Tuesday, February 9, 2010

Protes Hutan Terus Dirusak, Patih Laman Berniat Kembalikan Kalpataru



Patih Laman berniat mengembalikan penghargaan Kalpataru yang diterimanya 2003 silam. Langkah ini sebagai protes atas terus berlanjutnya perusakkan hutan
PEKANBARU- Mendapatkan penghargaan Kalpataru dari Presiden Megawati Soekarno Putri pada 2003 silam ternyata tak membantu mewujudkan mimpi Patih Laman, tetua Suku Talang Mamak yang mendiami kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) di Kabupaten Indagiri Hulu (Inhu). Baginya lebih baik tak dapat Kalpataru, asal hutan yang menjadi penompang hidup sukunya tetap lestari. Sayangnya, fakta berwujud lain. Aksi perusakkan hutan terus berlanjut dan kian parah. Kondisi itulah yang mendorong Patin Laman ingin mengembalikan Kalpataru kepada pemerintah pusat.

Patih Laman tak bergurau dengan niatnya itu. Kakek berusia 89 tahun tersebut serius. Bahkan tadi, Jumat (5/2/10) ia rela menempuh perjalanan jauh, sekitar 250 kilometer dari kampung halamannya yang menjelang punah ranah untuk ke Kantor Gubernur Riau. Tujuannya satu: Mengembalikan piala Kalpataru kepada pemerintah pusat melalui Gubernur Riau M Rusli Zainal.

Namun sayangnya, niatnya tak kesampaian, gubernur yang dicarinya sedang tak ditempat. "Saya mau ketemu Pak Gubernur, untuk mengembalikan piala Kalpataru kepada pemerintah pusat. Penghargaan yang pernah saya dapatkan itu, tidak ada gunanya. Pemerintah tidak mau menjaga hutan alam kami. Hutan alam kami terus dijarah pendatang, padahal kaum kami hidup dari kemurahan hutan itu sendiri," kata Patih Laman saat mencurahkan isi hatinya kepada sejumlah wartawan di Pekanbaru, Jumat (5/2/10).

Dikatakan Patih Laman, Semula ia berharap dengan mendapatkan penghargaan Kalpataru dari presiden, hutan yang menjadi sumber nafkah sukunya bisa terlindungi, namun kenyataan berkata lain. Aksi perusakan hutan berlangsung terus dan kian parah.

"Hutan kami terus menerus dijarah, pemerintah daerah dan pusat tidak mau tahu soal nasib Talang Mamak. Kami ini hanya bisa hidup dari hutan, tapi justru jantung kehidupan kami itu sendiri yang terus menerus dibabat habis oleh pendatang. Pemerintah tidak mau perduli. Makanya saya akan kembalikan piala Kalpataru ini," keluh Patih Laman.

Disaat usianya sudah rembang petang, Patih Laman mengaku kini tidak sanggup lagi membendung laju kerusakan hutan di kawasan penyanggah TNBT. Dulu, di era tahun 90-an, Patih ini gagah berani menghadang semua pihak yang akan merambah hutan alam mereka. Dia rela mempertaruhkan nyawanya demi keselamatan hutan. Walau kadang yang dihadapi di lapangan harus berhadap dengan aparat.

Sikap Patih Laman yang konsisten ini pula, sebelum Kalpataru dia terima, terlebih dahulu dunia Internasional memberikan penghargaan tertinggi bidang lingkungan. Dia menerima Award dari WWF Internasional pada tahun 1999 di Kinibalu, Malaysia. Saat ke Malaysia itulah, Patih Laman mengaku, seumur hidupnya baru memiliki KTP karena harus mengusur paspor.

Kini gaek itu sudah patah arang. Baginya kerusakan hutan di kawasan TNBT merupakan ancaman kematian untuk suku Talang Mamak. Kalpataru bukanlah bagian dari akhir perjuangannya untuk menyelamatkan hutan. Dia terus menerus memperhatikan nasib hutan alam yang kini sudah disulap menjadi kebun kelapa sawit milik pengusaha ataupun pejabat pemerintah daerah sendiri.

Hari ini, Patin Laman gagal menyerahkan Kalpataru kepada gubernur untuk dikembalikan ke pemerintah pusat. Ia kemudian pulang dan berencana pada Senin (8/2/10) akan kembali ke Kantor Gubernur Riau dengan tujuan sama: mengembalikan Piala Kalpataru sebagai protes atas hutannya yang terus dirusak.***(mad)

No comments:

Post a Comment