Monday, February 1, 2010

Hasil Kajian Sistem Pengelolaan DAK Bidang Pendidikan



Jakarta, 15 Januari 2010.
Sebagai bagian dari pelaksanaan tugas monitor, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan kajian sistem pengelolaan dana alokasi khusus (DAK) bidang pendidikan. Pada hari ini, KPK melakukan pembahasan hasil kajian tersebut bersama jajaran Departemen Pendidikan Nasional di Gedung KPK, Jl. HR. Rasuna Said Kav C1, Kuningan, Jakarta. Kajian yang mencakup proses perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi serta pengawasan dan dilakukan di instansi tingkat pusat dan kabupaten/kota dari Agustus sampai dengan Desember 2009 ini, dinilai penting mengingat besarnya DAK bidang pendidikan yang disalurkan dan kecenderungannya yang dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan.
Pada 2009, jumlah DAK mencapai Rp9,3 triliun untuk 451 kabupaten/kota, dibandingkan tahun sebelumnya Rp7 triliun untuk 450 kabupaten/kota. Dana ini dialokasikan untuk menunjang pelaksanaan wajib belajar 9 tahun dan diarahkan untuk rehabilitasi ruang kelas serta pembangunan ruang perpustakaan sekolah dasar beserta perangkatnya.

Dari hasil kajian, ditemukan beberapa kelemahan dalam sistem pengelolaan DAK bidang pendidikan. Pertama, masih terdapatnya ketidaksesuaian pengalokasian DAK pada tahap perencanaan. Dari data Alokasi DAK bidang pendidikan Departemen Keuangan terdapat 160 kabupaten/kota yang secara tetap mendapatkan dana DAK bidang pendidikan, meski data teknis Depdiknas 2009 menyebutkan bahwa 160 kabupaten/kota tersebut tidak memiliki ruang kelas rusak dan tidak membutuhkan dana rehabilitasi. Jika dijumlahkan, total alokasi kepada 160 kabupaten/kota tersebut mencapai Rp 2,2 triliun.

Kedua, ditemukannya penyimpangan pemanfaatan dana dalam pelaksanaan, seperti untuk pembayaran jasa konsultan dan IMB. Sebagai contoh, di suatu kabupaten, setiap sekolah penerima DAK bidang pendidikan diharuskan membayar Rp 3,3 juta untuk biaya konsultan perencana dan pengawas. Bila dikalikan 138 sekolah yang mendapatkan DAK di kabupaten tersebut, maka jumlahnya mencapai Rp455,4 juta. Selain itu, KPK juga menemukan keterlambatan pencairan yang mengakibatkan tersendatnya proses rehabilitasi, kurang tertibnya pencatatan aset yang berpotensi kerugian negara, dan berbagai potensi konflik kepentingan yang dapat mengarah pada tindak pidana korupsi dalam pengadaan.

Ketiga, sulitnya monitoring dalam bidang pengawasan karena tidak semua Pemda menyampaikan laporan kepada Depdiknas.

Berdasarkan temuan tersebut, KPK merekomendasikan Depdiknas untuk: bersama Depkeu membuat perencanaan alokasi DAK bidang pendidikan dengan menyempurnakan formula penentuan alokasi; memperbarui baseline data teknis secara berkala; menyempurnakan petunjuk teknis DAK; dan menindaklanjuti segala macam pembayaran yang tidak sesuai peruntukan DAK bidang pendidikan serta melakukan tindakan atas penyimpangan oleh oknum yang terlibat konflik kepentingan dalam pengadaan secara tegas.

Informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:

Johan Budi SP
Hubungan Masyarakat
Komisi Pemberantasan Korupsi
Jl HR Rasuna Said Kav C-1,
Jakarta Selatan
Telp: (021) 2557-8300

No comments:

Post a Comment