Saturday, January 30, 2010

Adilia Waruwu Setelah Suaminya Masuk Penjara (2/habis)




Kejatisu Belum Tahu, Oknum Jaksa Pemeras Didesak Dicopot
pm/dok Sabtu, 30 Januari 2010



“Saya tak tahu harus berbuat apa lagi. Sejak ayah mereka ditahan, saya hanya berutang kepada tetangga untuk biaya makan sehari-hari. Saya bisa bertahan karena bantuan para tetanga. Tapi sampai kapan ini bisa bertahan,” kata Adelia Waruwu (45) mengusap air matanya.

Ya. Sejak suaminya Hasandri Lase (45) masuk penjara 21 Desember 2009 lalu, sejak itu pulalah Adelia (45) menanggung biaya makan dan sekolah tujuh dari enam anaknya; Lismaida (16) kelas 1 SMA, Nita Sari (15) kelas 3 SMP, Jeprianus (13) kelas 6 SD, Ayusari (11) kelas 5 SD, Purnasari (7), dan Yan Sandi Wijaya (1). Sementara anak pertamanya, Nurliani (19) sudah menikah dan tinggal di luar kota.

Adilia sangat getol memperjuangkan pembebasan suaminya, Hasandri Lase setelah dituduh menampar adik iparnya. Walau berjalan sejauh 12 km dari rumahnya di Kelurahan Kalangan, Kecamatan Pandan, Tapanuli Tengah, Adilia tak merasa letih karena yakin suaminya itu tak bersalah. Bahkan ibu tujuh anak ini membawa empat anaknya mendemo PN Sibolga dan Kejari Sibolga karena seorang jaksa berinisial JS malah meminta uang Rp 5 juta agar suaminya dibebaskan.

“Jika saya tidak menyediakan uang Rp 5 juta itu, suami saya akan dihukum 20 tahun. Begitu kata oknum jaksa itu,” kata Adilia.

Kejatisu Tunggu Laporan Adilia

Aksi Adilia Waruwu yang membawa empat anaknya berunjukrasa ke PN Sibolga, Selasa (26/1) lalu, ternyata sudah sampai ke berbagai penjuru daerah, termasuk Medan. Salah seorang praktisi hukum, Jhonson Panjaitan SH mengungkapkan, makelar kasus (markus) masih tumbuh subur di Korps Adhiyaksa itu.

“Inilah salah satu ciri makelar kasus (markus) yang dilakukan oknum penegak hukum. Untuk itu, oknum jaksa seperti itu harus “dibinasakan” demi tegaknya hukum,” tegas Jhonson Panjaitan SH.

Jhonson yang juga penasehat ICW Jakarta itu menambahkan, oknum jaksa yang meminta uang Rp 5 juta untuk pembebeasan suami Adilia jelas telah menyalahi kode etik seorang jaksa.

“Itulah borok aparat yang memang biasa terjadi. Saya rasa pimpinannya—Kajatisu— harus bertanggung jawab. Bila memang komit memberantas markus, maka demi hukum, copot jaksa tersebut tanpa harus mempertimbangkan unsur apapun lagi,” pungkas pria berkulit putih yang kerab malang-melintang di pengadilan Jakarta itu.

Di sisi lain, Jhonson mendukung aksi demo yang dilakukan Adilia. Namun, untuk “membinasakan” jaksa tersebut, dan membuat shock terapi bagi jaksa yang hendak memperjual belikan hukum, istri terdakwa dapat membuat laporan secara pidana dengan tudingan adanya unsur pemerasan yang dilakukan oknum jaksa itu.

“Selain itu, istri terdakwa juga dapat membuat laporan kemana saja, baik itu ke Presiden, Kejagung, maupun ke Kejatisu agar jaksa penjual hukum tersebut dapat ditindak secepat mungkin,” tambahnya.

Hal senada pun diungkapkan Kepala Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat Sumut, Fuad Said Nasution, SH. “Kalau pimpinannya (Kajatisu) tidak menunjukkan tindakan tegas terhadap jaksa yang hendak “bermain” tersebut, maka dapat dipastikan akan lahir jaksa “nakal” berikutnya.

Sementara, pihak Kejatisu yang dikonfirmasi atas percobaan pemerasan terhadap keluarga Hasandri Lase, seorang penarik becak di Sibolga yang dituduh menampar adik iparnya (adik istrinya), mengaku belum mendengar kabar.

“Belum dengar, kita pun belum menerima laporan secara resmi dari Kejari Sibolga,” ujar Edi Irsan SH, Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejatisu pada POSMETRO MEDAN.

Untuk itulah, kata Edi Irsan SH, oknum jaksa JS belum bisa dikatakan telah menyalahi kode etik jabatan. “Dia kan belum diperiksa, jadi yang dituduhkan pun belum tentu benar. Untuk membuktikan hal itu, harus ada proses. Jadi sekarang, kami menunggu laporan resmi keluarga terdakwa. Bila laporan sudah masuk, maka secepatnya akan kita proses untuk diklarifikasi,” katanya.

Seperti yang diwartakan kemarin, Adilia Waruwu membawa empat anaknya berunjuk rasa ke PN Sibolga meminta suaminya Hasandri Lase dibebaskan. Mereka mengusung sejumlah poster berisi hujatan kepada pengadilan. Mereka juga membeberkan buruknya mental seorang jaksa yang meminta uang Rp 5 juta agar suaminya bebas.

Dalam aksinya itu, Adilia bersama empat anaknya mengusung poster bertuliskan kecaman kepada aparat penegak hukum, terutama buruknya mental oknum seorang jaksa yang meminta tebusan uang RP 5 juta untuk pembebasan suaminya.

“Suami saya diminta Rp 5 juta oleh seorang jaksa agar dibebaskan dari tahanan. Kemudian suami saya menjawab hanya memiliki uang Rp 300 ribu. Mendengar jawaban itu, jaksa dengan entengnya mengatakan, uang Rp 300 ribu hanya cukup beli jengkol. Tetapi kalau ada Rp 5 juta, suami saya akan dibebaskan,” kata Adilia. (habis)

No comments:

Post a Comment