Tuesday, December 14, 2010

Artikel berita palembang

WALHI SUMSEL


WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup. Selamatkan Bumi dengan Tanganmu !!

Puluhan Gajah Rusak Pondokan
27 Nopember 2010
Palembang, Kompas - Sebanyak 36 gajah sumatera yang habitat aslinya di Hutan Konservasi Tulung Selapan dan Kuala, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, merusak puluhan hektar kebun karet dan ketela pohon milik warga. Selain itu, gajah juga merusak tiga pondokan kayu milik buruh karet.

Menurut Muhammad Harun, Kepala Desa Ulak Kedondong, Kecamatan Tulung Selapan, yang dikonfirmasi dari Palembang, Sumsel, Kamis (25/11), kawanan gajah liar tersebut pertama kali diketahui kehadirannya pada Senin lalu.

Dua hari pertama, lanjut Harun, gajah-gajah itu masih berada di perbatasan hutan tanaman industri dengan hutan karet rakyat di Desa Ulak Kedondong. Selang dua hari kemudian, gajah-gajah itu sudah memasuki lahan perkebunan dan bertahan di sana hingga kemarin.

Harun memperkirakan, lebih dari 5 hektar kebun karet dan ketela pohon warga rusak parah. Sebagian gajah diduga memakan daun dan batang ketela pohon serta daun tanaman karet muda, sedangkan sebagian lainnya menginjak-injak tanaman hingga mati.

”Dini hari tadi (kemarin), gajah sudah merusak tiga pondokan milik buruh karet. Karena itu, saya minta warga waspada dan berjaga-jaga. Jika sewaktu-waktu kawanan gajah masuk ke pusat permukiman, kentungan harus dibunyikan bertalu-talu,” kata Harun.

Koordinator Divisi Organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Selatan, Hadi Jatmiko, membenarkan kejadian itu. Kasus perusakan kebun dan permukiman warga, katanya, memang kerap terjadi di Ogan Komering Ilir, terutama di Kecamatan Pampangan, Tulung Selapan, dan Rambai.

”Namun ingat, jangan salahkan gajahnya. Satwa dilindungi itu terpaksa bermigrasi keluar dari habitat aslinya, menuju kawasan baru, untuk mencari sumber pangan dan air. Pemicunya, habitat asli mereka tak lagi bisa menyediakan sumber pangan karena dikonversi menjadi hutan tanaman industri, terutama perkebunan sawit,” kata Hadi menjelaskan.

Pemangsa warga

Dari Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam, dilaporkan, seekor harimau yang diduga memangsa Martunis (25), warga Desa Panton Luas, Kecamatan Tapak Tuan, Aceh Selatan, dini hari kemarin masuk dalam perangkap kayu yang sengaja dibuat warga.

Fakhrurradhi, staf Yayasan Leuser Internasional, ketika dihubungi di Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan, mengatakan, warga meminta harimau tersebut direlokasi ke tempat lain karena trauma dengan kejadian beberapa waktu lalu itu.

Tanggal 12 Oktober lalu, Martunis ditemukan tewas mengenaskan. Diduga, korban diterkam dan diseret harimau ke suatu lokasi yang jaraknya cukup jauh.

Sehari sebelumnya, korban bersama saudara laki-lakinya, Hirlan Ahmadi, pergi ke kebun di sekitar perbukitan Serindit untuk mencari rotan. (ONI/MHD)

http://cetak.kompas.com/read/2010/11/26/04255634/puluhan.gajah.rusak.pondokan

PERNYATAAN SIKAP EKSEKUTIF NASIONAL WALHI
24 Nopember 2010 12:50
PERNYATAAN SIKAP EKSEKUTIF NASIONAL WALHI TERHADAP PERMINTAAN MAAF GUBERNUR SUMSEL ALEX NOERDIN ATAS PELECEHAN DAN PENGHINAAN PADA WALHI

23 November 2010

Pada 27 Oktober 2010, Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) melaporkan Gubernur Sumatera Selatan ke Mabes Polri atas kekerasan, pelecehan dan penghinaan terhadap Walhi, termasuk tindak kekerasan terhadap Direktur Walhi Sumsel Anwar Sadat, yang terjadi pada 27 September 2010. Hal ini merupakan tindak lanjut dari tidak terpenuhinya tenggat waktu 3X24 jam dalam somasi kepada Gubernur yang telah disampaikan sebelumnya pada 19 Oktober.

Ternyata di hari yang sama, Gubernur Sumsel Alex Noerdin telah menyampaikan permintaan maafnya kepada Walhi dalam acara peringatan hari jadi sebuah suratkabar di Hotel Aryaduta, Palembang yang kemudian diberitakan oleh sejumlah media lokal.

Meskipun permohonan maaf tersebut tidak disampaikan secara khusus kepada Walhi dan telah melewati tenggat waktu yang ditetapkan dalam somasi, Walhi mengapresiasi pernyataan maaf tersebut. Dalam pernyataannya, Gubernur atas nama pemprov Sumsel menghargai Walhi yang menjaga kelestarian lingkungan hidup serta mengajak untuk bersama-sama membangun Sumsel. Oleh karena itu, Walhi berkeputusan untuk mencabut laporannya khusus di Mabes Polri.

Akan tetapi, pencabutan laporan atas pelecehan dan penghinaan di Mabes Polri tidak serta-merta menghentikan penyidikan terhadap kasus kekerasan yang dilakukan oleh aparat Pemprov Sumsel kepada aktivis Walhi Sumsel. Seluruh keluarga besar Walhi dan Walhi Sumsel khususnya juga akan tetap konsisten dalam perjuangannya memastikan pelestarian lingkungan dan pemenuhan hak dan keadilan ekologis bagi masyarakat, termasuk dalam penolakan alih fungsi dan komersialiasi kawasan publik terbuka hijau GOR Palembang.

Seyogyanya kasus ini menjadikan pelajaran untuk ke depannya agar pemerintah menghargai dan menghormati hak-hak masyarakat dalam memperjuangkan hak atas lingkungan.

Kontak:

Berry Nahdian Forqan, Direktur Eksekutif Nasional Walhi, +62 815 110 979

Anwar Sadat, Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sumatera Selatan, +62 812 7855 725

HTI Sinar Mas Group Usir Gajah dari Rumahnya
23 Nopember 2010 9:49

KAYUAGUNG - Puluhan gajah liar tiba-tiba masuk ke kawasan Desa Ulak Kedondong Kecamatan Cengal, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Gajah ini tanpa diduga merusak kebun garapan warga serta pondok kediaman petani.

Informasi yang dihimpun, kawanan gajah liar ini sudah tiga hari berada di kawasan Desa Ulak Kedondong dan sekitarnya. Bahkan, warga harus memasang obor dan menabuh kentongan untuk mengusir kawanan gajah liar agar menjauh dari pemukiman penduduk.

Namun obor dan kentongan tadi tidak membuat takut gajah. Justru puluhan ekor gajah ini mengamuk dengan merusak rumah dan kebun warga seraya mengeluarkan suara nyaring membuat warga ketakutan.

Kepala Dusun (Kadus) III Desa Ulak Kedondong, M Harun mengatakan, warga di desanya bersiap-siap menyelamatkan diri dari kemungkinan amukan gajah liar itu.

Selain merusak kebun dan pondok-pondok warga, kawanan gajah dewasa yang berjumlah sekitar 36 ekor itu juga membuat warga takut dengan suaranya yang nyaring sepanjang hari hingga malam.

“Gajah liar itu muncul dari kawasan Desa Kuala II Kecamatan Tulung Selapan. Jika saat ini gajah ini berada di kawasan Cengal, artinya gajah itu berjalan lebih dari 30 kilometer menyusuri sungai dan

belukar, sebab daerah tempat tinggalnya kini semakin habis akibat adanya perusahaan perkebunan yang membuka areal,” katanya.

Kawanan gajah ini menuju Kecamatan Cengal harus melalui Sungai Kuala 12, Sungai Kuala Lebung Itam dan Sungai Lumpur, baru menuju Kecamatan Cengal.

“Kawasan habitat gajah di Kuala 12 saat ini kondisinya sudah berubah menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI), sehingga gajah liar ini mencari lokasi tempat baru,” kata M Harun seraya meminta dinas terkait segera mengambil langkah-langkah untuk menanggulangi permasalahan ini.

Sementara itu, Kapolres OKI AKBP Slamet Widodo SIk melalui Kapolsek Cengal Ipda DK Zendrato Amd.IK mengatakan, pihaknya belum mengetahui keberadaan kawanan gajah yang dikabarkan memasuki kawasan Desa Ulak Kedondong itu.

“Kita belum dapat laporan, namun petugas Dinas Kehutanan tentu lebih mengerti upaya untuk mengusir kawanan gajah liar itu,” kata Kapolsek. (std)

REDD, Ladang Baru Korupsi
21 Nopember 2010 18:26
Upaya mereduksi emisi karbon melalui pelestarian hutan atau REDD+ bisa
jadi adalah peluang terbaik untuk menyelamatkan hutan yang tersisa
sekaligus memperlambat laju pemanasan global. Namun, mekanisme ini
juga bisa jadi ladang baru korupsi.

Pengurangan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan
(Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation/REDD+)
menjadi kontroversi sejak awal kemunculannya. Bagi penentangnya,
mekanisme ini dinilai sebagai siasat negara maju, yang merupakan
emiter karbon terbesar, untuk lari dari tanggung jawab. Daripada
mengubah gaya hidup agar lebih ramah lingkungan, mereka justru
menawarkan uang kepada negara berkembang asalkan mau melestarikan
hutan yang tersisa.

Di tengah kontroversi itu, negosiasi REDD+ ternyata paling cepat
kemajuannya dibandingkan proyek perubahan iklim lainnya, seperti
transfer teknologi dan bantuan dana untuk adaptasi. Negara-negara
berkembang yang memiliki hutan, seperti Indonesia, dengan gembira
menyambut REDD+, lebih karena melihat besaran dana yang akan didapat.
Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), Indonesia memiliki 94
juta hektar hutan dari total 214 hutan tropis di 10 negara Asia
Tenggara sehingga berkepentingan besar terhadap REDD+.

Penelitian Center for International Forestry Research (CIFOR)
menyebutkan, jika Indonesia sukses mengurangi deforestasi sebesar 5
persen saja, kita bisa memperoleh 765 juta dollar AS dalam setahun
melalui mekanisme REDD+. Jika berhasil mereduksi deforestasi hingga 30
persen, bisa memperoleh pendapatan hingga 4,5 miliar dollar AS setahun.

Dalam diskusi panel di International Anti-Corruption Conference (IACC)
Ke-14 di Bangkok, Tim Clairs, penasihat senior UN-REDD Programme,
mengatakan, dana yang telah siap untuk mekanisme REDD+ melalui
lembaganya mencapai 4 miliar dollar AS dalam kurun 2009-2012. Dana ini
di luar kerja sama langsung antarnegara, seperti komitmen bantuan 1
miliar dollar AS yang diperoleh Indonesia dari Norwegia yang
ditandatangani tahun ini.

Rentan korupsi

Namun, di tengah antusiasme negara donor dan juga negara penerima,
Bernd Markus Liss, penasihat kebijakan hutan dari Kerja Sama Teknis
Jerman di Filipina, mengatakan, REDD+ rentan menumbuhsuburkan korupsi.
Potensi korupsi dari REDD+ bisa terjadi sejak proses penentuan lahan,
penghitungan nilai karbon yang rentan dimanipulasi, munculnya broker
karbon, hingga penghilangan akses komunitas lokal terhadap hutan.

