Monday, December 13, 2010

Perkebunan Sawit warga Suku Rimba di Desa Bungku

KRISIS KEUANGAN GLOBAL,PETANI SAWIT RESAH

Perkebunan Sawit warga Suku Rimba di Desa Bungku
KRISIS KEUANGAN GLOBAL

KITA , Sejumlah perusahaan Pabrik Kelapa Sawit mengaku saat ini sulit untuk menjual CPOnya sebagaimana dikatakan oleh Pimpinan PKS Kirana Sekernan BENLY TARIGAN sementara harga terus melorot, di lain pihak harga TBS yang rendah sangat dikeluhkan para petani yang mengandalkan pendapatannya dari penjualan TBS kepada Pabrik Kelapa Sawit. Salah seorang petani plasma dari Indosawit Merlung Kabupaten Tanjung Jabung Barat ALEX SINAGA mengatakan petani di daerahnya yang jumlahnya sekitar 750 kk pendapatannya sangat berkurang, yang dulunya apabila bisa menghasilkan 2 ton sawit dengan penghasilan Rp. 4.000.000,- sekarang dengan harga TBS sekitar Rp. 800,- setelah dikurangi biaya panen dan ongkos angkut hanya mengantongi Rp. 1.200.000,-. Kondisi demikian apabila berlangsung lama maka petani sulit lagi untuk memproduksi karena tidak sanggup untuk membeli pupuk dan biaya perawatannya.
Nasib yang lebih parah lagi menurut Alex dialami oleh para petani kelapa sawit yang tidak bermitra kepada Perusahaan sehingga harganya dipermainkan oleh para tengkulak, bahkan ada pabrik yang karena over kapasitas tidak mau membelinya hanya mengutamakan mitranya saja, bukan Pabriknya tutup.
Kepala Dinas Perkebunan Propinsi Jambi M ALI LUBIS membenarkan hal tersebut, saat ini yang banyak menjerit adalah para petani yang tidak bermitra kepada perusahaan yang sering dipermainkan calo. Perusahaan diminta membuka diri menampung petani-petani swadaya pada kondisi sekarang dengan harga yang tidak terlalu jauh. “Menghadapi kondisi seperti ini diharapkan antara perusahaan dengan petani ada rasa senasib sepenanggungan”. Ujar Ali Lubis.
Sekretarais Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) Jambi KIMVUN mengatakan kondisi riil di lapangan, harga beli rata-rata pabrik di bawah harga yang telah disepakati bersama Dinas Perkebunan Propinsi Jambi, namun harga Disbun masih berlaku bagi perusahaan yang punya mitra dengan petani. “ Ada sejumlah pabrik yang tidak membeli TBS diluar mitranya, bukannya pabrik tutup seperti yang diisuekan oleh para tengkulak” ujar Kimvun. Pabrik Kelapa Sawit terlebih dahulu memprioritaskan mitranya karena kemampuan pabrik yang terbatas. Kimvun mengakui ada pabrik yang membeli TBS dari petani non mitra dengan harga di bawah Disbun, berkisar antara Rp. 500,- sampai Rp. 700,-.
Perwakilan pihak PUSKUD dalam rapat tersebut melaporkan bahwa untuk KUD yang berada di daerah Petaling (PT Bahari Gembira Ria) sampai dengan tanggal 30 Oktober 2008, menerima harga TBS Rp. 1.017,-/kg tetapi hanya menerima kepada mitra karena kapasitas pabrik sekarang lagi panen puncak, sehingga tidak bisa menerima TBS dari luar, sehingga petani-petani sawit dari luar tidak bisa masuk.
Untuk di daerah Inti Indosawit Subur dilaporkan sudah melaksanakan sesuai harga di tingkat propinsi yaitu Rp. 892,-/kg, begitu juga tidak bisa menerima dari petani non mitra. Sementara di Sungai Bahar PTP hanya membeli TBS dengan harga Rp. 500,-/kg.
Dalam rapat yang berlangsung lebih dari dua jam, Gubernur Jambi ZULKIFLI NURDIN minta kepada semua pihak yang terkait untuk melaksanakan hasil rapat yang intinya adalah : Agar penetapan harga kesepakatan yang dibuat oleh PKS, petani dan pemerintah lebih reel dan rasional sehingga bisa diterima semua pihak, kepada PKS agar mentaati harga yang telah disepakati tersebut yakni harga tertinggi Rp. 892,-/kg yang berlaku sampai 5 Nopember 2008 dan bagi yang tidak mentaati akan diberi sanksi dicabut izinnya, dan PKS tidak hanya membeli TBS dari mitranya tetapi dari petani swadaya dan tidak membeli dari tengkulak serta membentuk tim kecil untuk menertibkan kembali hubungan inti dengan plasma dan memerankan KUD.
Gubernur Jambi dalam pengarahannya bahwa keadaan ini bukan hanya dirasakan oleh petani sawit di Jambi saja tetapi pengaruh dari krisis keuangan di Ameerika Serikat yang berpengaruh kepada Negara-negara di dunia ini. Banyaknya pabrik di luar negeri yang tutup sehingga permintaan impor dari Negara lain berkurang termasuk ekspor karet dan CPO dari Indonesia .
Untuk menekan biaya dan sedikit bisa meninggikan harga kepada Pabrik Kelapa Sawit diminta tidak membeli TBS dari para tengkulak tetapi langsung dari petani melalui KUD. Kondisi seperti ini memang tidak bisa dielakkan lagi semua pihak diminta dapat menerima dengan lapang dada, tetapi jika nanti harga telah membaik kita akan bertemu kembali, saya akan menata kembali, perusahaan harus hidup dan petani terlindungi”. Ujar Gubernur.
Gubernur juga menegaskan bahwa merosotnya harga TBS bukan merupakan dampak dari larangan kebijakan Pemprop Jambi dan Bupati untuk ekspor CPO keluar dari Jambi. Kebijakan tersebut mulai berlaku tahun 2010 yang mewajibkan PKS untuk mengolah CPO menjadi minyak goring atau produk turunan lainnya, namun apabila kebutuhan untuk Propinsi Jambi telah tercukupi, sisanya boleh untuk diekspor sesuai dengan kontrak yang telah dibuat.

No comments:

Post a Comment