Wednesday, December 8, 2010

Bendungan Saba Julu, Antara Besi Tua dan Butut

16 Desember 2008

Bendungan Saba Julu yang di bangun pada tahun 1990-1991 dengan anggaran lebih dari 1 milyar kini fungsinya sudah semakin tidak jelas. Setelah dibangun, bendungan ini seharusnya dirawat untuk menjaga fungsinya sebagai sarana irigasi untuk mengairi sawah penduduk di Saba Julu, Saba Alasona, Saba Jae Bondar dan Saba Donok. Namun manfaat bendungan ini hanya sebentar dirasakan warga masyarakat karena dengan derasnya aliran air sungai Siala Payung menyebabkan bendungan ini mengalami pendangkalan akibat pasir dan batu-batu yang dibawa air dari hulu (Dolok Malea). Seharusnya dinas Pekerjaan Umum yang pada mulanya berkantor di Simpang Proyek/Banjar Masin yang bertanggungjawab terhadap pengerukan ini, namun sama sekali tidak dilaksanakan. Apakah ada nuansa korupsi di sini? Wallohu’a’lam.

Setelah mengalami pendangkalan, bukannya mengaliri sawah, namun air sungai tersebut banyak yang terbuang begitu saja karena tanggul penahan air di bendungan tersebut sama sekali tidak berfungsi alias permukaanya rata dengan aliran sungai yang datang sehingga airnya yang deras terbuang begitu saja ke hilir ke arah saba julu. Lagipula masyarakat menganggap pembangunan bendungan ini yang juga membuat parit-parit ke arah Gunung Tua, Sarak Matua dan Mompang Jae sama sekali mubazir alias membuang-buang air karena ketiga kampung tersebut sama sekali tidak kekurangan air untuk mengairi persawahannya.

Setelah ditinggal begitu saja dan oleh sebagian masyarakat tidak bermanfaat lagi, ada sebagian anggota masyarakat Mompang Julu yang memanfaatkannya. Tapi bukan dengan jalan mengadakan gotong-royong untuk membersihkan bendungan tersebut dan melakukan pengerukan terhadap batu dan pasir yang menutupi tanggul bendungan. Orang-orang ini malah memanfaatkan besi-besi yang dipakai di bendungan itu, diambil dan di jual ke tukang butut. Walupun mengambil besi-besi seperti sumbu penarik pintu air bendungan, baut dan murnya bahkan pintu air yang ada di setiap persimpangan parit adalah mencuri harta negara, namun hal itu tidak dipedulikan. Maklum, karena bendungan itu sudah seperti barang tak berharga, mumpung harga besi tua juga lagi naik (sekitar Rp 600,-/kg). Jadi kalau sekarang anda berkunjung kesana, jangan harap akan menemukan besi-besi penarik pintu-pintu air yang panjangnya bisa mencapai 4-5 meter itu. Bahkan yang menyedihkan, tangga untuk turun ke sungai dari bendungan itu digergaji orang untuk di ambil besinya.

Walaupun saya pribadi sangat tidak setuju dengan ini, namun kesalahan itu juga patut ditimpakan kepada dinas PU/Pengairan dan kepala desa Mompang Julu dari periode pembangunan hingga sekarang. Moga ke depan untuk fasilitas umum yang dibangun dengan uang rakyat tidak serta-merta main tinggal begitu saja setelah dibangun. Kita berharap KaDes yang baru Porkas Hasibuan dapat sedikit banyaknya memperhatikan bendungan tersebut. Walaupun sudah tidak berfungsi 100%, namun tempat ini masih bisa dijadikan tempat rekreasi. Jadi mungkin dengan mengerahkan naposo nauli bulung untuk membersihkan dan merawat tempat tersebut, maka bendungan ini bisa dimanfaatkan lagi.

No comments:

Post a Comment