Menurut kajian UNDP (Tackling Corruption Risk in Climate Change,
2010), celah korupsi dalam penentuan lahan sangat mungkin terjadi
dengan menyuap petugas mengeluarkan terlebih dulu kayu-kayu bernilai
tinggi di area konsesi. Selain itu, perusahaan multinasional ataupun
industri agrobisnis juga bisa menyuap pejabat untuk memasukkan lahan
yang mereka punyai dalam proyek REDD+.

Liss menyarankan pemberian lisensi, audit, dan investasi REDD+
dilakukan secara transparan. Bahkan, transparansi saja tidak cukup
jika hal itu tidak memasukkan aspek kemanfaatan bagi masyarakat
tempatan. Jika masyarakat sekitar hutan justru bertambah sengsara
setelah hutan mereka dimasukkan dalam proyek REDD+, konflik pasti akan
terjadi.

Kekhawatiran tentang pembajakan oleh koruptor juga disampaikan Peter
Larmour dari The Australian National University. Menurut dia, jika
program REDD+ dikorup, masyarakat lokal sekitar hutan akan tambah
sengsara. Sebab, di satu sisi, REDD+ membuat mereka kehilangan akses
untuk memanfaatkan hutan secara langsung.

Karena itu, parameter antikorupsi telah disepakati sebagai kunci bagi
kesuksesan program REDD+ sehingga PBB mewajibkan negara yang ikut
program ini membuat sistem yang terukur, dapat dilaporkan, dan dapat
diverifikasi. Pemerintah Indonesia meresponsnya dengan membuat
Strategi Nasional (Stranas) REDD+.

Namun, kesangsian masih tinggi mengingat sektor kehutanan selama ini
merupakan ladang subur korupsi. Dan korupsi pula yang menggagalkan
program konservasi dan rehabilitasi hutan. Bahkan, dalam Stranas REDD+
2010 disebutkan, sektor hutan lekat dengan praktik mafia hukum.

Ahmad Dermawan, peneliti dari CIFOR, mengatakan, negara-negara yang
berpeluang mendapatkan dana REDD+ adalah negara yang memiliki reputasi
buruk dalam pemberantasan korupsi, salah satunya adalah Indonesia.

Ditetapkannya salah satu negosiator REDD+ Indonesia dalam Konferensi
Internasional tentang Perubahan Iklim di Kopenhagen, Wandojo Siswanto,
sebagai tersangka korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi menguatkan
kesangsian tentang integritas para pihak, terutama dari kalangan
pemerintah. Mantan Direktur Perencanaan dan Keuangan Kementerian
Kehutanan ini diduga menerima suap dari Direktur PT Masaro Radiokom
Anggoro Widjojo dalam perkara pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu.

Selain potensi korupsi dari kalangan pengelola negara, Dermawan juga
mengingatkan, beberapa perusahaan (baik skala nasional maupun
internasional), yang sebelumnya terlibat penghancuran hutan dan
lingkungan, kini ramai-ramai mengajukan proposal REDD+. Karena itu,
semestinya ada upaya untuk melacak rekam jejak sektor swasta agar
program REDD+ tidak menjadi area korupsi dan pencucian uang.

Julie Walters dari Australian Institute of Criminology mengatakan,
korupsi kehutanan sangat dekat dengan kejahatan pencucian uang. Karena
itu, untuk mengungkap kasus ini salah satunya adalah dengan melacak
uang hasil kejahatan sektor kehutanan ini.

Namun, menurut Ajit Joy, Country Manager UN Office on Drugs and Crime
(UNODC) Indonesia, upaya mengungkap pencucian uang ini tidak mudah
dilakukan. Apalagi hal ini juga melibatkan sindikat kejahatan
transnasional.

Dalam kasus di Indonesia, menurut Ketua Dewan Pengurus Transparency
International Indonesia Todung Mulya Lubis, masalahnya menjadi lebih
rumit lagi karena sejumlah perusahaan kayu juga memiliki bank sendiri
sehingga uang hasil dari korupsi di sektor kehutanan bisa dengan mudah
dicuci.

Tanpa memperbaiki komitmen antikorupsi para pihak, REDD+ tampaknya
akan menjadi ladang baru bagi korupsi baru. Dan rakyat sekitar hutan
menjadi pihak yang paling rentan terdampak dan secara global mitigasi
perubahan iklim bisa gagal

Ahmad Arif

Paduan Maut : Korupsi dan Perubahan Iklim
21 Nopember 2010 18:20
Perubahan iklim telah menjadi ancaman bagi keberlanjutan spesies
manusia di bumi. Bagi masyarakat di negara berkembang, yang rentan
terdampak, ancaman itu kian serius karena upaya adaptasi dan mitigasi
terhadap perubahan iklim rentan dibajak koruptor.

Pesan tentang pentingnya mewaspadai korupsi dalam perubahan iklim
ditegaskan dalam International Anti-Corruption Conference (IACC) Ke-14
di Bangkok, Thailand, pada 10-13 November 2010. Sejumlah sesi secara
khusus membahas korupsi yang bisa menggagalkan upaya adaptasi dan
mitigasi terhadap perubahan iklim itu.

Laporan teranyar Global Humanitarian Forum (The Anatomy of Silent
Crisis, Geneva, 2009) menyebutkan, perubahan iklim menyebabkan
kematian 300.000 orang dalam setahun dan berdampak pada hidup 325 juta
orang. Banjir, kekeringan, topan, naiknya muka air laut, gelombang
panas, gagal panen, hingga meningkatnya penyebaran berbagai penyakit
hanya sebagian contoh dari dampak perubahan iklim yang telah hadir.

Namun, negara yang paling terdampak dan membutuhkan bantuan untuk
beradaptasi adalah juga yang paling korup. Berdasarkan survei
Transparency International (TI) 2010, hampir semua negara rentan
terhadap perubahan iklim memiliki Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di
bawah 3,5 (dari skala 10).

Negara dengan IPK terendah adalah Somalia, yaitu 1,1, diikuti Myanmar
dengan nilai 1,4 dan Afganistan juga 1,4. Indonesia, sebagai salah
satu negara kepulauan yang juga rentan terdampak, memiliki IPK 2,8
atau peringkat ke-110 dari 178 negara yang disurvei.

Korupsi jalan terus

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dan
Bank Dunia memperkirakan komunitas internasional membutuhkan dana 170
miliar-765 miliar dollar AS per tahun untuk menghadapi perubahan
iklim. Walau jumlah dana yang dibutuhkan sudah dihitung, tetap saja
belum ada kesepakatan bagaimana uang itu dikumpulkan, didistribusikan,
dan dimonitoring. Di tengah ketidakpastian ini, korupsi sudah mengintai.

UNFCCC di Kopenhagen 2009 berkomitmen mengalokasikan dana 30 miliar
dollar AS pada 2010-2012, dan menjadi 100 miliar dollar AS pada 2020,
untuk membantu negara berkembang beradaptasi terhadap perubahan iklim.
”Semakin besar dana yang mengalir, potensi korupsi juga besar,” kata
Iftekhar Zaman, Direktur Eksekutif TI Banglades.

Besarnya potensi korupsi dalam pengelolaan dana untuk menghadapi
perubahan iklim, kata Iftekhar, karena belum ada kemajuan dan
perubahan integritas di kalangan politisi, khususnya di negara
berkembang. ”Lebih dari separuh politisi korup,” katanya, mengacu pada
studi yang dilakukan di Banglades. Apa yang terjadi jika uang itu
digelontorkan sebelum politisi korup menyadari gentingnya dampak
perubahan iklim terhadap rakyat?

Hakan Tropp, penasihat pada Program Pembangunan PBB (UNDP) Water
Governance Facility (WGF), menilai, korupsi menyebabkan biaya adaptasi
kian mahal, tak terjangkau pendanaan yang ada, dan jauh dari sasaran.
”Padahal, yang paling terdampak adalah yang paling miskin,” katanya.

Menurut Hakan, potensi korupsi juga besar jika mekanisme yang dipakai
masih sama seperti proyek multinasional sebelumnya. ”Apakah kita masih
mau mengirimkan dana melalui proyek Bank Dunia seperti sebelumnya?”
ujarnya. Dia menyarankan agar dicari terobosan baru yang lebih
transparan dan tidak top down dalam penyaluran dana adaptasi ke negara
yang membutuhkan.

Pengalaman masa lalu mengajarkan, proyek yang didanai melalui lembaga
keuangan multinasional dengan mekanisme top down dan minim partisipasi
lokal rentan dikorup, selain juga salah sasaran dan memicu konflik.
Direktur Bank Dunia Sri Mulyani, yang menjadi pembicara dalam
pembukaan konferensi, menyatakan, Bank Dunia kini punya komitmen
tinggi terhadap pemberantasan korupsi.

Belajar dari kegagalan proyek yang disalurkan lewat pemerintah,
menurut Hakan, penentu kebijakan global kini juga tengah menjajaki
kemungkinan penyaluran dana adaptasi melalui sektor swasta. Namun, di
banyak negara berkembang, sektor swasta juga tak kalah korup
dibandingkan pemerintahnya.

Menurut Hakan, prasyarat yang harus disiapkan sebelum menerapkan
program adaptasi di negara berkembang adalah meningkatkan integritas
pemerintah dan sektor swastanya. Selain itu, juga meningkatkan
partisipasi gerakan sipil untuk turut mengawasi.

Susannah Kinghan, konsultan dari Water Integrity Network (WIN),
menyebutkan, salah satu titik rentan korupsi dalam adaptasi adalah
sektor air. Mengingat besarnya dampak perubahan iklim pada masalah
air, alokasi dana ke sektor ini juga besar.

Masalah menjadi lebih kompleks karena air lekat dengan masalah politik
dan konflik lintas batas negara. Ia mencontohkan Sungai Yordan, yang
menjadi sumber konflik antara Israel, Jordania, dan Palestina. Contoh
lain adalah konflik perebutan air Sungai Mekong yang melibatkan China,
Myanmar, hingga Thailand.

Susannah juga menyebutkan tentang tren korupsi berupa penyesatan
informasi untuk menutupi tanggung jawab yang mestinya dipikul
pemerintah. Ia mencontohkan banjir di Pakistan dan Banglades, yang
oleh otoritas setempat disebutkan karena perubahan iklim. Padahal,
banjir itu juga karena kerusakan hutan dan buruknya tata kelola air.

Contoh itu mengingatkan pada kasus banjir dan longsor di Wasior, Papua
Barat, serta kasus lain di Indonesia. Pemerintah biasa menyalahkan
alam. Membuka akses informasi, kata Susannah, bisa mencegah korupsi
karena itu artinya publik turut berpartisipasi aktif sejak dari
perencanaan hingga pengawasan.

Upaya mengatasi perubahan iklim mensyaratkan perubahan cara pandang
untuk tak lagi melihat permasalahan sebagai business as usual, apalagi
korupsi as usual. Namun, faktanya, negara maju, pembuang emisi karbon
terbesar, sibuk bersiasat untuk menghindar dari tanggung jawab. Di
negara berkembang, korupsi masih jalan terus dan belum ada tanda
menjadi lebih baik. (Ahmad Arif)


Surat Protes atas Penembakan Petani Jambi
12 Nopember 2010 13:20
Kepada Yth.

Kepala Kepolisan Republik Indonesia

Di tempat


Atas tewasnya Ahmad (45) warga Desa Senyerang, Kecamatan Senyerang, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi, yang merupakan anggota dari Persatuan Petani Jambi (PPJ) yang ditembak oleh Brimob Polda Jambi pada hari Senin, 8 November 2010 pada pukul 13.30 (waktu setempat), maka dengan ini;

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Selatan menyatakan protes keras dan mengutuk tindakan penembakan yang dilakukan oleh anggota Brimob Polda Jambi di lapangan.

Bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat Polri terhadap petani dan warga sipilnya sudah sangat sering terjadi di Propinsi Jambi. Dalam kasus yang sama antara Petani dengan PT. WKS (anak perusahaan Sinar Mas Group), pada priode Desember 2007 sebanyak 21 orang petani Desa Lubuk Mandarsah ditangkap dan ditahan oleh pihak kepolisian. Kemudian pada tanggal 2-3 Agustus 2010 yang lalu, dua petani Desa Senyerang di tembak oleh Kepolisian Resort Tanjabbar saat tengah berhadap-hadapan dengan warga. Dan hari ini Senin, 8 Nopember 2010 perbuatan keji serupa kembali dilakukan oleh Brimob Polda Jambi terhadap petani, 2 orang di tembak dan 1 orang bernama Ahmad (45) meninggal dunia akibat bersarangnya peluru tajam di kepala korban.

Bahwa tindakan brutal yang dilakukan oleh Brimob Polda Jambi dengan cara menembaki massa aksi petani yang tergabung dalam Persatuan Petani Jambi (PPJ) merupakan pelanggaran HAM yang bertentangan dengan hukum dan melanggar pasal 7 UU No. 9 Tahun 1998, berbunyi : Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara, aparatur pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk Melindungi Hak Asasi Manusia, menghargai asas legalitas, menghargai prinsip praduga tak bersalah, dan menyelenggarakan pengamanan.

Bahwa pihak kepolisian tidak dibenarkan terlibat dan ikut campur dalam konflik pertanahan yang terjadi antara masyarakat dengan perusahaan, dengan cara melindungi perusahaan, menghadang masyarakat dan melakukan serentatan tindakan pelanggaran HAM.

Bahwa semestinya pihak kepolisian memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat yang terlibat konflik lahan seluas 7.224 ha antara masyarakat dengan PT. WKS. Polisi harus melindungi rakyat, bukan sebaliknya menjadi “Anjing” perusahaan.

Atas perlakuan keji Brimob Polda Jambi tersebut diatas, Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Selatan, menyatakan sikap dan mendesak kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia serta mendesak kepada pemerintahan terkait untuk :

1. Mengutuk keras tindakan brutal dan represiv aparat kepolisian (Brimob Polda Jambi) atas penembakan yang menewaskan Anggota PPJ;
2. Menuntut ditegakkannya hukum dengan menindak tegas pelaku penembakan terhadap Anggota PPJ;
3. Usut tuntas peristiwa tersebut dan segera copot Komandan Brimobda Jambi dan Kapolda Jambi sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kekerasan yang dilakukan oleh jajaran bawahannya;
4. Segera cabut izin PT. WKS dari Provinsi Jambi;
5. Menuntut kepada Menteri Kehutanan RI untuk segera mengembalikan tanah petani yang telah dirampas oleh PT. WKS; dan
6. Segera hentikan segala bentuk kekerasan terhadap petani.


Demikianlah surat ini kami sampaikan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Palembang, 9 Nopember 2010


Anwar Sadat

Direktur Eksekutif

Ribuan desa belum menikmati Listrik
12 Nopember 2010
Perlu Ada Percepatan

Palembang, - Pembangunan jaringan infrastruktur listrik di desa melalui program listrik desa dinilai sia-sia karena belum diimbangi dengan suplai aliran listrik memadai. Oleh karena itu, PT PLN perlu mempercepat penambahan pasokan listrik agar program ini selesai tepat waktu pada 2014.
Pejabat Pembuat Komitmen Listrik Desa Sumsel, Agus Herkules, di Palembang, Kamis (11/11), mengatakan, program listrik desa masih terus berjalan sepanjang tahun 2010. Berdasarkan data proyek, kini 2.413 desa di Sumatera Selatan sudah dialiri listrik atau 81,25 persen dari total 2.970 desa. Artinya, masih tersisa 557 desa lagi yang belum berlistrik.
Dia menargetkan program listrik desa tersebut tuntas pada 2014. Namun, pembangunan jaringan infrastruktur tidak serta-merta bisa menjamin penduduk di desa terkait langsung menikmati layanan listrik.
”Alasannya, pembangunan jaringan listrik ini perlu diimbangi dengan penambahan suplai energi dari PT Perusahaan Listrik Negara. Padahal, kita tahu sendiri bahwa PT PLN masih mengalami kekurangan daya, terutama jika timbul ada masalah pada pembangkit,” kata Agus.
Rp 22, 9 miliar
Tahun ini Sumsel mendapat alokasi dana dari APBN Rp 22,9 miliar untuk membangun jaringan tegangan menengah sepanjang 104,29 kilometer sirkuit dan jaringan tegangan rendah sepanjang 85,35 kilometer sirkuit. Dana yang dimasukkan dalam pos program listrik desa ini juga termasuk pembelian 4.000 unit kWh.
”Pengerjaan jaringan sedang dilakukan di sejumlah titik serta langsung ditangani Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Untuk program tahun 2010, difokuskan pada 20 desa yang sudah dapat menikmati aliran listrik. Dari ke-20 desa tersebut, ditargetkan menggaet 4.000 pelanggan baru,” katanya.
Dalam pemasangan jaringan dan transmisi, Agus memastikan jaringan yang dibangun dan sampai ke rumah pelanggan dialiri listrik. Namun, dalam pengaliran atau pasang baru, warga harus mengajukan permohonan menjadi pelanggan kepada PT PLN.
Sebelumnya Gubernur Sumsel Alex Noerdin mengatakan, pengembangan jaringan kelistrikan daerah perlu diimbangi dengan percepatan penambahan suplai listrik dari PT PLN. Sebagai solusi, sejumlah pemerintah kabupaten sedang membangun pembangkit.
”Yang digunakan antara lain PLTMH atau pembangkit listrik tenaga mikrohidro untuk daerah hulu. Selain itu, ada juga yang mencoba sistem PLTS atau pembangkit listrik tenaga surya, terutama di daerah bantaran sungai, rawa-rawa, dan pesisir pantai,” katanya.


Penanganan Banjir Kota Palembang Belum Maksimal
12 Nopember 2010 12:54
Palembang,- Bencana banjir di Kota Palembang dua kali berturut-turut dalam sepekan ini terjadi karena upaya penanganan bencana dari Pemerintah Kota Palembang belum maksimal. Untuk itu, perlu ada perubahan kebijakan dalam pengaturan sistem drainase dan lingkungan perkotaan.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, banjir terjadi pada Senin malam dan Rabu (9/11) dini hari. Sejumlah tempat yang tergenang parah misalnya halaman kantor gubernur dan kantor bank di Jalan Kapten Rivai.
Menurut Asnawi Sukamto (43), kepala keamanan Bank Mandiri di Jalan Kapten Rivai, dua kantor bank yang digenangi banjir adalah Bank Mandiri dan BCA. Malam itu, banjir bertambah parah karena pintu saluran air menuju Sungai Sekanak dalam kondisi tertutup.
”Kami tidak bisa membuka air karena kewenangannya pemkot. Biasanya kalau siang dijaga, malam hari pintu air tidak pernah dijaga,” katanya.Rata Penuh
Oleh karena itu, Pemerintah Kota Palembang, khususnya Dinas Pekerjaan Umum, perlu memperbaiki sistem penjagaan pintu air agar dampak banjir di jalan utama Kota Palembang bisa diminimalisasi.
Menurut Momon Sodik Imanuddin, pengamat ekologi dari Universitas Sriwijaya, Palembang, pengendalian banjir di Palembang tak hanya cukup dilakukan dengan membenahi drainase saja, tetapi juga perlu diimbangi dengan pembenahan tata ruang lahan rawa. ”Rawa ini merupakan salah satu karakteristik dari Palembang yang fungsinya untuk menampung air hujan. Kalau rawa beralih fungsi, terjadilah banjir,” ujarnya.


Petani Jambi tewas di tembak BRIMOB
08 Nopember 2010 17:18
Jambi-KPA: Jambi semakin memanas. Sengketa lahan antara petani dan PT Wira Karya Sakti (WKS), kembali memakan korban jiwa. Satu orang petani tewas di tembak polisi dan puluhan petani lainnya luka-kuka. Satu kapal Tongkang dibakar warga di perairan sungai Pengabuan, Senyerang, Jambi.

Insiden berdarah ini terjadi Senin siang (8/11/2010), sekitar jam 13:00, saat ribuan petani dari lima kabupaten di Jambi melakukan aksi blokir jalan di kawasan perairan sungai Pengabuan, Senyerang, Jambi.

Entah bagaimana awalnya. Saat petani sedang melakukan aksi damai dengan cara menutup jalur produksi dan distribusi yang selama ini digunakan oleh PT Wira Karya Sakti (WKS), tiba-tiba terdengar suara tembakan dari arah belakang. Para petani yang sedang duduk-duduk, sambil membentangkan sepanduk berisi tuntutan, agar PT WKS harus segera mengembalikan lahan milik warga seluas 7.224 hektar milik warga Senyerang, yang kini dikuasai anak perusahaan PT Sinar Mas Groups itu, berubah kacau.

Seorang petani yang bernama Ahmad, tiba-tiba tersungkur dan berlumuran darah. Batok kepalanya, jebol tertembak sebuah peluru panas yang datang dari arah ratusan pasukan Brimob Polda Jambi yang menjaga aksi ribuan petani itu.

Melihat ada seorang petani tertembak dan mati ditempat, aksi damai yang dilakukan petani itupun berubah beringas. Ratusan warga yang tinggal disekitar perairan sungai Pengabuan pun ikut marah dan membakar satu Kapal Tongkang yang diduga milik PT Wira Karya Sakti.

Melihat situasi semakin kacau, ratusan polisi dan brimob dari Polda Jambi pun semakin kalap. Mereka menggepuk semua warga dan petani yang ada disekitar kawasan perairan sungai tersebut.

Melihat pasukan dari kepolisian itu kalap, warga dan petani pun beramburan untuk menyelamatkan diri.

Hingga berita ini diturunkan, Kapal Tongkang yang dibakar warga, belum dipadamkan. Api pun masih membumbung tinggi. Belum dapat diketahui pasti berapa jumlah korban yang luka-luka dan apakah masih ada korban tembak lainya.

Namun, dapat diperkirakan kerugian matriil akhibat insiden ini mencapai ratusan juta rupiah. Para petani berjanji tetap akan kembali melakukan aksi hingga semua tuntutan atas kepemilikan tanah yang kini dirampas perusahaan PT Wira Karya Sakti, dikembalikan kepada petani.

