Saturday, January 16, 2010

Pejabat Riau Selalu Terima Uang Jasa dari Bank Riau




Minggu, 17 Januari 2010 Penulis : MI/Rudi Kurniawansyah




PEKANBARU--MI: Budaya pemberian fee atau uang jasa ke anggota komisaris dan pejabat daerah oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD) atau Bank Riau sudah berlangsung lama. Praktek menyimpang hingga miliaran rupiah ini telah berulangkali menjadi temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) namun tetap saja berlangsung.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau Djohar Firdaus kepada Media Indonesia membenarkan adanya praktek pemberian fee oleh BPD tersebut. Namun pihaknya tidak bisa mengagendakan pembahasan khusus terkait penyimpangan yang terjadi karena tidak adanya sumber data valid yang dipegang oleh DPRD Riau.

Pernyataan ini diungkapkan Djohar terkait rencana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Bank Indonesia yang akan menindak 27 BPD se Indonesia yang selalu memberikan fee atau uang jasa ke pejabat daerah atas jasa penyimpanan dana daerah di Bank bersangkutan.

"Harus ada data, baru kami dapat mengagendakan pembahasan dan kemudian memberikan penjelasan. Sekarang baru hanya rumor dan pernyataan murahan saja," kata Djohar.

Ia menjelaskan, untuk menindaklanjuti adanya temuan penyimpangan itu, DPRD Riau mesti mengikuti berbagai proses diantaranya menerima berbagai masukan dari pihak yang terkait. Setelah itu baru diadakan pembahasan khusus sebagai tindakan pengawasan dari legislative ke eksekutif.

"Sampai data itu belum ada ditangan kami, DPRD tidak bisa bertindak," ungkap politisi dari Partai Golkar ini.

Sementara pernyataan keras justru dilontarkan oleh Jefri Noer, anggota DPRD Riau dari fraksi Partai Demokrat. Menurut mantan Bupati Kampar itu, sejumlah pejabat di Riau diduga ikut menikmati fee dari Bank Riau. Uang cuma-cuma dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Riau itu diberikan sebagai imbalan jasa atas kerjasama yang mereka lakukan.

"Fee diterima para pejabat dari Bank Daerah yang lebih dikenal dengan Bank Riau ini jelas suatu pelanggaran. Ini bisa termasuk korupsi yang terselubung. Kemungkinan hal ini sudah berlangsung lama dan sengaja ditutupi," kata Jefry Noer.

Dari pemeriksaan BPK, praktek pemberiaan fee di Bank Riau memang sudah berlangsung lama. Seperti laporan audit BPK pada semester II tahun 2006 yang menyebutkan terdapat pemberian penghargaan dalam bentuk uang jasa akhir pengabdian kepada Anggota Komisaris merugikan PT Bank Riau sebesar Rp2,61 miliar yang tidak sesuai dengan ketentuan. Pemberian uang jasa kepada Pembina dan Fungsionaris PT Bank Riau memboroskan keuangan perusahaan pada Tahun 2005 sebesar Rp3,08 miliar dan Tahun 2006 (s.d Juni) sebesar Rp1,06 miliar.

Pemberian fee ini diduga kuat terkait dengan bunga menggiurkan dari kelebihan penyimpanan dana APBD di Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Selain itu juga tindakan pemegang saham dalam hal ini pemerintah daerah yang menaruh sementara kas daerah ke dalam bentuk giro sementara. Bunga dari giro yang mencapai 5% ini lantas dibagikan sebagai fee . Bank Riau juga pernah tercatat sebagai salah satu BPD penyimpan dana terbesar di SBI hingga mencapai Rp9 triliun.

Disamping dinikmati para komisaris yang notabenenya merupakan para pejabat daerah di Riau, pembagian fee juga diduga menyentuh hingga ke level camat. Besaran uang jasa atau fee ini mulai dari miliaran rupiah hingga hanya Rp7 juta per orang. (RK/OL-02

No comments:

Post a Comment