Wednesday, December 8, 2010

Misteri Dolok Malea sumatera utara

15 Januari 2009

Dolok Malea adalah salah satu tor (bukit/pegunungan) yang terletak di Malintang sampai di Sopo Batu Sigalapang, dan puncaknya secara geografis berada di wilayah Mompang Julu. Dulunya seluruh bukit itu ditutupi dengan hutan-hutan yang lebat yang sulit dijangkau oleh manusia. Namun dengan maraknya penebangan (liar?) sekarang ini atau dalam bahasa setempat disebut dengan Manoto yang dimulai kira-kira tahun 2005, hutan-hutan itu sekarang sudah banyak yang ditebangi untuk dijadikan lahan perkebunan karet. Namun, daerah yang ditebangi tersebut masih disekitar kaki gunung tersebut. Gunung di sini bukanlah sebuah gunung yang berapi, namun orang lebih sering menamakan tor/bukit yang tinggi dengan sebutan “gunung”.

Salah satu yang unik dari Dolok Malea tersebut adalah puncaknya yang menyerupai sebuah kepundan gunung namun tidak berbentuk kerucut, tetapi agak rata. Karena permukaannya yang rata ini, banyak orang menduga bahwa di puncak tor Dolok Malea tersebut terdapat sebuah pertapakan rumah atau perkampungan (Walaupun ketika ditanya orang mana yang mau tinggal di tempat tinggi yang sulit terjangkau itu, orangnya yang menduga sendiripun tidak dapat menjawabnya), ada yang menduga di situ terdapat landasan helikopter yang sering digunakan oleh para peneliti dari berbagai negara terlepas dari ada tidaknya izin yang dimiliki, ada juga yang mengatakan bahwa dipuncak Dolok Malea tersebut terdapat kerajaan jin. Dari sekian pendapat itu, belum ada yang bisa membuktikan secara langsung dari masing-masing pendapat di atas, walaupun yang terakhir kedengaran kurang masuk akal bagi orang yang tidak mempercayai jin (Padahal dalam Al Qur’an Allah telah dengan tegas mengatakan bahwa penciptaan manusia dan jin itu tiada bukan melainkan untuk mengabdi kepadanya).

Tapi walaupun pendapat yang terakhir kurang begitu meyakinkan, namun bukti orang yang mengalaminya sendiri ada. Berikut sebuah kisah tentang perjalanan sebuah kelompok pencari kayu Alim, sejenis kayu yang katanya sangat mahal harganya sekitar 700 ribu/kg-nya (penulis tidak mengetahui untuk apa kayu itu sehingga bisa sebegitu mahalnya). Konon kayu itu cuma terdapat di puncak Dolok Malea. Kenapa? Penulis sendiri tidak mengetahuinya. Salah satu warga Mompang Julu ikut dalam rombongan tersebut, namanya penulis lupa. Tapi rumahnya berada di belakang rumah H. Bahanal di Banjar Lombang. Beliau katanya ikut bersama 5 orang warga Tanjung Mompang (sebuah kampung yang terdapat di hutan Mompang Jae yang penduduknya kebanyakan berasal dari Muara Sipongi). Perjalanan mereka juga di sertai oleh seorang Datu (dukun) yang bertugas untuk mengatasi gangguan-gangguan yang bersifat mistis nantinya.

dolok-malea3

Gambar 1. Dolok Malea dilihat dari Saba Umum

Rombongan ini berangkat dari Tanjung Mompang pada suatu pagi sekitar tahun 1999. Jarak yang ditempuh lumayan jauh, sehingga baru setelah menempuh waktu 1 hari, mereka sampai di kaki Dolok Malea tersebut. Sambil bermalam di bawah pepohonan lebat di kaki bukit itu, merekapun beristirahat sambil melakukan doa-doa semoga perjalanan mereka di mudahkan Allah. Malam itu adalah malam yang mencekam bagi orang yang tidak suka dengan kegelapan malam di hutan yang jauhnya puluhan kilometer dari kampung terdekat. Pagi harinya rombongan meneruskan pendakian ke arah puncak gunung. Dengan beratnya medan, mereka barus sampai sore harinya di lereng puncak gunung tersebut. Sepanjang perjalanan (demikian penuturan beliau) mereka menjumpai hal-hal aneh dan menakjubkan. Seperti adanya taman-taman bunga yang luas, kolam-kolam ikan, maupun sekawanan bedu (kambing hutan, padahal bedu hampir dalam 8 tahun terakhir tidak pernah dijumpai lagi di sekitar Dolok Malea) di sekitar jalan yang mereka lalui. Namun demikian, mereka tidak menemukan orang satupun sepanjang perjalanan hingga ke lereng gunung tersebut.

Dari pengalaman mereka itu, timbul sebuah pertanyaan penting, benarkan apa yang dituturkannya itu? Kalau benar, siapa yang membuat dan mempunyai taman-taman luas di lereng Dolok Malea itu? Siapa yang mengairi kolam-kolam itu? Dan siapa yang memiliki kawanan bedu itu yang tidak takut ketika melihat mereka? Dan kalau beliau bohong untuk apa? Mencederai dirinya sendiri sebagai “Pardolok na Tobang”? Untuk membuat sensasi? Namun secara pribadi, penulis meyakini sebagian hal yang diceritakan beliau tersebut secara logika.