Bagi para petani, tanah adalah sumber kehidupan yang harus dipertahankan sampai mati. Tak ada sedikitpun rasa gentar bagi petani, walau pada aksi-aksi sebelumnya juga sudah pernah terjadi insiden semacam ini. Hingga kini, sedikitnya sudah dua petani yang tewas tertembak timah panas dalam sengketa lahan antara PT Wira Karya Sakti dengan petani*-Sidik Suhada-

www.kpa.or.id

Gubernur sumsel Meminta maaf ke WALHI atas Penghinaan yang dilakukannya
29 Oktober 2010 2:35
Alex Noerdin Minta Maaf ke Walhi

Sriwijaya Post - Rabu, 27 Oktober 2010 19:07 WIB
PALEMBANG - Gubernur Sumsel Alex Noerdin, meminta maaf kepada pengurus dan organisasi Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) Sumsel.
“Kalau saya salah, saya minta maaf. Begitu pula kalau ada yang salah. Saya maafkan,” katanya, Rabu (27/10) siang, seusai mengikuti acara HU Sriwijaya Post di Ballroom Hotel Aryaduta Palembang.
Permintaan maaf itu disampaikan menjawab pertanyaan wartawan tentang surat somasi (peringatan) yang dikirimkan berkaitan dengan kasus pemukulan terhadap Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Anwar Saddat akhir September lalu.
Ketika itu Alex Noerdin berdialog dengan pengunjukrasa dalam rangka hari peringatan Hari Petani dan terjadi insiden pemukulan terhadap Anwar Saddat. Walhi menuntut tanggung jawab Alex Noerdin selaku gubernur telah melaporkan kejadian ini ke polisi.
Sementara itu, dalam waktu yang hampir bersamaan, Direktur Eksekutif Nasional Berry Nahdian Furqon telah melaporkan Gubernur Sumsel ke Mabes Polri, dengan tuduhan pencemaran nama baik. Laporan ke Bareskrim Mabes Polri itu tercatat dalam nomor registrasi No LP/683/2010/ Bareskrim tanggal 27 Oktober 2010.
“Sebelumnya, tanggal 19 Oktober, kita telah mengirim somasi ke gubernur. Setelah tiga hari tidak ada tanggapan, kita melapor lagi dan meminta Polri menindak-lanjuti laporan korban ke Polda Sumsel,” kata Syamsul Bahrie Radjam, tim advokasi Walhi.
Sutrisman Dinah
http://www.sripoku.com/view/50565/alex_noerdin_minta_maaf_ke_walhi
--------------------------------------------------------------------------------------------

Alex Noerdin Minta Maaf Kepada Walhi

Palembang – Terkait somasi dari Walhi yang ditujukan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan atas tindak kekerasan terhadap Direktur Eksekutif Walhi, Gubernur Sumatera Selatan meminta maaf atas kejadian tersebut dan pihaknya juga mengajak untuk saling memaafkan.
Demikian diungkapkan Gubernur Sumatera Selatan, H. Alex Noerdin usai membuka seminar dalam rangka HUT Harian Umum Sriwijaya Post di Ballroom Hotel Aryaduta, Rabu (27/10) tadi. Alex Noerdin menyesalkan atas peristiwa tersebut dan dirinya mengaku, kejadian tersebut sangat spontan. Untuk itu, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan meminta maaf dan memaafkan atas semua kesalahan yang pernah ada. Alex Noerdin juga mengajak kepada semua pihak, untuk bersama-sama membangun Sumatera Selatan agar bisa lebih baik lagi.
“Mari kita bersama-sama membangun daerah agar bisa lebih baik lagi”, kata Alex.
Alex Noerdin menambahkan, pihaknya membuka pintu diskusi seluas-luasnya kepada semua pihak yang bertujuan untuk membangun Sumatera Selatan. (Anjang/ Trijaya)

http://www.trijayafmplg.net/berita/2010/10/alex-noerdin-minta-maaf-kepada-walhi/

--------------------------------------------------------
Gubernur Sumsel Minta Maaf Atas Insiden WALHI
Rabu, 27 Oktober 2010 15:53

Palembang, Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin akhirnya meminta maaf atas insiden kericuhan peringatan Hari Agraria Dan Hari Tani Nasional di Palembang beberapa waktu lalu yang berujung pada pemukulan Direktur Eksekutif WALHI Sumsel Anwar Sadat. Permintaan maaf ini disampaikan orang nomor satu di Sumsel ini ketika dimintai komentarnya terhadap langkah WALHI yang melayangkan somasi kepada Gubernur yang merasa tidak terima atas aksi pemukulan
direktur eksekutif WALHI Sumsel oleh oknum yang diduga sebagai ajudan gubernur.

Alex mengatakan, dirinya menghargai WALHI yang telah sejak lama menjaga kelestarian lingkungan Sumatera Selatan. Selanjutnya Alex juga menyesalkan kejadian ricuhnya aksi demo WALHI yang berujung pada insiden kekerasan yang dinilai terjadi secara spontan tanpa unsur kesengajaan.

Menanggapi perbedaan pendapat yang terjadi antara Pemprov dan WALHI, Gubernur menyatakan siap untuk melakukan diskusi secara terbuka kapan saja. Begitu juga dengan semua pihak lain Alex menghimbau agar bersatu bersama pemerintah menjadi mitra secara positif dalam membangun Sumatera Selatan. (Rian Apridhani/WD)

http://www.pro3rri.com/index.php?option=com_content&view=article&id=13866:gubernur-sumsel-minta-maaf-atas-insiden-walhi&catid=42:nasional&Itemid=109

--------------------------------------------------------------------------------------


Gubernur Minta Maaf PDF Print


Wednesday, 27 October 2010
PALEMBANG(SINDO) – Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Alex Noerdin akhirnya menanggapi somasi yang disampaikan kelompok Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel belum lama ini.


Alex atas nama Pemprov Sumsel menya-takan permintaan maaf terhadap kesalahpahaman yang terjadi. Alex mengaku peristiwa pada 27 September lalu tidak disengaja. Menurut dia, peristiwa itu terjadi spontan. ”Saya baru baca (surat somasi) dan sudah ditanggapi Sekretaris daerah (Sekda) Provinsi Sumsel. Kita sangat sesalkan kejadian seperti itu, yang tidak dikehendaki semua pihak. Saya menghargai Walhi yang menjaga kelestarian lingkungan hidup,” ujar Alex di Hotel Aryaduta, Palembang,kemarin. Alex menambahkan, selama ini Pemprov Sumsel selalu membuka diri kepada semua pihak. Dia juga mengajak semua pihak, termasuk Walhi, bersama-sama membangun Sumsel.

”Saya juga siap dan terbuka kapan pun untuk berdiskusi dengan Walhi. Kita cari waktu tepat, suasana yang enak, untuk berdiskusi, menukar informasi,”tandasnya. Syamsul Bahri Radjam, salah seorang anggota Tim Advokasi Walhi Sumsel, mengaku belum mengetahui adanya permintaan maaf gubernur tersebut. Namun, jika memang disampaikan, permintaan tersebut telah lewat waktu yang mereka tentukan. “Sebenarnya bukan persoalan minta maaf,karena sejauh ini kami belum dapat info menyangkut permintaan maaf Gubernur. Batas waktu 3 x 24 jam yang kita tentukan sudah lewat dua hari,”ujarnya. Karena telah lewat batas waktu, pihaknya telah melaporkan peristiwa tersebut ke Mabes Polri.

Laporan tersebut disampaikan langsung korban pemukulan, Anwar Sadat, didampingi tim advokasi Walhi, di antaranya Nazori Doak Ahmad, Syamsul Bahri Radjam, Munarman,dan Khairul-syah. “Somasi dilakukan oleh Walhi pusat sehingga sudah masuk ranah nasional.Tim melaporkannya ke Mabes Polri hari ini (kemarin),” bebernya. Manajer Regional Sumatera- Jawa Walhi Mukri Priatna juga menyatakan,pihaknya belum mengetahui soal permintaan maaf Gubernur. Namun, pihaknya tetap berpedoman pada proses hukum yang sedang berjalan.

”Pada prinsipnya kita sudah berikan somasi, namun tak ada respons 3 x 24 jam dan lebih dua hari.Kami anggap, tindakan yang dilakukan terhadap Direktur Walhi Sumsel merupakan unsur kesengajaan,”ucapnya. (ade satia pratama/ retno palupi)

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/360244/

Kumpulan Berita WALHI Laporkan Gubernur Sumsel Ke MABES POLRI
28 Oktober 2010 17:24
Dianggap Menghina Walhi, Gubernur Sumsel Dilaporkan ke Mabes Polri
Aprizal Rahmatullah – detikNews
Kamis, 28/10/2010 06:55 WIB

Jakarta - Tak terima dihina oleh Gubernur Sumatera Selatan Alex Nurdin, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) membuat laporan ke Bareskrim Mabes Polri. Walhi menganggap tindakan Alex dan ajudannya yang arogan dan melakukan kekerasan harus diproses pidana.

"Kamis melaporkan tindakan pencemaran nama baik yang dilakukan Alex Nurdin. Kita laporkan dengan pasal 310 KUHP," kata kuasa hukum Walhi, Syamsul Bahri di Mabes Polri, Rabu (27/10/2010) malam.

Direktur Eksekutif Walhi Berry N Furqon mengatakan, insiden penghinaan kepada Walhi terjadi saat Walhi Palembang menggelar aksi reforma agraria di Kantor Gubernur Sumsel di Jl Balap Sepeda, Halaman GOR Palembang, Senin (27/9) lalu. Saat itu Alex tiba-tiba naik ke atas panggung dan merebut mikrofon saat acara aksi berlangsung.

"Gubernur juga melakukan pembiaran terhadap penganiayaan yang dilakukan ajudannya padahal yang bersangkutan merupakan pimpinan," jelas Berry.

Berry menjelaskan, Alex dianggap melecehkan Walhi saat berbicara di depan massa. "Beliau bilang, apa tindakan Walhi yang membela rakyat? Statemen-statemen bahwa saya Gubernur Sumatera Selatan seperti itu, mengatakan kepada massa aksi 1.000 lebih siapa yang mengkoordinir mereka, massa menjawab Walhi," ungkapnya.

Sebelumnya, Walhi mengaku telah mengirimkan somasi atas insiden tersebut. Namun, tak ada tanggapan dari Alex dan akhirnya melapor ke Polda.

"Dan sekarang ke Mabes Polri," imbuh Syamsul.

Untuk memperkuat tudingan dan laporannya ke Mabes Polri, Walhi telah memiliki rekaman video saat insiden terjadi. "Bukti yang dibawa, Somasi Walhi, foto-foto dan rekaman video. Kami seriusi hal ini karena kesewenang-wenangan terhadap aktivis dan warga kalau dibiarkan begitu saja, kita tidak mau terjadi pada orang lain," pungkas Berry.

(ape/anw)
http://www.detiknews.com/read/2010/10/28/065554/1477071/10/dianggap-menghina-walhi-gubernur-sumsel-dilaporkan-ke-mabes-polri?n991102605
-----------------------------------------------------------------------------------------------

Walhi Juga Laporkan Gubernur ke Polda Sumsel
http://berita.liputan6.com/hukrim/201010/303641/Walhi.Juga.Laporkan.Gubernur.ke.Polda.Sumsel
28/10/2010 08:35
Liputan6.com, Jakarta: Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) telah melaporkan kasus penganiayaan dan penghinaan yang dilakukan Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Alex Nurdin ke Polda Sumsel. Namun Walhi beranggapan Polda Sumsel lamban dalam menangani kasus itu. Alhasil, Walhi melaporkan kasus yang sama ke Mabes Polri.

"Dilaporkan ke Polda Sumsel, namun ada kesan lamban," ungkap pengacara Walhi, Syamsul Bahri Radjam di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (27/10).

Menurut Syamsul, sudah hampir satu bulan kasus tersebut telah dilaporkan ke Polda Sumsel. Namun hingga kini belum ada satupun pelaku pengeroyokan yang dijadikan tersangka.

Walhi meyakini akan memenangkan kasus itu karena pihaknya mempunyai bukti yang kuat. "Kita punya bukti-bukti seperti foto-foto dan rekaman video," imbuhnya.

Sebelumnya diberitakan, Walhi melaporkan Gubernur Sumsel Alex Nurdin ke Mabes Polri karena tak terima sikap ajudannya yang semena-mena menganiaya Direktur Eksekutif

Walhi Berry N Furqon saat menggelar aksi memperingati Hari Agraria (27/9) [baca: Gubernur Sumsel Dilaporkan ke Mabes Polri]. (MEL)
----------------------------------------------------------------------------------------
Gubernur Sumsel Dilaporkan ke Mabes Polri
http://berita.liputan6.com/hukrim/201010/303636/Gubernur.Sumsel.Dilaporkan.ke.Mabes.Polri
28/10/2010 08:10
Liputan6.com, Jakarta: Gara-gara tak terima dengan sikap arogan dari Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Alex Nurdin, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) melapor ke Mabes Polri. Walhi meminta Bareskrim menindaklanjuti kasus penganiayaan Direktur Eksekutif Walhi Berry Nahdian Furqan.

