Friday, October 2, 2009

Penyedotan Air Bawah Tanah Mulai Diperketat

Penyedotan Air Bawah Tanah Mulai Diperketat
Medan:msi
Penyedotan air bawah tanah di Kota Medan mulai diperketat menyusul kemiringan beberapa bangunan di Jakarta.

Penyedotan air bawah tanah di Kota Medan mulai diperketat menyusul kemiringan beberapa bangunan di Jakarta.

"Kita sedang revisi Perdanya dan masih dalam pembahasan Pansus. Dalam waktu dekat segera disahkan," kata anggota Komisi C DPRD Medan Muslim Maksum ketika dihubungi melalui telepon di Jakarta, Selasa (22/4).

Menurut Muslim, dalam revisi Perda No 27 tahun 2002 tentang retribusi izin pengelolaan pengeboran, pengalihan dan pemanfaatan air bawah tanah akan diperketat pengeluaran izinnya dengan menaikkan retribusi. Selain itu, lanjutnya, visi Perda lebih diarahkan pada aspek keselamatan lingkungan bukan ekonomi. Selama ini, katanya, Perda itu dibuat 90 persen untuk mengejar PAD.

"Visi itu kita ubah, jika Pemko memperoleh PAD pasca revisi dengan peningkatan retribusi akan dialokasikan untuk penyelamatan penghijauan. Kita setuju ide pakar dan masyarakat soal itu," katanya.

Muslim mengharapkan masukan dari pakar untuk mengisi perubahan isi Perda mengantisipasi kerusakan ekologis yang mengancam bangunan-bangunan tinggi seperti di Jakarta tidak terjadi di Medan. Selain itu, lanjutnya, menjaga pasokan air bawah tanah secara kuantitas dan kualitas.

Sebelumnya, pakar geologi Jonathan I Tarigan melihat Kota Medan mulai mengalami pra kondisi kemiringan bangunan ditandai menyusutnya muka air tanah. Tahun 1980an, lanjutnya, muka air tanah di sekitar Hotel Danau Toba enam meter, sekarang, misalnya, di Hotel JW Marriott kedalaman 21 meter baru dapat air.

Menurut Tarigan yang juga Koordinator Dewan Pakar Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sumut/NAD, miringnya gedung-gedung di Jakarta karena bangunannya masuk ke dalam tanah. Penyebabnya daya dukung tanah menurun karena pori-pori tanah di bawah gedung telah kosong akibat penyedotan air bawah tanah berlebihan.

Sementara itu, Pemko Medan telah mengeluarkan 401 izin untuk menarik retribusi pengelolaan, pengeboran, pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah. PAD yang ditarik selama 2007 Rp60 juta. Retribusi ini masih kecil sehingga belum bisa untuk dialokasikan untuk penyelamatan penghijauan di daerah resapan guna menampung cadangan air.

"Izin itu dikeluarkan sejak Perda diberlakukan sampai sekarang didukung dengan SK Walikota No. 05/2003," kata Kabag Tata Perekonomian Pemko Medan Poltak Situmorang melalui Ardin, Kasubag Sarana Perekonomian, kemarin.

Menurut Ardin, jumlah izin yang dikeluarkan itu termasuk mereka yang memperpanjang izin selama tiga tahun sekali. Katanya, tidak semua retribusi bisa ditarik karena petugas kesulitan mendeteksi perusahaan melakukan pengeboran secara sembunyi. Selain itu, lanjutnya, banyak perusahaan tidak memiliki AMDAL dan ANDAL. "Kita memberi izin kepada perusahaan yang punya AMDAL."

Ardin mengatakan, sesuai Perda besarnya retribusi izin berdasarkan liter per detik. Misalnya, 0 s/d 2 liter /detik Rp500 ribu, 3 s/d 10 liter/detik Rp1 juta, 10 s/d 25 liter/detik Rp2 juta dan 25 liter/detik Rp3 juta.

Sementara itu, besarnya retribusi izin pengeboran tanah Rp300 ribu untuk setiap sumur bor dan Rp500 ribu untuk titik kedua dan seterusnya. Perpanjangan izin pemanfaatan dan pengeboran dikenakan 50 persen dari retribusi izin baru.

Menurut Ardin, pihaknya kesulitan untuk menangkap perusahaan yang terbukti melakukan pengeboran tanpa izin meski kita memiliki Perda karena penindakannya menjadi wewenang pengadilan. Pemko juga terpaksa membayar biaya perkara. Dengan Perda, katanya, tidak semata-mata Pemko bisa menindak.

Dia mengakui Perda itu masih dalam proses revisi atas usul inisiatif DPRD. Namun, pihaknya masih bisa melakukan pengawasan dengan Perda itu sementara waktu sampai disahkan revisinya.(det)

No comments:

Post a Comment