Monday, October 12, 2009

KPK: Sumut Ketiga Terkorupsi

KPK: Sumut Ketiga Terkorupsi
Sumatera Utara (Sumut) berada di peringkat ketiga di Indonesia dalam daftar pengaduan masyarakat terkait kasus korupsi ke KPK,setelah DKI Jakarta dan Jawa Timur
Dalam kurun 5 tahun belakangan, KPK menerima 2.290 pengaduan korupsi dari masyarakat Sumut. “Kami menerima cukup banyak pengaduan korupsi dari masyarakat Sumut. Jumlahnya bahkan mencapai 9% dari keseluruhan pengaduan masyarakat se- Indonesia ke KPK,” ujar Wakil Ketua KPK Bidang Pengawasan dan Pencegahan Haryono Umar kepada SINDO seusai workshop Peran Serta Masyarakat dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Medan kemarin.
Kota Medan sendiri menjadi daerah terbanyak di Sumut dalam pengaduan kasus korupsi dengan jumlah pengaduan sebanyak 886 kasus. Lalu, Nias dan Asahan dengan jumlah pengaduan 143 kasus dan 140 kasus. Sementara jumlah paling sedikit datang dari Lubukpakam dan Tarutung. Hanya, KPK memisahkan pengaduan dari Lubukpakam dan Deliserdang.
Begitu juga Tarutung dan Tapanuli Utara. (lengkapnya lihat grafis) Haryono menambahkan, dari 2.290 pengaduan masyarakat Sumut itu, 70% tidak dapat ditindaklanjuti. Alasannya, ada kasus yang diadukan memang tidak terkait dengan korupsi. “Ada yang mengadukan persoalan lain yang tidak ada kaitannya dengan korupsi.Namun, ini jumlah tidak terlalu banyak,” tandasnya.
Jumlah terbanyak penyebab KPK tidak bisa melanjutkan pengaduan masyarakat Sumut itu, justru tidak dicantumkannya identitas pengirim dan ketidakjelasan dalam objek pengaduan.“ Kalau identitas pengadu tidak jelas,kami susah untuk menindaklanjutinya. Apalagi kalau objek yang diadukan tidak disebutkan,” ujarnya.
Karena itu, dia mengingatkan agar masyarakat yang membuat pengaduan korupsi ini mencantumkan dengan jelas identitas dirinya dan objek yang diadukan. Jika itu terpenuhi, KPK berjanji akan melakukan pengusutan. “Jangan takut mencantumkan identitas diri pelapor. Sebab, KPK menjamin kerahasiaannya. KPK berjanji akan melakukan pengusutan,”tandas dia.
Sementara itu, Sekretaris Eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumut Elfenda Ananda menegaskan,banyaknya pengaduan masyarakat Sumut ke KPK, merupakan tamparan keras bagi aparat penegak hukum di daerah ini. “Itu mengindikasikan semakin lemahnya kepercayaan publik di Sumut terhadap aparat hukum di daerah ini.
Makanya, mereka lebih percaya mengadukan kasus korupsi ke KPK ketimbang ke kejaksaan atau polisi,” papar Elfenda. Dia menambahkan, seharusnya fakta yang dibeber KPK menjadi cambuk bagi aparat penegak hukum di daerah ini untuk lebih serius dalam memberantas korupsi.
“PR besar bagi kejaksaan atau polisi untuk memulihkan kepercayaan publik. Caranya sebenarnya tidak susah, penegak hukum di daerah ini harus membuang dulu stigma ‘ATM’ berjalan dalam pengusutan kasus korupsi,” tandas pria yang juga menjabat Sekretaris Lembaga Survei Indonesia (LSI) ini.
KPK Terus Surati Kejatisu
KPK terus menyoroti kinerja Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) dalam penanganan kasus korupsi dan mendorong kejati untuk menyelesaikan beberapa perkara dugaan korupsi yang sudah lama tidak tuntas.
“KPK menyurati Kejati Sumut dan Kejaksaan Agung (Kejagung). Ini merupakan bagian untuk mendorong mereka lebih cepat menangani kasus korupsi,”ucapnya. Disinggung soal kasus-kasus mengendap di Kejati Sumut, Haryono menyatakan sudah masuk ke pihaknya.
Beberapa di antaranya kasus dugaan korupsi dana provisi dan sumber daya alam senilai Rp17 miliar lebih yang melibatkan Bupati Nias Binahati B Baeha; dugaan korupsi pembangunan rumah dinas Ketua DPRD Sumut di Jalan AH Nasution Medan yang ditangani kejati sejak 2000.
Kemudian, kasus dugaan korupsi dana obligasi mantan Direktur Utama PTPN3 Akmaluddin Hasibuan sekitar Rp325 miliar; dan kasus dugaan korupsi APBD Pemerintah Kota (Pemko) Padangsidimpuan 2006 senilai Rp34 miliar. “Ya, kasus-kasus itu sudah masuk ke kami. Tapi untuk penyelesaiannya,kami serahkan dulu ke Kejati Sumut. Biar mereka yang menanganinya. Jika tidak (mampu dan berlarut-larut), bukan tidak mungkin KPK akan turun melakukan pengusutan sendiri,” katanya.
KPK juga telah menyelidiki sejumlah aset yang tidak jelas status hukumnya,seperti aset Yayasan Gedung Pemuda di Jalan Gatot Subroto Medan. “Kita turun ke Medan ingin tahu apa masalah sebenarnya. Apakah itu asetnya Pemko Medan atau Pemerintah Provinsi Sumut, atau apakah sudah beralih,”beber Haryono. Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Sumut Edi Irsan mengaku masih akan mengecek kembali terkait surat dari KPK itu.
Pihaknya sendiri sangat terbuka dengan masukan dan supervisi yang dilakukan KPK. “Kami memandangnya sebagai bagian dari penyinergian pemberantasan korupsi. Jadi tidak apa-apa, kami akan menerimanya dengan tangan terbuka,”ucapnya.
Uang Korupsi untuk Pelayanan Masyarakat
Pada kesempatan itu,Wakil Ketua KPK Haryono Umar mengatakan, uang hasil korupsi yang disita nantinya tidak akan disetorkan lagi ke kas negara, tapi untuk peningkatan pelayanan masyarakat. Menurut dia, undangundang tentang itu sedang digodok. “Selama ini uang hasil korupsi yang berhasil ditarik KPK dikembalikan ke kas negara. Uang itu rawan untuk dikorupsi lagi, apalagi dianggarkan untuk proyek,” ujarnya kemarin. (rahmad )

No comments:

Post a Comment