"Gubernur melakukan pembiaran penganiayaan yang dilakukan ajudannya," ujar Pengacara Walhi, Syamsul Bahri Radjam, kepada wartawan seusai melapor ke Bareskrim Rabu (27/10) malam.

Dalam laporan tersebut, Walhi hanya menginginkan ada itikad baik dari gubernur Sumsel. "Kami minta Alex untuk memint maaf," tegasnya.

Kasus tersebut berawal dalam aksi unjuk rasa yang dilakukan seribu orang dan dikoordinir Walhi. Aksi itu dalam rangka memperingati Hari Agraria (27/9) di salah satu gedung olahraga di Sumsel. Dalam aksi itu, Alex bersama ajudannya datang dan mengambil alih komando.

Berry pun menghampiri gubernur Sumsel dan memperkenalkan diri. Namun nahas bagi Berry, seorang ajudannya menariknya lalu beberapa ajudan yang lain memukulinya. "Yang mengkeroyok ada lima sampai 10 orang," jelas Berry.

Walhi tak hanya melaporkan masalah penganiayaan, mereka juga melaporkan pencemaran nama baik. "Kita laporkan dengan pasal 310 KUHP," ujarnya. (MEL)
-------------------------------------------------------------------------------------
Gubernur Dilaporkan
Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan (Sumsel) melaporkan Gubernur Sumsel Alex Noerdin ke Mabes Polri di Jakarta, Rabu (27/10). Menurut Manajer Pengembangan Sumber Daya Organisasi Walhi Sumsel Hadi Jatmiko, Alex melakukan penistaan terhadap Walhi saat berlangsung unjuk rasa memperingati Hari Tani Nasional di Palembang hari Senin (27/9). Secara terpisah, Alex kepada pers mengatakan, ia meminta maaf apabila pihaknya melakukan kesalahan. ”Saya menghargai Walhi yang sejak lama menjaga kelestarian lingkungan di Sumsel,” ujarnya.(WAD
http://cetak.kompas.com/read/2010/10/28/04195142/kilas.daerah
--------------------------------------------------------------------------------------
Walhi Laporkan Gubernur Sumsel ke Polisi
sriwijaya Post - Rabu, 27 Oktober 2010 19:11 WIB
PALEMBANG - Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan, Rabu (27/10/2010), melaporkan Gubernur Sumsel Alex Noerdin ke Mabes Polri di Jakarta. Laporan itu merupakan dampak dari peristiwa penganiayaan terhadap Direktur Walhi Sumsel Anwar Sadat dan aktivis Sarekat Hijau Indonesia Dede Chaniago dalam unjuk rasa memeringati Hari Tani Nasional di Palembang, Sumsel, Senin (27/9) lalu.
Menurut Manajer Pengembangan Sumberdaya Organisasi Walhi Sumsel Hadi Jatmiko saat dihubungi dari Palembang, mereka melaporkan Alex Noerdin karena melakukan penistaan terhadap Walhi saat unjuk rasa Hari Tani Nasional.
"Waktu itu gubernur di depan pengunjuk rasa mengatakan apa tindakan Walhi untuk membela rakyat?" kata Hadi. Setelah itu terjadi aksi saling dorong yang menyebabkan aktivis Walhi Sumsel dan Sarekat Hijau dianiaya.
Menurut Hadi, Walhi Sumsel telah menyampaikan somasi tanggal 19 Oktober dan meminta gubernur minta maaf paling lambat tiga hari sejak somasi disampaikan yaitu tanggal 22 Oktober. Namun, sampai sekarang tidak ada tanggapan atas somasi.
Kuasa hukum Walhi Sumsel Samsul Bahri Radjam mengutarakan, mereka mendesak polisi menuntaskan kasus penganiayaan tersebut.
Secara terpisah, Alex Noerdin mengatakan bahwa ia menyesalkan peristiwa tersebut. Alex meminta maaf apabila pihaknya melakukan kesalahan dan bersedia memaafkan pihak lain.
"Saya menghargai Walhi yang sejak lama menjaga kelestarian lingkungan di Sumsel," kata Alex.
kompas.com
http://www.sripoku.com/view/50566/walhi_laporkan_gubernur_sumsel_ke_polisi
-----------------------------------------------------------------------------------------------

Dugaan Penganiayaan
Walhi Laporkan Gubernur Sumsel ke Polisi
Rabu, 27 Oktober 2010 | 18:43 WIB

KOMPAS/WISNU AJI DEWABRATA
ALEX NOERDIN
PALEMBANG, KOMPAS.com — Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan, Rabu (27/10/2010), melaporkan Gubernur Sumsel Alex Noerdin ke Mabes Polri di Jakarta. Laporan itu merupakan dampak dari peristiwa penganiayaan terhadap Direktur Walhi Sumsel Anwar Sadat dan aktivis Sarekat Hijau Indonesia Dede Chaniago dalam unjuk rasa memperingati Hari Tani Nasional di Palembang, Sumsel, Senin (27/9/2010) lalu.
Menurut Manajer Pengembangan Sumberdaya Organisasi Walhi Sumsel Hadi Jatmiko, saat dihubungi dari Palembang, mereka melaporkan Alex Noerdin karena melakukan penistaan terhadap Walhi saat unjuk rasa Hari Tani Nasional.
"Waktu itu Gubernur di depan pengunjuk rasa mengatakan, apa tindakan Walhi untuk membela rakyat?" kata Hadi. Setelah itu terjadi aksi saling dorong yang menyebabkan aktivis Walhi Sumsel dan Sarekat Hijau dianiaya.
Menurut Hadi, Walhi Sumsel telah menyampaikan somasi tanggal 19 Oktober dan meminta Gubernur minta maaf paling lambat tiga hari sejak somasi disampaikan, yaitu tanggal 22 Oktober. Namun, sampai sekarang tidak ada tanggapan atas somasi.
Kuasa hukum Walhi Sumsel, Samsul Bahri Radjam, mengutarakan, mereka mendesak polisi untuk menuntaskan kasus penganiayaan tersebut.
Secara terpisah, Alex Noerdin mengatakan bahwa ia menyesalkan peristiwa tersebut. Alex meminta maaf apabila pihaknya melakukan kesalahan dan bersedia memaafkan pihak lain.
"Saya menghargai Walhi yang sejak lama menjaga kelestarian lingkungan di Sumsel," kata Alex.

http://regional.kompas.com/read/2010/10/27/18435274/Walhi.Laporkan.Gubernur.Sumsel.ke.Polisi



Walhi akan Laporkan Gubernur Sumsel ke Polri
27 Oktober 2010 21:29
Selasa, 26 Oktober 2010 16:33 WIB
Palembang (ANTARA News) - Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) akan melaporkan Gubernur Sumatera Selatan ke Mabes Polri karena tidak meminta maaf sesuai dengan somasi yang dilayangkannya Rabu (19/10).

Manajer Regional Jawa-Sumatera Eksekutif Nasional Walhi, Mukri Priatna, saat di hubungi di Palembang Selasa mengatakan, pihaknya menempuh jalur hukum setelah batas waktu somasi yang ditujukan kepada orang nomor satu di lingkungan Pemprov Sumsel itu tidak memberikan tanggapan.

Menurut dia, salah satu lembaga non pemerintahan itu telah menyiapkan berkas laporannya ke Mabes Polri untuk mengadukan Gubernur Sumsel, karena dinilai tidak mengindahkan somasi tersebut.

"Kami telah memberikan batas waktu, namun tidak ditanggapi, maka masalah ini kami akan serahkan untuk ditangani pihak Mabes Polri," ujarnya.

Dia mengakui, jika Gubernur Sumsel melalui Humas pemprov di sana, telah memberikan tanggapan akan tetapi bukan permintaan maaf.

Ia mengungkapkan, langkah hukum yang diambil sudah merupakan ketentuan tertera di dalam somasi tersebut. Yakni, apabila dalam waktu 3x24 jam setelah somasi dilayangkan, tidak ditanggapi oleh gubernur dengan meminta maaf di sejumlah media terbitan nasional dan lokal, maka perkara itu dilaporkan ke Mabes Polri.

Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat, menyatakan, kekecewaannya kepada Gubernur Sumsel, karena tidak mau meminta maaf atas insiden pemukulan terhadap dirinya yang diduga dilakukan oknum pengawal pejabat tersebut.

"Kami kecewa, karena hal ini merupakan preseden buruk penegakan demokrasi di daerah ini," ucapnya.

Ia menuturkan, adapun laporan yang dilakukan kepada Mabes Polri menjadi tanggung jawab Eksekutif nasional Walhi.

Kepala Biro Humas dan Protokol Pemprov Sumsel Robby Kurniawan, mengatakan, jika pemerintah kooperatif dan sudah memberikan tanggapan somasi yang dilayangkan Walhi.

Menurut dia, pada prinsipnya sebagai pemegang kekuasaan di pemerintahan tetap terbuka terhadap setiap kritikan yang masuk dari elemen mana pun.

Ia berharap, asalkan bentuk kritikan yang dilakukan tidak mengganggu jalannya pembangunan yang sedang berlangsung di daerah itu.

"Sebab semua tindakan yang dilakukan oleh gubernur, untuk kesejahteraan masyarakat itu sendiri," ungkapnya.

Izin Lokasi Perkebunan di Banyuasin Segera Dievaluasi
26 Oktober 2010 11:27
PANGKALAN BALAI – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuasin segera mengevaluasi izin lokasi perusahaan perkebunan, terutama bagi perusahaan yang tak kunjung membuka areal perkebunan,baik inti maupun plasma bagi masyarakat sekitar.

Bupati Banyuasin Amiruddin Inoed mengungkapkan, rancangan kebijakan yang akan dimulai pada 2011 mendatang itu bertujuan untuk mengurangi gejolak persengketaan lahan antara perusahaan perkebunan dan masyarakat selaku pemilik lahan. “Izin lokasi perkebunan yang diberikan bertujuan mengoptimalkan perekonomian masyarakat, terutama plasmanya.Namun, jika sampai 2011 aktivitas perkebunan tak juga dilakukan, izin pencanangan dan izin lokasi akan dievaluasi atau dicabut,” ujar Amiruddin di Pangkalan Balai kemarin.

Dia menegaskan, izin lokasi tidak akan diberikan lagi kepada perusahaan yang tidak bisa memulai aktivitas perkebunan secepatnya.“ Izin lokasi hanya akan diberikan pada perusahaan yang siap, baik siap lahan maupun sarana produksi lainnya,”jelas Amiruddin. Di Kabupaten Banyuasin, diakuinya, masih terdapat perusahaan perkebunan yang tidak membuka lahan perkebunan.

Artinya,mereka baru memiliki izin pencanangan dan izin lokasi saja. Selain itu, ada juga perusahaan yang masih tersendat akan sengketa lahan. Bahkan, tak sedikit di antaranya yang belum membuka plasma bagi masyarakat. “Jika perusahaannya jelas program inti dan plasmanya, tentunya masyarakat juga yang diuntungkan. Sehingga, izin lokasi,diberikan pada perusahaan yang sehat,”kata dia.

Sementara itu, Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Banyuasin mencatat, masih terdapat sekitar 40% perusahaan perkebunan swasta di Banyuasin yang belum memiliki plasma. Hal itu disebabkan keterbatasan lahan untuk petani plasma. Kepala Dishutbun Banyuasin Hasanuddin mengungkapkan,dari 50 perusahaan perkebunan yang beroperasi di Banyuasin,belum semua mampu membangun kerja sama dan membentuk petani plasma.