Belum lagi hilang keheranan melihat tempat-tempat itu, mereka juga melihat tempat yang seperti ditutupi salju. Walaupun mereka tidak pergi ke tempat itu, namun mereka yakin bahwa gundukan dan hamparan putih yang mereka lihat di kejauhan itu adalah salju (Hal ini memang tidak masuk akal karena tinggi Dolok Malea mungkin hanya sekitar 2400 m di atas permukaan laut. Gunung Kerinci saja di Jambi tidak bersalju, padahal tingginya lebih dari 3000 m dpl. Karena seperti yang kita ketahui, puncak gunung yang bersalju hanya terdapat di Papua (puncak Jayawijaya) dengan ketinggian lebih dari 4000 m dpl.

dolokmalea2

Gambar 2. Dolok Malea dilihat menggunakan satelit NASA dengan Google Earth

Setelah sampai, sebagian mengusulkan agar pendakian dilanjutkan esok hari karena waktu sudah hampir sore (sekitar jam 18.00) dan waktu yang tersisa ini digunakan untuk menyiapkan tempat peristirahatan, namun narasumber kami ini bersikeras agar pendakian dilakukan sekarang saja karena puncak bukit ini sudah dekat, hal ini dibuktikan dengan terlihatnya puncuk pohon kayu Alim tersebut. Akhirnya anggota yang ingin pendakian dilakukan besok mengalah. Narasumber yang kelihatannya sudah begitu bernafsu melihat kayu tersebut yang sudah di depan mata, tidak sabar untuk segera mendapatkannya. Bayangan uang yang melimpah berputar-putar di kepalanya. Mereka kemudian segera bergerak untuk mendaki lereng gunung tersebut, sang narasumber berada paling depan karena tidak sabar lagi untuk mendapat dan menebang kayu Alim tersebut. Tapi tiba-tiba, sang narasumber terjatuh dan kejang-kejang. Yang lainnya segera berlari untuk menolongnya sebelum terjatuh lebih jauh ke lereng gunung tersebut. Merekapun bingung untuk harus berbuat apa karena tidak tahu apa yang terjadi dengan narasumber. Untunglah datu yang menemani mereka segera datang mengobatinya. Setelah membaca mantra-mantra kedatuannya, akhirnya ia mengatakan bahwa sang narasumber sedang kesurupan (kerasukan jihin/jin) dan mengatakan bahwa jin yang menghuni puncak Dolok Malea tersebut tidak mengijinkan mereka datang ke puncak bukit itu. Dan kalau mereka bersikeras tetap datang, jin itu meminta tumbal salah satu dari mereka harus rela dikorbankan untuk jin tersebut. Kalau mereka tidak mau, mereka semua akan di serang oleh para jin itu. Mendengar itu mereka semua gemetaran karena tentu saja tidak ada yang bersedia untuk itu. Akhirnya setelah bermufakat sebentar, mereka akhirnya memutuskan untuk pulang kembali. Walupun mereka sudah mengorbankan waktu, biaya dan rasa capek yang amat sangat, namun mereka tidak akan mau mengganti nyawa seorang dari mereka demi mendapatkan kayu Alim yang berharga itu. Demikian penuturan beliau kepada salah seorang warga Mompang Julu.

Seorang mahasiswa dari Bogor juga pernah menghubungi salah seorang administrator blog ini dan mengatakan bahwa mereka tertarik membaca tulisan yang kami buat tentang Dolok Malea walaupun hanya secara singkat. Walaupun tidak berjumpa langsung, administrator memberikan petunjuk arah ke tempat itu melalui email dan SMS. Ketika mereka selesai mendaki gunung Sibayak di Brastagi, mereka berangkat menuju Panyabungan dengan naik bus ALS juga dengan petunjuk adminstrator. Tapi mereka tidak langsung ke Mompang Julu, tapi ke Tanjung Mompang sesuai dengan saran administrator, karena di Tanjung Mompang banyak penduduk yang sering keluar masuk hutan di sekitar Dolok Malea tersebut dan tentunya akan mempunyai banyak pengalaman. Ketika mereka sampai di sana, mahasiswa tersebut sempat menghubungi administrator melalui telepon dan mengatakan mereka akan mendaki ke puncak Dolok Malea besoknya dengan ditemani oleh salah seorang penduduk yang cukup berpengalaman bernama pak Lubis. Namun sayang, sebelum mencapai puncak, mahasiswa tersebut jatuh sakit sehingga terpaksa tidak melanjutkan perjalanannya. Namun teman-temanya yang lain seperti penuturannya kepada administrator melalui email setelah sampai di Bogor, dapat melanjutkan sampai ke puncak gunung. Salah satu hal menarik yang mereka temui bukanlah seperti pengalaman orang Mompang Julu yang tadi, tetapi mereka menemukan banyak spesies-spesies tumbuhan baru yang menurut mereka baru ditemukan di tempat ini. Mereka juga berencana untuk datang kembali kalau ada kesempatan.

Dari cerita di atas, dapat kita lihat 2 hal yang mungkin saling bertolak belakang, baik usia pendaki, pendidikan maupun tujuannya. Apapun itu, yang pasti di balik kabut yang hampir menyelimutinya setiap hari, puncak Dolok Malea memang menyimpan misteri. Apakah itu? Pastinya hanya Allah Yang Maha Tahu yang entah sampai kapan manusia akan mengungkapnya.

Dikirim oleh : Amiruddin Pulungan – Mompang Julu

No comments:

Post a Comment