Tuesday, December 14, 2010

PESISIR SELUMA RUSAK, BENGKULU TERANCAM PUNAH

4 Des 2010


Kawasan pantai rimbun dengan hijau hutan bakau seluas 10 ha, dan kawasan Cagar Alam Pasar Talo, kini yaris ludes. Sepanjang garis pantai, dalam tiga tahun terakhir terancam abrasi akut. Angin besar kerap menerpa pemukiman penduduk yang hanya berjarak 50 m dari bibir pantai. Mayoritas masyarakat yang semula menggantungkan hidupnya dari hasil laut kini gigit jari.

“Daya rusak kegiatan penambangan pasir besi pesisir Seluma Bengkulu sangat besar dan berpotensi merugikan masyarakat. Dampak negatif operasi perusahaan tambang itu sangat besar, seharusnya Bupati menghentikan kegiatan pertambangan pasir dan memaksa perusahan mereklamasinya,” ujar Siti Maemunah, Koordinator Jatam lewat siaran pers yang diterima Batak Pos di Jakarta, Kamis (263) sore.


Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Siti Maemunah
prihatin atas kerusakan dan ketidaksanggupan pemerintah menjaga kelestarian kawasan pesisir Seluma Bengkulu. Karenanya, Jatam bersama Walhi Bengkulu dan Kiara menolak aktivitas penambangan pasir di Seluma Bengkulu.

Menurut Maemunah, sebagai kawasan pasang surut yang memiliki kemiringan rendah seharusnya tidak layak untuk ditambang. Fakta ini menegaskan, rakyat sekitar lebih peduli kelanjutan fisiologi pesisir, dibanding pemerintah Indonesia.

Sekjen Kiara Riza Damanik mengatakan, dua desa terancam musnah. Stop tambang pasir besi di Pesisir Seluma Desa Penago Baru dan Rawa Indah, Kecamatan Ilir Talo, Kabupaten Seluma, Propinsi Bengkulu terancam musnah, akibat pengerukan pasir besi besar-besaran yang dilakukan PT. Famiaterdio sejak tahun 2005 silam.

Data Wahi Bengkulu menyebutkan, perusahaan itu merupakan kontraktor pertambangan Fine Wealthy Ltd. asal Hongkong yang mendapatkan Kuasa Pertambangan (KP) dari Bupati Seluma No 35 Tahun 2005 seluas 3.645 ha.Lokasinya berada di tiga Blok pertambangan, masing-masing Blok I (450 ha) yang berada di kawasan padat huni, Blok II (143 ha) di Sempadan Pantai, dan Blok III (3.250 ha).

Sementara itu perempuan pesisir yang sebelumnya memiliki tradisi mencari Kerang di bibir pantai, jelas Damanik, tak lagi menjalankan aktivitasnya. Kerang-kerang laut banyak ditemui di pasir pantai, sejak kehadiran perusahaan tak kelihatan lagi, akibat rusaknya kawasan pesisir.

Warga yang tinggal di sekitar operasi pengerukan, sejak 2006 sudah mulai merasakan perubahan rasa air tanah menjadi keasin-asinan. Di wilayah daratan warga yang saban hari menggantungkan hidupnya dari hasil sawah kerap gagal panen. Sekitar 100 ha lahan basah sekitar mengalami kesulitan irigasi, akibat pembendungan Sungai Tebat Batang yang dialirkan untuk kebutuhan pertambangan.

Pembangunan bendungan itu bahkan telah merendam lima ha kebun Kelapa Sawit warga. Sementara limbah pertambangan terus mengancam kesehatan mereka. Tak hanya itu, proses pengerukan pasir besi ini turut memicu konflik horizontal antar warga yang mayoritas menolak tambang, dan warga lain yang mendukung pertambangan, dengan SEJUMLAH UANG IMBALAN...

Bila pertambangan ini tak segera dihentikan, dalam jangka panjang dua desa di atas dipastikan akan tenggelam. Pasalnya, daya rusak pertambangan yang mengepung dari berbagai penjuru.

Kegiatan pengerukan pasir itu, memicu reaksi dan sejumlah demosntrasi yang kerap dilakukan warga sekitar. Berulang-ulang sejak 20 Agustus 2008, lebih dari 800 warga mendatangi kantor DPRD Provinsi Bengkulu menuntut penghentian proses pertambangan.

“Kami sudah sering melakukan aksi. Bahkan demonstrasi terakhir yang kami lakukan, malah ditanggapi sinis oleh Bupati. Dia bilang, walaupun rakyat menangis darah. Pertambangan tak akan pernah dihentikan”, ungkap Andi Wijaya, Rawa Indah, Kecamatan Ilir Talo, Kabupaten Seluma, seperti disampaikan Maemunah.*

No comments:

Post a Comment