“Berdasarkan UU Perkebunan, diwajibkan perusahaan perkebunan melakukan kerjasama inti-plasma dengan masyarakat sekitar perkebunan inti,minimal 20% luas garapan, dibuatkan bagi petani plasma,” beber dia. Menurut Hasanuddin, alasan perusahaan belum membuatkan plasma bagi masyarakat sangat beragam, mulai dari sudah tidak banyak ditemui petani yang miliki lahan untuk diajak menjadi plasma, hingga perusahaan yang belum beroperasi maksimal di Banyuasin. ”Tidak bisa dirinci detail,”kilahnya. Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Banyuasin Askolani berpendapat, kontribusi perusahaan perkebunan di Banyuasin, dengan sistem plasma dan inti masih sangat minim.

Belum kantongi Izin,Pertamina GE babat Hutan Lindung bukita Jambul Muara Enim
26 Oktober 2010 11:24
MUARA ENIM – Operasional PT Pertamina Geothermal Energy di kawasan Bukit Jambul Asahan, Lumut Balai,Kabupaten Muara Enim,disinyalir belum mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan RI.

Menyikapi hal ini, DPRD Kabupaten Muara Enim akan mengklarifikasi langsung kepada manajamen PT Pertamina Geothermal. Ketua Komisi I DPRD Muara Enim,Darmadi Suhaimi mengatakan, Komisi I akan memanggil manajemen PT Pertamina Energi Geothermal untuk menjelaskan secara rinci operasional mereka termasuk soal izin pinjam pakai hutan dan perizinan lainnya. “Kami tidak mau pembangunan di wilayah Kabupaten Muara Enim sifatnya pembangunan ilegal.

Jika hal tersebut terjadi, maka pengerjaan pembangunan proyek tersebut akan bernasib sama dengan penambangan batu bara yang dikelola PT Batubara Bukit Kendi (BBK) Tanjung Enim,”ujar Darmadi saat ditemui diruang Komisi I DPRD Muara Enim, Senin (25/10) kemarin. Selain itu, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini menjelaskan, bukan hanya pemilik proyek yang dipanggil, namun pihak Dinas Kehutanan (Dishut) Muara Enim juga akan dipanggil untuk menjelaskan duduk permasa-lahan yang ada.

Menurutnya, jangan sampai aset yang menjadi hajat hidup orang banyak menjadi bermasalah, bahkan berbenturan dengan hukum yang akhirnya merugikan masyarakat banyak. “Secepatnya kami akan berkoordinasi dengan Komisi II untuk turun kelapangan dan melihat pengerjaan proyek eksploitasi listrik tenaga panas bumi yang terletak dikawasan hutan lindung tersebut,” jelasnya.

Sementara itu Ketua Komisi II DPRD Muara Enim, Aries HB mengatakan, pihaknya sudah menjadwalkan agenda untuk melakukan kunjungan kerja (kunker) dan memanggil manajemen PT Pertamina Energi Geothermal. Sama seperti tujuan Komisi I, komisinya juga ingin melihat operasional proyek terutama penggunaan kawasan hutan lindung.

Pasalnya proyek yang telah dibangun dengan dana yang cukup besar dan untuk kepentingan masyarakat banyak itu jangan sampai terhenti gara-gara tidak lengkap syarat administrasinya. “Kami ingin cari solusi untuk mempercepat proses yang ada, jangan sampai proyek sudah berjalan dihentikan karena berlawanan dengan aturan hukum yang ada,”tegas Aries.

Terpisah,Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Muara Enim, Rustam Effendi melalui Kabid Penatagunaan Hutan, Ahmad Mirza mengatakan, pengerjaan proyek geothermal itu baru mengantongi izin prinsip nomor S.244/Men-Hut/VII/PW/2009 tanggal 9 Mei 2009 tentang izin prinsip kegiatan pemboran eksploitasi panas bumi dalam kawasan hutan lindung Bukit Jambul Asahan, Lumut Balai, Kabupaten Muara Enim, Sumsel dengan luas 17,30 hektare.

Selain itu, kata Ahmad Mirza, izin prinsip nomor 222/Men-HUT VII/2010 tanggal 4 Mei 2010 diperoleh lagi tentang persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan lindung Bukit Jambul Asahan seluas 19 hektare, untuk lokasi pemboran eksploitasi sumur LMB-5, LMB-6, rainjeksi A, rainjeksi B dan sarana penunjang atas nama PT Pertamina Energi di Sumsel.

”Setelah keluar surat izin prinsip ini,barulah mereka mengajukan surat izin pinjam pakai kawasan hutan ke Menhut RI.Izin pinjam pakai itu saat ini sedang di proses. Bahkan Bupati Muara Enim telah mengajukan surat permohonan percepatan pengeluaran izin tersebut ke Kemenhut, begitu juga Gubernur Sumsel. Namun sampai sekarang izin itu belum juga keluar,” terang Ahmad Mirza.

REDD Bukan Solusi Atas Pemanasan Global
25 Oktober 2010 10:44

JAMBI - Skema mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi atau "Reducing Emissions from Deforestation and Degradation" (REDD) bukan solusi untuk mengurangi dampak pemanasan global, kata Direktur Childbirth and Postpartum Professional Association Jambi, Rivani Noor.

Menurut dia, skema REDD untuk mengatasi perubahan iklim adalah sebuah ketidakadilan.

Perundingan-perundingan di badan PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) memunculkan REDD yang secara sederhana adalah upaya untuk menurunkan emisi karbon dari keberadaan hutan.

Negara-negara yang berkeinginan dan mampu untuk menurunkan emisi dari hutan akan diberikan kompensasi secara finansial untuk kegiatan tersebut.

Dengan kata lain merupakan mekanisme penyediaan dana bagi negara-negara berkembang untuk melindungi hutan agar dapat menyerap karbon yang dihasilkan oleh negara-negara maju.

Ia mengatakan, setelah membayar kepada negara-negara yang memiliki banyak hutan, negara maju tetap bisa membuang emisi mereka tanpa batasan karena merasa sudah membayar kompensasinya.

Negara-negara maju yang menghasilkan emisi karbon melalui industri di negaranya dianggap telah memberikan sumbangsih untuk mengatasi perubahan iklim dengan hanya membayar kompensasi kepada negara-negara yang bersedia untuk menjaga hutan melalui skema REDD.

Termasuk Indonesia, kata dia, yang telah berkomitmen untuk menurunkan emisi sebesar 26 persen sampai dengan tahun 2020.

"Sebuah ketidakadilan ketika negara seperti Indonesia berkewajiban untuk menurunkan emisi karbon dengan cara menjaga hutan, sementara di sisi yang lain negera-negara maju tetap tidak mau menurunkan emisi karbon yang dihasilkan dari cerobong asap industri yang berasal dari negaranya," ujarnya.

Rivani menegaskan, skema REDD yang digagas untuk mengatasi perubahan iklim bukanlah solusi yang baik untuk menurunkan emisi karbon, karena negara-negara industri (annex I) seperti Amerika Serikat, Jepang, Norwegia, Inggris, Cina tidak bersedia menurunkan emisi karbon yang dihasilkan oleh aktivitas industri mereka.

Mereka hanya memberikan dana kompensasi kepada negara-negara yang memiliki hutan.

Sedangkan negara-negara berkembang yang diminta untuk menjaga hutan sebagai kawasan penyerap karbon yang dihasilkan negara-negara industri dengan imbalan akan mendapatkan dana kompensasi, juga setengah hati menjaga hutan mereka.

"Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya izin HTI dan perkebunan Kelapa sawit serta izin pertambangan yang dikeluarkan di kawasan hutan oleh pemerintah Indonesia," sesalnya.

Selain itu, adanya rencana melegalkan aktivitas pertambangan di kawasan hutan melalui RTRW merupakan contoh dari ketidakseriusan pemerintah dalam melakukan mitigasi perubahan iklim.

Upaya pemerintah melakukan restorasi hutan dengan menggusur masyarakat yang ada di sekitar dan di dalam hutan, bukanlah semata-mata untuk melestarikan lingkungan melainkan untuk mendapatkan pendanaan dari skema REDD.

Sehingga skema REDD yang sedang dalam pembahasan dan besar kemungkinan akan diterapkan pada tahun 2012 menggantikan Protokol Kyoto dapat dikatakan bahwa merupakan skema palsu, katanya.
Ant


Gubernur Sumsel tidak tanggapi Somasi WALHI .
24 Oktober 2010 11:59
*Wujud Pemimpin arogan dan Anti kritik

Gubernur Sumsel H. Alex Noerdin ternyata sampai saat ini belum juga menanggapi Somasi yang di tujukan WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) kepada dirinya,padahal batas waktu yang diberikan WALHI 3x 24 jam sejak somasi tersebut dilayangkan (19/10) telah habis. Hal ini sesuai dengan ungkapan Direktur WALHI Sumsel Anwar sadat, saat ditemui di kantornya kemarin.

“Sampai saat ini kita belum melihat ada itikad baik dari Gubernur untuk menjawab Somasi kita, padahal Jumat (22/10) adalah batas waktu terakhir yang kita berikan kepada Gubernur agar segera membuat Surat permintaan maaf kepada WALHI melalui media Cetak dan Elektronik di nasional maupun local” ,kata sadat.

Ditambahkan Sadat, atas belum ditanggapinya Somasi ini maka semakin memperlihatkan kepada kita dan masyarakat Sumsel, Wujud asli Gubernur Sumsel H. Alex Noerdin yang arogan,anti kritik dan semakin menguatkan kita bahwa, Gubernur benar melakukan Pelecehan dan penghinaan terhadap 26 Kantor perwakilan WALHI dan 480 Organisasi anggotanya yang tersebar di Indonesia.

“Untuk itu sesuai dengan materi somasi yang kita layangkan kemarin, Jika gubernur tidak segera menjawab somasi tersebut sesuai dengan waktu yang telah kita tentukan, maka WALHI bersama team Advokatnya segera menindak lanjutinya ke ranah Hukum dengan melaporkan perbuatan Gubernur tersebut ke MABES POLRI.” Ungkap Sadat yang merupakan alumni teknik Kimia Universitas Muhammadiyah Palembang ini.

Sekedar menginggatkan kembali bahwa Somasi yang dilayangkan WALHI kepada Gubernur Sumsel ini, berangkat dari persoalan yang terjadi pada aksi Peringatan Hari Agraria Nasional (27/09) dimana saat Walhi Sumsel bersama 1.200 Orang petani sedang melakukan aksi, terjadi kericuhan akibat Provokasi yang diduga dilakukan Gubernur Sumsel kepada massa aksi yang menyebabkan Anwar sadat Direktur Walhi Sumsel, Dedek Chaniago dari SHI Sumsel dan Maisani petani dari Kali berau Kabupaten MUBA, mengalami Luka dan memar di sekujur tubuh karena dianiaya dan dipukul oleh orang yang diduga kuat Ajudan dan rombongan gubernur Sumsel. Ditengah kericuhan tersebut Gubernur Sumsel yang berada di tengah massa aksi dengan anada tendesius dan emosi melakukan penghinaan dan pelecehan kepada WALHI dengan mengatakan “Apa sekarang Tindakan WALHI yang membela rakyat”.


Gubernur Sumsel Belum Tanggapi Somasi Walhi Nasional
23 Oktober 2010 20:02
PALEMBANG--Gubernur Sumatera Selatan H Alex Noerdin belum menanggapi somasi dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Nasional, berkaitan aksi demo yang diwarnai tindak kekerasan terhadap Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat, beberapa pekan lalu.

"Gubernur Sumsel belum memberikan tanggapan atas somasi yang dilayangkan Eksekutif Nasional Walhi itu," kata Sadat, di Palembang, Sabtu. Menurut dia, hari Jumat (22/10) merupakan batas akhir dari waktu yang diberikan kepada gubernur untuk menanggapi somasi atau teguran dan tuntutan permintaan maaf dari Walhi itu.

