Friday, October 16, 2009

Pengurus Pusat Konsorsium Pembaruan Agraria KSO PTPN II Harus Diaudit

JAKARTA-Msi
Pengurus Pusat Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) di Jakarta ikut menyoroti kasus Kerjsama Operasi (KSO) antara PTPN II dengan Koperasi Nuansa Baru dalam pengelolaan Kebun Limau Mungkur seluas 922 hektar. Koordinator Bidang Advokasi Kebijakan KPA Iwan Nurdin melihat sejumlah kejanggalan dalam KSO itu.
Pertama, dari aspek yuridis, model kerjasama seperti itu melanggar Undang-Undang (UU) Perkebunan dan UU Pokok Agraria. Pengelolaan lahan HGU perkebunan tidak boleh dilimpahkan ke pihak ketiga, apalagi yang melimpahkan adalah PTPN yang notabene merupakan perusahaan plat merah.
Dalam UU perkebunan dan UU Pokok Agraria, diatur mengenai tata cara pengelolaan HGU.
Jadi, kata Iwan, tidak boleh ada pengelolaan yang dilimpahkan ke pihak ketiga atau disubkontrakan. “Kerjasama PTPN II dengan koperasi itu tidak wajar karena PTPN sendiri mestinya mampu mengelola lahan seluas 922 hektar itu. Agar persoalan jelas, harus dilakukan audit ke PTPN II, khususnya audit investigasi terhadap proses KSO-nya,” urai Iwan Nurdin kepada wartawan koran ini di Jakarta, Rabu (2/8).
Lebih lanjut dia menjelaskan, audit investigasi ini harus dilakukan secepatnya, yang kemudian bisa menjadi bahan acuan bagi Kejaksaan Tinggi Sumut (Kejatisu) dalam mengusut kasus ini. Audit ini, selain melacak dasar hukum penandatanganan KSO, juga harus menghitung potensi kerugian negara akibat ketidakwajaran setoran penjualan TBS oleh Koperasi Nuansa Baru dan CV Bintang Meriah ke PTPN II. Penyidik Kejatisu sendiri sebenarnya bisa melacak hal itu karena bukan sesuatu yang sulit. “Asal ada kemauan,” ujarnya.
Dijelaskan Iwan, kalau toh PTPN ingin bekerjasama dalam pengelolaan lahan perkebunan, pola yang tersedia menurut aturan hukum adalah model PIR (Perkebunan Inti Rakyat). “Jadi, kerjasamanya itu dengan rakyat. Rakyat berhak ikut mengelola lantas menjualnya ke koperasi. Bukan dengan sebuah organisasi kepemudaan yang kemudian membentuk koperasi, yang prosesnya juga layak dipertanyakan,” cetusnya.
Kejanggalan kedua yang dilihat KPA adalah mengenai setoran penjualan itu. Iwan tampak kaget saat disebutkan bahwa dari areal Kebun Kelapa Sawit seluas 922 hektar tersebut, Koperasi Nuansa Baru dan CV Bintang Meriah hanya diwajibkan menyetor hasil penjualan TBS rata-rata 120 ton per bulan. “Cuman segitu?” ujarnya memotong pembicaraan karena heran.
Iwan membenarkan hitung-hitungan bahwa dari 922 hektar kebun kelapa sawit di Kebun Limau Mungkur menghasilkan rata-rata 1.200-1.400 ton per bulan saat musim terek/minim buah dan 1.900 ton hingga 2.000 ton per bulan saat musim banjir buah. “Dari angka-angka itu sudah kasat mata ada kerugian negara karena PTPN merupakan perusahaan negara,” ujar Iwan.
Kejanggalan ketiga, bahwa sebuah kerjasama itu prinsipnya adalah kedua pihak sama-sama untung. Kalau menyangkut perusahaan plat merah, maka juga harus didasari semangat penyerapan tenaga kerja. Dilihat dari prinsip harus sama-sama untung, sudah jelas sekali PTPN II sebagai perusahaan tidak mendapatkan keuntungan dengan model KSO seperti itu.
Kalau ada satu pihak yang tidak menikmati keuntungan namun kerjasama terus dilanjutkan, berarti ada sesuatu yang disembunyikan. “Jangan disalahkan kalau ada yang curiga KSO itu hanya mennguntungkan oknum-oknum di PTPN II dan oknum-oknum di koperasi itu,” kata Iwan.
Seperti diberitakan, KSO tersebut berawal saat 922 hektar lahan Kebun Limau Mungkur dikuasai masyarakat yang bernaung dalam wadah Koperasi Pertanian (Koptan) Juma Tombak. Dalam sengketa itu masyarakat yang menempuh jalur hukum memenangkan gugatan terhadap PTPN II di tingkat pertama, banding, dan kasasi. Namun dalam Peninjauan Kembali (PK), Mahkamah Agung (MA) memenangkan PTPN II. Sengketa itu berlangsung dari tahun 1998 hingga 2007.
Untuk mengamankan kebun dari jarahan masyarakat, PTPN II kemudian menyewa tenaga pengamanan swasta dari organisasi pemuda di Tanjung Morawa, Forum Komunikasi Pemuda Satu (FKP-1). Kemudian FKP-1 membentuk ‘pasukan’ pengamanan (PAM) swakarsa beranggotakan 250 personel. Seluruh biaya operasional PAM Swakarsa ditanggung PTPN II. Tugas PAM Swakarsa tak hanya pengamanan semata, tapi juga melakukan pemanenan tandan buah segar (TBS) dan pengangkutan ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PTPN II di Pagar Merbau.
Hubungan antara PTPN II dan FKP-1 kemudian ditingkatkan. Dengan alasan legalisasi kerjasama, FKP-1 kemudian membentuk koperasi dengan nama Koperasi Nuansa Baru. Koperasi ini kemudian diberi kewenangan yang lebih luas, mulai pengamanan, pemanenan TBS, pengangkutan TBS ke PKS, perawatan, dan segala hal yang berhubungan dengan pengelolaan Kebun Limau Mungkur. Kewenangan yang lebih luas itu sesuai dengan dokumen perjanjian induk, Memorandum of Understanding (MoU) No: II.0/SPK/02/IV/2007.
Kemudian pada 4 Januari 2007, melalui Surat Direksi No: II/X/01/I/2007 yang ditandatangani Dirut PTPN II, Ir Bhatara Moeda Nasution, menyetujui KSO antara pihak PTPN II. Dalam surat itu, juga disebutkan Koperasi Nuansa Baru diberi kewenangan untuk penyelesaian segala permasalahan di Kebun Limau Mungkur dengan seluas 922 hektar. Surat direksi ini kemudian dikuatkan dengan Surat Rekomendasi Komisaris PTPN II No: DK-PTPN II/I/2007-03 yang ditandatangani Komisaris Utama, Umar Moeh Said. (INT)

No comments:

Post a Comment