. Dalam kurun waktu 1901-
1950 yang dicakup jilid pertama biografi itu memang hanya tiga
wanita muncul yakni Utari (anak HOS Cokroaminoto), Ibu Inggit
bekas induk semangnya, dan Fatmawati (yang semasa
kepresidenan Soekarno merupakan Ibu Negara).
Akan tetapi dengan segala kekurangannya itu, menurut Giebels,
Soekarno merupakan satu-satunya tokoh yang berwibawa untuk
memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Kemungkinan akan terjadi pembantaian besar-besaran pada harihari
pertama dari republik ini bukan merupakan khayalan. Pemuda
yang berpandangan ekstrem tak segan-segan untuk menghabiskan
mereka yang dianggap kurang berani menghadapi keadaan yang
berlaku waktu itu, seperti tentara Jepang masih saja belum terlucuti
senjatanya. Tetapi kenyataan adalah-demikian Giebels-bahwa
kendati tekanan atas dirinya datang dari hampir semua sudut,
Soekarno menguasai keadaan sebagai sutradara yang memiliki
kecakapan tinggi.
Antara 1945 sampai dengan 1950 kedudukan Soekarno secara
teratur terancam oleh serentetan tokoh seperjuangan - mulai dari
Syahrir dan Hatta sampai dengan Tan Malaka dan Muso - tetapi
sejarah membuktikan bahwa peranan Soekarno dalam memberikan
arah bagi republik itu tak dapat diabaikan begitu saja.
( Pattiradjawane, mantan wartawan Antara)

No comments:

Post a Comment