Sadat bersama Walhi menyoal kasus pemukulan terhadap dirinya, dan ucapan yang dianggap melecehkan Walhi, yang diduga dilakukan pengawal Gubernur Sumsel itu, saat hadir pada peringatan HUT Walhi ke-30 di Palembang, 27 September lalu. Sadat menegaskan, kalau hingga batas waktu yang diberikan, gubernur secara individu tidak menanggapi somasi tersebut, pihaknya akan mengkoordinasikan dengan Eksekutif Nasional Walhi guna mengambil langkah selanjutnya.

Ia menyatakan bahwa langkah yang akan diambil sesuai materi dalam somasi, yakni melaporkannya ke Mabes Polri. "Namun kami masih akan menunggu," kata dia lagi.
Somasi yang diajukan Walhi itu, antara lain menuntut agar Alex Noerdin selaku Gubernur Sumsel menyampaikan permohonan maaf yang diterbitkan pada 10 media massa nasional dan 15 media lokal, baik elektronik maupun cetak. Chairil Syah, salah seorang tim kuasa hukum Walhi mengatakan, somasi yang diajukan berupa teguran bukan ancaman.

Menurut dia, somasi itu untuk membangun ikatan silaturahmi, agar hubungan keduanya tetap terjalin baik dan profesional. "Bukan berarti dengan jalinan silaturahmi itu, kemudian akan melemahkan Walhi dalam memperjuangkan kelestarian lingkungan hidup," kata dia lagi.

Plt Karo Humas dan Protokol Pemprov Sumsel, Robby Kurniawan, saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya hingga berita ini diturunkan belum dapat terhubung dan belum memberikan tanggapan yang diminta atas somasi kepada Gubernur Sumsel itu.
Red: Krisman Purwoko
Sumber: ant REPUBLIKA.CO.ID,


Walhi Somasi Gubernur Sumatera Selatan
19 Oktober 2010 20:47
TEMPO Interaktif, Palembang - Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Eknas Walhi) atas nama 26 kantor daerah dan 480 lembaga anggota di seluruh Indonesia menyampaikan somasi kepada Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin atas kekerasan, pelecehan, dan penghinaan terhadap institusi Walhi yang terjadi pada 27 September 2010.

Dalam keterangan pers di kantor Walhi Sumsel, Selasa (19/10), Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Berry Nahdia Forqon yang diwakili manager regional Jawa dan Sumatera, Mukri Priatna menyatakan mensomasi dan meminta gubernur Sumsel melakukan permintaan maaf kepada keluarga besar Walhi secara serentak di 10 media nasional dan 15 media cetak lokal.

Menurut Mukri, Eksekutif Walhi menilai gubernur Sumsel telah melakukan pelecehan terhadap institusi Walhi dengan merebut mikrofon di depan aksi massa, dan dengan nada tendensius serta emosional mengatakan, "apa sekarang tindakan Walhi yang membela rakyat?"
Eksekutif Nasional Walhi menganggap perbuatan gubernur itu sebagai penghinaan dan pelecehan terhadap institusi Walhi yang merupakan organisasi lingkungan terbesar dan tertua di Indonesia.

Koordinator tim advokasi Walhi Chairilsyah menyatakan tim menunggu kurun 3X24 jam. Jika somasi tidak direspons maka secara organisasi akan melakukan tindakan hukum berupa pelaporan ke Mabes Polri. Surat somasi langsung dikirim ke pemerintah provinsi Sumsel Selasa sore.

Kepala Biro Humas pemerintah Sumsel Roby Kurniawan mengatakan belum bisa berkomentar karena belum melihat surat somasi, lagi pula dirinya masih di luar kota. " Saya no comment dulu," katanya saat dihubungi Tempo.
Arif Ardiansyah


SOMASI KEPADA GUBERNUR SUMSEL ALEX NOERDIN
19 Oktober 2010 16:31
ATAS PELECEHAN DAN PENGHINAAN TERHADAP WALHI

Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Eknas Walhi) untuk dan atas nama 26 kantor daerah dan 480 lembaga anggota di seluruh Indonesia dengan ini menyampaikan somasi kepada Gubernur Sumetera Selatan Alex Noerdin atas kekerasan, pelecehan dan penghinaan terhadap institusi Walhi yang terjadi pada 27 September 2010.

Sebagaimana telah diberitakan di berbagai media baik lokal maupun nasional, pada hari tersebut Walhi Sumatera Selatan bersama ± 1000 orang massa petani yang berasal dari kabupaten Banyuasin, Ogan Ilir, Musi Banyuasin, Ogan Komering Ilir,Muara Enim melakukan peringatan Hari Tani Nasional. Pada saat tersebut Gubernur Alex Noerdin bersama rombongannya terdiri dari ajudan, kepolisian dan anggota Sat. Pol. Pamong Praja dengan sewenang-wenang merebut mikrofon dan memprovokasi massa aksi. Dalam kejadian ini juga telah terjadi kekerasan yang menyebabkan cederanya Anwar Sadat (Direktur Eksekutif Walhi Sumsel), Yuliusman (Pengkampanye Walhi Sumsel), Dede Caniago (aktivis Serikat Hijau Indonesia) dan Maisani, warga Desa Kali Berau Musi Banyuasin, yang mana telah dilaporkan pada Polda Sumatera Selatan.

Bahwa selain melakukan pembiaran atas terjadinya kekerasan terhadap aktivis dan warga tersebut, Gubernur juga telah melakukan pelecehan terhadap institusi Walhi dengan menyatakan di depan massa aksi melalui mikrofon yang direbutnya, yang antara lain dengan nada tendensius dan emosional menyebutkan diantaranya bahwa “Apa sekarang tindakan WALHI yang membela rakyat”. Anwar Sadat, Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, yang merupakan representasi tertinggi Walhi yang menghampiri Gubernur dan mengajak berdialog tidak dihormati bahkan kemudian mengalami kekerasan yang menyebabkan cedera di dahinya.
Eksekutif Nasional Walhi menganggap hal ini sebagai penghinaan dan pelecehan terhadap institusi Walhi, yang merupakan organisasi lingkungan terbesar dan tertua di Indonesia. Saat ini Walhi tergabung dalam Friends of the Earth International, yang terdiri dari 80 organisasi lingkungan dengan lebih dari satu juta lembaga anggota di seluruh dunia.

Sejak 1980 Walhi aktif memperjuangkan hak atas lingkungan yang secara internasional telah diakui menjadi salah satu dari hak asasi manusia. Begitu pula dalam aktivitasnya di Sumsel, dimana selama ini Walhi konsisten memperjuangkan hak atas lingkungan, antara lain dengan menolak komersialiasi dalam bentuk pembangunan hotel dan restoran di kawasan publik terbuka hijau GOR Palembang, menolak alih fungsi hutan alam gambut Merang-Kepayang untuk industri HTI di Kab. Musi Banyuasin, menolak alih fungsi hutan mangrove Air Telang menjadi Pelabuhan Tanjung Api-api Kab. Banyuasin, dan persoalan lingkungan hidup lainnya, termasuk memastikan dipenuhinya hak dan keadilan agraria bagi masyarakat Sumatera Selatan. Dalam pandangan WALHI, memperjuangkan hak asasi manusia dilindungi dalam UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 100 yang berbunyi: Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, kami meminta Gubernur Sumsel Alex Noerdin untuk melakukan permintaan maaf kepada keluarga besar Walhi secara serentak di 10 media nasional (2 cetak, 2 radio, 2 televisi, dan 4 media online) serta 15 media cetak lokal. Jika dalam kurun waktu 3 X 24 jam somasi ini tidak diindahkan, maka kami secara organisasi akan melakukan tindakan hukum berupa pelaporan ke Mabes Polri.

Palembang, 19 Oktober 2010
Direktur Eksekutif Nasional Walhi


Berry Nahdian Forqan




Suhu Udara di Sumatera Kian Panas
18 Oktober 2010 14:55
Palembang, - Suhu udara pada siang hari di wilayah Sumatera Selatan saat ini mencapai 33-34 derajat celsius. Temperatur ini naik 2 derajat celsius dari kondisi normal, yakni 30 derajat celsius. Kondisi itu merupakan dampak dari pemanasan global sebagai akibat kerusakan hutan di Sumsel.

Demikian dikatakan juru kampanye hutan Greenpeace Asia Tenggara, Zulfahmi, dalam diskusi bertema ”Selamatkan Hutan Selamatkan Masa Depan”, Sabtu (16/10) di Taman Kambang Iwak. Diskusi itu digelar Wahana Bumi Hijau, Walhi Sumsel, Greenpeace, dan komunitas fotografi Palembang yang disiarkan langsung Radio Sonora Palembang.

Zulfahmi mengatakan, suhu di sejumlah kota di Sumatera pada siang hari mencapai 33-34 derajat celsius. Bahkan di Riau telah mencapai 37 derajat celsius. Padahal, suhu normal pada siang hari di Sumatera rata-rata 30 derajat celsius.

Peningkatan suhu itu merupakan dampak dari pemanasan global akibat semakin gundulnya hutan di Sumatera. ”Sekitar 1,5 juta hektar dari 6,6 juta hektar hutan gambut di Sumatera ada di Sumatera Selatan. Peningkatan suhu ekstrem seperti yang terjadi di Riau bisa terjadi di Sumsel kalau hutan gambut tidak diselamatkan,” tegas Zulfahmi.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel Anwar Sadat mengakui, peningkatan suhu dirasakan oleh warga Palembang dalam beberapa hari terakhir. Suhu normal pada siang hari di Palembang mencapai 20-27 derajat celsius, tetapi sekarang 32-34 derajat celsius.

Berdasarkan catatan Walhi Sumsel, luas hutan di Sumsel tersisa 1 juta hektar dari luas total 3,7 juta hektar. Kerusakan hutan di Sumsel tidak hanya menyebabkan terjadinya peningkatan suhu, tetapi juga terjadinya bencana alam.

Moratorium

Menurut Zulfahmi, langkah untuk menghentikan kerusakan hutan adalah melakukan penghentian penebangan (moratorium). Kerusakan hutan di Sumatera disebabkan penebangan hutan yang masif secara legal maupun ilegal.

Moratorium mendesak dilakukan khususnya di Sumatera karena kondisi hutan di daerah ini sudah mengalami kerusakan parah. Kerusakan parah terjadi di Provinsi Sumsel, Jambi, dan Riau, termasuk di hutan gambut.

”Kami menyayangkan mengapa pemerintah terus memberikan izin pemanfaatan hutan. Periode 2008-2009 adalah periode saat pemerintah paling banyak mengeluarkan izin, padahal saat itu mendekati pemilu. Kami curiga pemberian izin terkait dana untuk kepentingan pemilu,” ujar Zulfahmi.

Moratorium gencar dikampanyekan Greenpeace dan Walhi selama lima tahun terakhir. Namun, isu itu tak mendapat tanggapan dari pemerintah.

WALHI Sumsel dan Greenpeace Awasi Kerusakan Hutan Sumsel
18 Oktober 2010 14:51

PALEMBANG – Bahaya kerusakan hutan yang ada di Sumatera Selatan (Susmel) menjadi perhatian Greenpeace Indonesia. Organisasi global yang berdedikasi untuk perlindungan lingkungan dan perdamaian dunia ini kemarin menggelar kampanye penyelamatan hutan.

Public Outreach Greenpeace SEA Indonesia Ahmad Ashov Birry menegaskan berbagai langkah dapat ditempuh baik lewat kampanye maupun lewat hal yang lebih progresif.“ Greenpeace menjalin kerjasama dengan berbagai organisasi lingkungan hidup yang ada di Sumsel, seperti Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan (Sumsel), Wahana Bumi Hijau (WBH), Komunitas Fotografi dan Jurnalis Foto Palembang.

Lewat soft campagne dengan memamerkan 64 foto lingkungan hidup minimal bisa menggugah hati masyarakat,”ujarnya kepada Harian Seputar Indonesia, kemarin. Ahmad mengatakan, kampanye lewat pameran foto merupakan salah satu langkah dalam mentransformasikan informasi kepada masyarakat.Dari 64 foto yang dipajang menggambarkan situasi kronis kondisi hutan di Indonesia termasuk Sumsel. “Kita bersama dengan Walhi, LBH dan organisasi lainnya sudah gelar diskusi awal tentang kondisi kerusakan hutan atau alam di Sumsel.

Kamimenyorotipersoalanitukarena kondisi tersebut rata-rata terjadi di seluruh daerah di Indonesia maupun level internasional,”tan das nya. Berdasarkan data, lanjut Ahmad, diperkirakan perusakan hutan terjadi 300 kali luas lapangan bola kaki setiap jam.Indonesia merupakan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar ketiga di dunia selain Cina dan Amerika Serikat.

“Tentu saja persoalan hutan terjadi di daerah-daerah seperti Sumsel.Maka dari itu,kegiatan ini untuk menyentil masyarakat Sumsel bahwa disini telah terjadi ‘sesuatu’ yakni pengrusakan hutan yang begitu masif,”imbuhnya,disela kegiatan Eksebisi Foto Lingkungan, di taman Kambang Iwak Palembang,kemarin. Di samping itu,Ahmad mengaku dalam kampanye penyelamatan hutan dan perubahan iklim,pihaknya mengahrapkan dukungan semua pihak terutama masyarakat.

Karena hal itu merupakan ancaman terbesar bagi manusia dan lingkungan. ”Terkait isu energi, kita anti nuklir dan batubara lantaran dalam pembakaran batu bara menghasilkan kadar karbon sangat kotor dan kita menentang pembangunan menggunakan tenaga nuklir karena riskan dengan isu perang, dan sampai ini belum ada satu teknologi pun yang dapat memulihkan limbah radioaktif dari nuklir, dan bisa terjadi dalam kurun waktu 240 ribu tahun,”jelasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat menambahkan, kondisi hutan di Sumsel sudah mengalami degradasi yang cukup tinggi.Tingkat degradasi mencapai 100.000 hektare per tahun.“Untuk kondisi akhir tahun 2009,kondisi hutan alam Sumsel tinggal 1 juta hektare,”ujarnya. Menurut Sadat, berdasarkan pendataan dari Dinas Kehutanan Sumsel dalam buku Informasi Pembangunan Kehutanan dan GERHAN menyatakan kawasan hutan Sumsel 3.777.457 hektare atau 3,4 % dari luas kawasan hutan di Indonesia.

Dari luasan hutan tersebut terdiri dari hutan lindung seluas 539.645 hektare, hutan konversi 711.788 hekatre dan hutan produksi 2.525.034 hektare. ”Sehingga dari 62,13 % kawasan hutan atau seluas 2.344.936 hektare menjadi kawasan tidak produktif dan 37,87% atau 1.429.521 hekatre kawasan hutan,”pungkasnya. (retno palupi)

Kerusakan Hutan Indonesia Semakin Parah
18 Oktober 2010 14:45

PALEMBANG - Organisasi pemerhati lingkungan Greenpeace, menilai hutan di Indonesia kondisi kerusakannya semakin parah, kata Zulfahmi, pada talkshow yang digelar di kawasan hijau Kambang Iwak Palembang, Sabtu.

Menurut juru kampanye Greenpeace pada talkshow itu, secara global setiap tahunnya 1,8 juta hektare (ha) hutan di Indonesia terdekradasi, akibat aktifitas penebangan hutan sekala besar.

Adapun untuk wilayah Sumatera, berdasarkan pantauannya dari udara dalam tiga bulan terakhir, hampir setiap tempat terdapat aktifitas penebangan dalam jumlah besar, katanya.

Menurut dia, pihaknya tidak tahu pasti apakah itu legal atau melawan hukum. Namun, legal tidak bisa hanya memandang dari selembar kerta saja. Padahal itu harus dipastikan dengan melihat apakah aktifitas tersebut mematuhi taturan atau tidak.

Ia mencontohkan, kawasan gambut dengan kedalaman tiga meter lebih apabila dikonversi merupakan praktek melawan hukum.

Ia menyayangkan, dari bentuk penggundulan hutan di negeri ini, tidak ada tindakan satupun dari pemerintah guna menyelamatkan kondisi alamnya.

Sebagai bukti, tahun 2008-2009 merupakan periode di mana pemerintah memberikan izin atas pengelolaan hutan secara besar-besaran. Jadi pertanyaan besar, kegiatan itu dilakukan bertepatan dengan pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu).

Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat yang juga menjadi nara sumser dalam talkshow tersebut menyampaikan, hingga saat ini praktek pengelolaan hutan oleh hutan tanaman industri (HTI) serta konversi hutan alam menjadi suatu perkebunan, sudah di luar ambang batas.

"Sebagai bukti, dari 3,7 juta hektare hutan di Sumsel atau 3,4 persen dari luas hutan di Indonesia, sudah mulai menipis. Hal itu disertai dengan peningkatan bencana alam yang menimpa di daerah tersebut, baik tanah longsor dan banjir," katanya.

Kegiatan yang digelar Greenpeace bekerjasama dengan Walhi Sumsel, Wahana Bumi Hajau beserta komunitas fotografer dan pewarta foto Palembang itu, sebagai wujud peduli lingkungan guna melibatkan masyarakat luas.

Dalam kegiatan itu, mereka juga memajang foto-foto berkaitan dengan kondisi hutan alam di Sumatera khususnya Sumsel yaitu, kawasan hutan Merang, Kecamatan Bayung Lencir, Musi Banyuasin, Sumsel.

Hutan Merang merupakan penyangga hutan di Sumsel yang kondisinya semakin terkikis oleh aktifitas penebangan, dan juga konversi menjadi area perkebunan kelapa sawit.

100 Ribu Ha Hutan Sumsel ter-Deforestasi
18 Oktober 2010 14:41

PALEMBANG - Diperkirakan sekitar 100 ribu hektare hutan di Sumsel terdeforestasi setiap tahunnya. Penyebab utamanya adalah illegal logging. Sedangkan upaya pemulihan tidak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Anwar Sadat saat dialog Peringatan Tiga Dekade Walhi Sumsel, Kamis (14/10) di GOR.

"Sumber daya alam kita dikuras habis tanpa terencana dan tanpa memperhatikan kaidah pembangunan," ujarnya.

Contoh lain diutarakan Sadat, di wilayah perkotaan terkadang rawa dialihfungsikan dengan alasan kepentingan pembangunan. Hal itu menyebabkan minimnya ruang terbuka hijau.

Menurutnya, dari luas wilayah Sumsel yang mencapai 8,7 juta hektare ternyata 700-800 ribu yang masih baik. Sisanya dalam kondisi kritis dan agak kritis. Sementara sekitar 6 juta hektare sudah dikuasi kapitalis.

"Untuk pertambangan sudah dikuasai 2,5 juta Ha, untuk HTI sekitar 1,5 juta Ha dan perkebunan sekitar 2 juta Ha. Ini mengakibatkan ruang kelola untuk rakyat sangat sempit," kata Sadat.
Dengan kondisi itu tidak heran jika Sumsel termasuk salah satu provinsi yang miskin di Indonesia. Ditambah lagi dengan eksploitasi habis-habisan menyebabkan Sumsel menjadi tempat bencana ekologi.

Pembangunan Kerap Pinggirkan Rakyat dan Lingkungan
18 Oktober 2010 14:36
PALEMBANG - Pembangunan yang saat ini berlangsung kerap meminggirkan rakyat dan juga kelestarian lingkungan hidup. Akibatnya, bencana ekologi muncul adalah realitas yang tak terhindarkan.

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel, Anwar Sadat saat peringatan tiga dekade Walhi, Kamis (14/10) di pelataran GOR.
Tema peringatan kali ini pulihkan Sumsel, Pulihkan Indonesia dan Utamakan Kepentingan Rakyat.

"Yang memprihatinkan yang menjadi korban bencana ekologi berupa ketimpangan sosial dan kemiskinan harus diderita masyarakat," kata saat berpidato.

Disebutkan, upaya perbaikan terhadap bencana ekologi dalam kenyataannya tidak sebanding dengan daya rusak yang terjadi.

Dengan melihat kondisi sekarang lanjut Sadat, Walhi konsisten memperjuangkan rakyat dan lingkungan hidup meski perjuangan Walhi penuh keterbatasan.

"Kami mempertahankan modal Sumsel," kata Sadat.



Walhi Ajak Pulihkan Sumsel Utamakan Keselamatan Masyarakat
18 Oktober 2010 14:31

Palembang (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Selatan pada hari ulang tahun ke-30, mengajak pemangku kepentingan untuk memulihkan kondisi lingkungan di daerah itu, dengan tetap mengutamakan keselamatan masyarakat.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Selatan (Sumsel), Anwar Sadat, di Palembang, Rabu, menilai kondisi alam di Sumsel saat ini semakin kritis.

"Tema tersebut merupakan turunan dari pusat, yaitu `Pulihkan Indonesia Utamakan Keselamatan Rakyat`," ujar dia pula.

Menurut Sadat, kondisi lingkungan di daerahnya sangat penting untuk diperhatikan, mengingat krisis ekologi akibat perambahan hutan yang terjadi di Sumsel dinilai sudah memprihatinkan.

Ia menyebutkan, dari total luas wilayah daerah itu yang berkisar 7 juta hektare, hanya menyisakan tidak lebih dari satu juta ha kawasan hutan.

Ia menyatakan, di tengah kebijakan pemerintah yang membuka ivestasi seluas-luasnya di bidang pengelolaan hutan dan eksploitasi sumber daya alam (SDA) semakin masif dan besar pengaruhnya juga dengan kesejahteraan masyarakat.

Dia menjelaskan, sebanyak 6 juta ha yang dikuasai oleh pemilik modal bergerak di bidang pertambangan, perkebunan, dan hutan tanaman industri (HTI).

Ia berharap, untuk menyelamatkan sumber daya alam yang masih tersisa, pejabat pemerintah pemegang kebijakan harus berkomitmen dan mengembangkan solidaritas yang kuat.

Bencana Struktural

Menurut penggiat lingkungan di Sumsel itu, bencana alam yang sering melanda negeri ini merupakan bencana struktural.

"Ini disebabkan masif penebangan hutan, baik yang sah secara hukum maupun melawan hukum," ujar dia.

Ia menambahkan, dengan kondisi alam di Sumsel yang memprihatinkan, tidak menutup kemungkinan peristiwa menimpa warga Papua bisa terjadi di sini.

Hadi Jatmiko, staf Walhi Sumsel menjelaskan, acara ulang tahun itu akan diselenggarakan di kawasan hijau Gedung Olahraga (GOR) Palembang, dengan menggelar berbagai macam kegiatan yang semuanya berkaitan dengan lingkungan hidup serta mimbar bebas.

Menurut dia, sengaja perayaan itu diselenggarakan di GOR Palembang, mengingat daerah itu merupakan salah satu kawasan yang dialihfungsikan oleh pemda setempat menjadi areal perhotelan, restoran, dan pusat kegiatan olahraga.

"Ini merupakan bentuk perlawanan kami atas kebijakan pengalihfungsian kawasan hijau publik di Kota Palembang," ujar dia.

No comments:

Post a Comment